Sabtu, 06 Agustus 2022

BUKU KUMPULAN PUISI KM 0 BAGUS PUTU PARTO

 

 

 

Kilometer Nol

MESKI MINIMALIS TETAP EKSIS

Oleh: Aming Aminoedhin

 

 

Judul Buku   : Km 0

Penulis          : Bagus Putu Parto

Tahun terbit  : Juni, 2020

Penerbit        : Tankali Sidoarjo

Halaman       : xvii + 96 halaman

ISBN            : 978-623-6451-31-0

 


           Omongkan penulis buku kumpulan puisi “Km 0” bernama Bagus Putu Parto, barangkali bisa jadi panjang sepanjang kiprahnya di dunia sastra. Berawal dari menulis naskah lakon, cerita pendek, dan juga menulis puisi. Ia memanggungkan sendiri naskah monolognya dari kota-kota lain, termasuk baca puisinya. Jam terbang menggelandang sebagai penulis sastra memang teramat panjang. Bahkan ia juga termasuk tokoh gerakan Revitasisasi Sastra Pedalaman (RSP) bersama Bonari Nabonenar, Sosiawan Leak, Beno Siang Pamungkas, Kusprihyanto Namma.

            Tidak hanya itu, ia juga tokoh pendiri Barisan Seniman Muda Blitar (BSMB) yang kemudian lewat Bagus Putu Parto muncullah ide kreatif Grebeg Pancasila, yang mana konsep awal ‘Grebeg Pancasila’ ini dibagi menjadi 3 ritus budaya, yaitu Upacara Budaya, Kirab Gunungan Lima dari Istana Gebang menuju Makam Bung Karno, dan Kenduri Pancasila di Makam Bung Karno. Menurutnya, unsur lain yang tak kalah penting ada gunungan lima yang merupakan personifikasi dari ke lima sila Pancasila. Lantas diiringi oleh Prajurit Siji, Prajurit Enem  yang membawa Burung Garuda dan foto Bung Karno, serta Prajurit Patang Puluh Lima. Para prajurit itu simbol yang melambangkan hari lahirnya Pancasila 1 Juni 1945. Sungguh, sebuah simbolisme yang digarap dalam bentuk seni pertunjukan yang menarik.

            Belakangan ini, setelah cukup kaya, lantaran usaha pabrik “Kalimasada”yang dikelola bersama istrinya Endang Kalimasada maju pesat, ia kemudian membuat komunitas Dewan Kesenian Antarkota-Antarprovinsi. Dengan bermarkas di Rumah Budaya Kalimasada, Gogodesa, Kanigoro, Blitar; yang merupakan rumahnya sendiri. Beberapa kali adakan kegiatan seni budaya, termasuk acara: Pesta Puisi Musim Rambutan, Pameran Lukisan, dan Pentas Teater dari Yogya, Surabaya, dan banyak lagi acara.

 

Buku Km 0

 

            Di tengah masa pandemi, Bagus Putu Parto tak mau diam. Secara diam-diam mengumpulkan puisi-puisinya. Setelah terkumpul dijadikanlah buku kumpulan puisi yang dedikasikan sebagai kalung ulang tahun diri sendiri ke-53. Ini memang agak aneh. Pertama judul bukunya saja minimalis “Km 0” yang mungkin akan banyak pembaca tergoda atau tertarik membacanya. Kedua, penulis adalah tokoh teater, lulusan ISI Yogya, tapi menulis puisi juga. Ketiga, penulis ini sebenarnya juragan roti terkenal di kotanya Blitar. Kota yang punya julukan “Bumi Bung Karno”; “Blitar Kawentar” atau Blitar terkenal, dan entah apa lagi. Keganjilan yang lain, buku ini telah di-launching secara virtual pada 2 Juni 2020 lalu, tepat tanggal kelahiran atau ulang tahunnya ke-53. Digarap secara sederhana, tapi tetap eksis adanya. Baca puisi, dan baca opini ulasan pakar sastra. Pemandu acara virtual itu anaknya sendiri, Kaka Kalimasada.

            Jadi lengkaplah sudah keganjilan dan keanehannya. Tapi, sebenarnya itulah sosok seniman yang terkadang kita tak bisa menduga-duga. Aneh bin ganjil.

            Kembali ke kota berjulukan Bumi Bung Karno, maka tidak mengherankan, jika dalam buku “Kilometer Nol” karya Bagus Putu Parto, banyak puisi yang bicara soal kepahlawanan, atau pahlawan, dan diri sendiri. Fokus utamanya, Bung Karno, yang barangkali saja karena Bagus PP asal Blitar, dan kebetulan pula Soekarno dimakamkan di kota ini. Tokoh pahlawan lain, Supriyadi, juga asli Blitar ditulisnya dalam puisi berjudul Amuk Bayonet.

Tema lain dalam buku puisi ini adalah soal religi, personal, kritik sosial, sejarah, ekonomi, serta refleksi diri yang terbentang dalam dua dasa warsa,  dalam menjalani kehidupan Bagus PP belakangan ini.  Puisi-puisinya, saya menangkap seperti bergaya puisi-puisi balada, kayak WS Rendra. Apakah Bagus terpengaruh puisi Rendra? Itu soal biasa dalam penulisan karya sastra. Saling pengaruh-mempengaruhi. Barangkali itu sah saja.

            Bagi saya sebagai pembaca, puisi Bagus Putu Parto, yang ditulis pendek-pendek terasa lebih baik dibandingkan yang panjang-panjang. Artinya, saya merasakan bahwa puisi-puisi pendeknya lebih kental dan sublim, seperti: 48 Tahun Dik Siti, Si Penabuh Bedug, Episode Tol, KM 0, Sumarah, Dialog Sunyi, Syair Kemenangan, Jalan Nasib, Ziarah, Metamofose Kepompong, Keringat, dan Sumarah.

            Ibi bukan berarti, puisi-puisi panjangnya lantas kurang bermutu. Bukan begitu. Bahkan puisi-puisi panjangnya enak dibaca, dan sekaligus pembaca digiring tahu pentingnya sejarah dan jiwa kepahlawan itu. Coba bacalah puisi: Kota di Tengah Pusara, Rumah Sejarah, Amuk Bayonet, Sajak Anak Negeri Tentang Proklamasi, Bung Karno Bung Hatta Kirim Kami Somasi, Zikir Tanah Seribu Prasasti, Di Manakah Kau Indonesiaku.

            Bagus Putu Parto yang pencetus Grebeg Pancasila di Blitar ini, telah menulis puisi dengan nurani hati. Ada kurang lebihnya, itu adalah hal biasa. Barangkali haruslah itu, berbekal keliru tidak malu, dan yang benar harus kita kejar selalu. Kian baik dan semakin bermutu.

Dalam persoalan seberapa mutu karya puisi Bagus Putu Parto, pada judul buku “Kilometer Nol” ini, barangkali hanya kritikus sastra dan pembaca yang bisa menghakimi. Mereka boleh bersetuju, merasa apik; dan mungkin ada sebagian lain yang tidak setuju, lalu menampik. Seperti jamaknya manusia, bahwa orang-per-orang punya keunikan tersendiri. Sementara Bagus Putu Parto, ada di antaranya: berani tampil beda dengan membukukan puisinya, dan ini perlu diapresiasi tinggi. Tampil beda dengan menandai ulang tahun terbitkan buku puisi. Hal ini adalah keunikan tersendiri, merayakan ulang tahun dengan penanda buku.

Bagus yang juragan pabrik roti “Kalimasada” ini, kini lebih banyak berkesenian di Rumah Budaya Kalimasada Blitar; yang dikelola bersama istrinya Endang Kalimasada. Beberapa kali menerbitkan buku sastra: Catatan  Harian Doktorandus Kartomarmo, Cerita Pendek yang Ditulis di Usia 100 tahun, Jalan Sunyi Dokterandus Kartomarmo, Gir, Kata Cookies pada Musim, dan banyak lagi.

Ada orang mengatakan bahwa di balik kesuksesan seorang suami itu, ada peran besarnya istri. Bagus Putu Parto telah sukses bersastra, dan berwiraswasta. Hal ini sebenarnya tak lepas dari peran istrinya yang hebat, Dik Siti (dalam puisi, 48 tahun Dik Siti), yang bernama Endang Kalimasada. Barangkali saya percaya itu!

Menulis puisi yang baik, adalah kujujuran hati dalam menulis puisi. Dan Bagus Putu Parto telah menulis berdasar nurani hatinya. Jika puisi ditulis dengan nurani hati, kebanyakan akan terasa indah dan bermakna ganda (multi-interpretable). Apik dan menarik!

Bagus Putu Parto yang lulusan departemen teater Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta ini, memang telah lama malang-melintang bermain teater, monolog, baca puisi di Blitar, dan berbagai kota. Ia juga pencetus ide Grebeg Pancasila, 1 Juni yang diperingati setiap tahun di kotanya Blitar.

Menurut  Dr.Tengsoe Tjahjono, dalam pengantar buku ini ini mengatakan, “Puisi Bagus, membayangkan hidup seperti perjalanan di jalan tol, dengan memu-atkan puisi berjudul Episosde Tol. Sebenarnya tidak mudah melewati jalan tol. Harus ada syarat yang dipenuhi: memiliki kartu tol, bensin cukup, bisa baca rambu jalan, dan siap istirahat jika letih. Tidak bisa manusia sekadar menjalani hidup tanpa melengkapi dirinya dengan kekuatan iman kepada Tuhan, amal ibadah, derma dan doa, kesehatan yang cukup, serta melakukan refleksi dalam setiap waktu untuk evaluasi perjalanan hidupnya. Buku ini jadi penanda perjalanan Bagus ke-53 tersebut.”

            Sedangkan Prof. Dr. Djoko Saryono, guru besar Universitas Negeri Malang, tulisannya di dalam epilog buku menyebutkan bahwa, “Di tengah banyak penyair menyenangi puisi gelap atau remang yang penuh gebyar simbolisme, Bagus malah menulis puisi terang benderang yang mengambyarkan simbolisme dan metafora yang kompleks.”

            Terlepas dari semua pendapat di atas, yang pasti disyukuri bahwa ada kumpulan puisi baru berjuduk “Km 0” karya Bagus Putu Parto.  Apakah buku berjudul minimalis bukti bahwa ia tetap eksis, atau sekedar eksis, bahwa ia tetap berkarya dalam kesenian? Hanya Bagus yang bisa menjawabnya.

Terbitnya kumpulan puisi “Km 0” ini, semoga akan meramaikan peta sastra puisi di Jawa Timur khususnya, dan Indonesia pada umumnya. Sekaligus banyak pembaca sastra puisi Indonesia ikut mengapresiasinya. Selamat atas terbitnya! Salam sastra!***@@

           

                                                                                                      Mojokerto, 15 Maret 2021

 

 

Tidak ada komentar: