Rabu, 10 Desember 2008

jazz night surabaya

JAZZ NIGHT TAMAN BUDAYA JATIM
* hilangkan haus dahaganya ‘jazz lovers Surabaya’

oleh: aming aminoedhin

Prolog
Malam itu (4/12/2008), di Gedung Cak Durasim, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya; telah digelar acara “Jazz Night”. Sebuah acara yang digagas oleh Yason A Gunawan, yang akrab dipanggil Sony, serta Benny Kartono dan Benny Chen (putra Bubby Chen). Acara ini diharapkan bisa membangkitkan gairah jazz di kota Surabaya, dan itu perlu adanya dukungan para ‘jazz lovers’ Surabaya, demikian kata Benny Kartono, disela-sela pertunjukannya malam itu. BK melantunkan dua judul lagu yang membuat audiens bertepuk tangan riuh.
Sementara itu, Benny Chen, mencoba menjelasterangkan definisi ‘jazz’ itu sendiri. Menurut Chen, bahwa musik jazz harus ada improvisasinya. Dan menggarap lagu jazz, adalah saat bermain di atas pentas. Artinya, bermain musik jazz, haruslah mempunyai kemampuan improvisasi-improvisasi saat mereka bermain di atas pentas itu, tambahnya. Jadi jazz itu sederhana, tapi juga tidak sesederhana yang dibayangkan. Sedangkan Yason A Gunawan yang Sony itu, di sela-sela pertunjukan ”Jazz Night” malam itu, mengatakan bahwa, “Saya bertekad untuk terus memajukan jazz di kota Pahlawan, Surabaya ini. Untuk itu, saya mengajak semua audiens untuk bersama-sama bekerja sama dalam memajukan jazz di Surabaya.”
Lebih jauh, Sony, ingin mengembalikan reputasi Surabaya sebagai barometer musik jazz di Indonesia. Benarkah? Pertanyaan yang perlu jawaban dengan fakta pentas jazz di Surabaya.

Pentas Malam Itu
Pentas musik jazz malam (4/12/2008), sungguh cukup melegakan para ‘jazz lovers’ Surabaya, yang memadati Gedung Cak Durasim, di Taman Budaya Jatim malam itu. Beberapa nomor lagu digelarpentaskan malam itu, dan penonton yang hadir bertepuk tangan atas tampilan mereka yang kompak dan rancak. Malam indah menyenangkan!
Vokalis yang tampil pada “Jazz Night” adalah Benny Kartono, Aska Daulika, dan Natasya Gabriella. Mbak Aska Daulika melantunkan ‘The Girl from Ipanema’ dengan suaranya yang agak serak malam itu. Tapi cukup yahud dan enak didengar audiens yang hadir. Sedangkan Natasya, si penyanyi idola cilik, melantunkan 'Santa Claus is Coming to The Town'. Sungguh mendapatkan applause dari audiens yang memadati Cak Durasim.
Pentas jazz malam itu, sungguh luar biasa, di samping gratis; tampilan para personalnya cukup handal, dan bisa menyejukkan suasana kota Surabaya yang jarang ada tampilan musik semacam ini. Barangkali apresiasi jazz bagi masyarakat kota Surabaya, memang perlu digelarpentaskan acara semacam ini. Mungkin sebulan sekali, atau bisa juga dua bulan sekali. Untuk pertama kali ini, mungkin memang gratis, tapi selanjutnya, mereka (jazz lovers) dicoba pula untuk diajak menghargai musik jazz itu sendiri, dengan membayar tiket. Tidak harus dengan harga mahal, mungkin HTM hanya Rp 10.000,00 s.d. Rp 15.000,00 (sepuluh atau limabelas ribu rupiah). Agar rekan-rekan pemusik jazz juga bisa bernafas, setidaknya bisa ganti bayar sewa gedung dan komsumsi yang (kebetulan malam itu) dibagikan gratis.
Beberapa rekan yang nontok malam itu, banyak yang kecewa, karena mereka datang, hanya kebagian dua lagi terakhir saja. Mungkin terlalu sore, ketika acara itu digelar. Sehingga acara selesai masih sore pula. Padahal, kata penonton yang datang terlambat tadi, biasanya jazz dimulai pukul 20.00. WIB. Lha kok sekarang sudah usai.
Perhitungkan dong, yang rumahnya jauh seperti saya ini. Belum lagi, jalanan macet dan hujan. Jika ada lagi, mohon agak malam mulainya, katanya pada saya. Padahal, saya bukan panitia. Lha lucu khan?
Pementasan malam itu, memang ada yang terasa kurang. Setting panggung, kurang tergarap dengan cantik. Bahkan tak ada baddrop atau spanduk di belakang panggungnya. Jika saja, dinding panggung ada tulisan “Jazz Night” warna putih, maka pementasan malam itu, akan terasa lebih terkesan lebih wah lebih serius. Di bagian alat musiknya, tampilan malam itu tidak menghadirkan alat perkusi dan saksofon, yang sebenarnya akan lebih lengkap tampilannya.
Tapi, tampilan pertama kali, “Jazz Night” malam itu, cukup menghilangkan rasa haus dan dahaganya para jazz lovers Surabaya. Angkat jempol tinggi-tinggi buat: Yason, BK, Jeffry, dan Benny Chen; yang telah memprakarsai “Jazz Night” malam itu. Luar biasa! Sukses buat rekan-rekan jazzer Surabaya !

Epilog
Seperti impian saya sejak mula, harapan bahwa pentas “Jazz Night” ini, tidak hanya sekali ini. Tapi bisa berkelanjutan digelarpentaskan. Sebulan sekali, misalnya. Bahkan jika mungkin digelarpentaskan di halaman terbuka Taman Budaya, sehingga masyarakat luas akan ikut menontonnya. Tentunya, jika cuaca memang lagi kemarau, bukan saat hujan tiba, seperti sekarang ini. Begitu pula, para penggemarnya (jazz lovers) diajak pula menghargai musik jazz itu sendiri, dengan mau membeli tiket, jika tampilan kedua nanti sudah harus dikarciskan. Harapan saya, awalnya tiket memang tidak harus dijual mahal, tapi cukup terjangkau bagi kaum jazz lovers kota Surabaya.
Semoga pentas “Jazz Night” pertama kali ini, akan menjadikan kota Surabaya, bukan saja dengan sebutan sebagai kota buaya saja, tapi kota yang lebih berbudaya, dan sekaligus menghaluskan budi bagi audiens jazz-nya. Salam budaya! (aming aminoedhin, 10 desember 2008).