Minggu, 28 Juli 2013


PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PUISI ANAK KARYA AMING AMINOEDHIN
(beberapa catatan karya Aming Aminoedhin sang pecinta dunia anak)
Oleh: Redhitya Wempi Anshori

catatan:
naskah ini ditulis mahasiswa um
saya muatkan di blog saya atas izin penulisnya, 20 juli 3013
semoga bermanfaat bagi pembaca blog ini, atau barangkali bisa dijadikan referensi
terima kasih cak wempi!
(aming aminoedhin) 






            Kreativitas tak henti-hentinya mengalir dari sesosok makhluk ciptaan Tuhan yang satu ini, anugerah dan bakat yang tersemat dalam jiwa dan raganya mengalir dalam nadi darahnya bakat tentang dunia sastra yang telah digelutinya sejak lama. Sebuah karya yang indah muncul dari imajinasinya akan keindahan anugrah Tuhan kepada makhluk kecil, lucu dan tak berdosa, yaitu anak-anak menjadi inspirasinya untuk menuntun penanya bergerak melukiskan kata-kata yang indah pada sajak-sajaknya. Tidak banyak kita temui penyair atau sastrawan, yang mengangkat dunia anak untuk tema, atau bahkan tujuan penulisan karya tersebut untuk anak-anak. Kebanyakan dari sastrawan selalu mengangkat hal-hal yang berbau politis, kritik sosial, cinta bahkan hal-hal yang remeh-temeh. 

             Sapardi Djoko Damono pernah menyampaikan kritik sosial di dalam karya sastra itu, seperti lebah tanpa sengat, dan sekarang ini dunia kreatifitas kita terbelenggu pada situasi yang absurd. Setiap orang berlomba-lomba untuk membuat karya yang dianggap aneh bahkan menyimpang sehingga karyanya disebut berbeda dengan yang lain, tapi sosok Aming Aminoedhin masih setia dengan puisi tentang anak-anak, mengangkat tema-tema tentang pendidikan karakter untuk anak-anak. Proses kreatif yang timbul melalui setiap sajak-sajaknya merupakan harmonisasi kata yang indah, membentuk unsur metafora yang indah pula, dengan kata-kata yang secara semantis tidak berbelit-belit, unsur kata yang penuh dengan renungan untuk pembaca terutama anak-anak. 
              Kumpulan sajaknya yang berjudul ‘Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu’ yang diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) pada tahun 2008.
Pada karya inilah yang akan dikupas habis hingga akar-akarnya tentang proses kreatifnya, dan juga tentang sejauh kecintaannya terhadap dunia anak sehingga dapat menghasilkan karya spektakuler untuk anak-anak Indonesia khususnya. Aming Aminoedhin merupakan sosok ayah, yang sangat perduli terhadap anak-anaknya. Inii terbukti dengan menjadikan anak-anaknya sebagai inspirasi penciptaan sajak dalam puisi-puisinya. Dalam sajak-sajaknya juga ia tulis pengalaman masa kecilnya, yang mungkin dengan sengaja sebagai proses berbagi inspirasi untuk anak-anak zaman sekarang.

Sosok Aming Aminoedhin
              Mungkin sebagian dari kita masih belum mengenal secara jelas sosok ini, sosok sastrawan dari Jawa Timur yang mungkin belum seterkenal WS. Rendra, Chairil Anwar Sapardi Djoko Damono, dan lain sebagainya. Tapi sumbangsihnya terhadap karya sastra mungkin dikatakan hampir sama perannya, atau bahkan mungkin lebih, karena kebanyakan sastrawan jarang sekali yang mengangkat tema kepolosan dan kecerian dunia anak sebagai proses kreatifnya. 
              Kebanyakan dari mereka lebih mengangkat dunia kritik sosial dan cinta. Katakanlah Rendra pernah sesekali mengangkat dunia anak dalam beberapa sajaknya, tapi dengan maksud dan tujuan yang berbeda, konteks anak dalam puisi Rendra mungkin berbeda, konteks anak dalam puisi-puisi Rendra digunakan sebagai metafor untuk menunjukkan makna tertentu yang fungsinya tetap menunjukan ciri khasnya sebagai kritikus sasial lewat karya sastra seperti dalam puisi-puisi pamfletnya. 
              Keadaan yang berbeda ditunjukkan oleh sosok Aming yang datang dengan membawa suatu suasana yang baru, yang berbeda dengan tema-tema yang ditulis sastrawan pada zaman itu, dia datang dengan membawa bekal kecintaan terhadap dunia anak-anak dengan kepolosan dan kelucuan tingkah yang tak terduga, dan sulit ditebak seperti sajak yang ia tulis pada bagian depan sampul kumpulan puisinya “Sajak Kunang-kunang dan Kupu-kupu” yang mendeskripsikan tentang anak-anak.

Anak adalah yang tak pernah lelah bergerak
Anak adalah kertas putih tanpa noda
Dunia anak adalah dunia bermain gerak
Dunia anak adalah dunia tanpa dihantui kata dosa
Dunia anak adalah dunia tanpa tepi
                        (Aming Aminoedhin, 2008)

             Seperti dalam kutipan pembukaan dalam kumpulan puisinya, gambaran anak yang dibayangkan Aming sebagai inspirasi untuk menulis sajak-sajak tentang anak. Kepolosan, gerak bebas seorang anak yang menuntun penanya untuk menggembala metaforanya ke dalam ladang penulisan sajak yang indah. Sumbangsihnya terhadap dunia sastra mungkin boleh dikatakan sudah cukup lama dalam mengarungi samudra sastra beserta gelombangnya, karena Aming bergelut di dunia sastra sejak tahun 1982.     
            Untuk pembuktiannya lagi tentang sosok Aming bahwa dunia sastra telah melekat dalam jiwanya, ia pernah menimba ilmu bahasa dan sastra Indonesia di bangku kuliah untuk menajamkan, dan mematangkan konsep dan teorinya dalam dunia sastra. Dia menimba ilmu pada Fakultas Sastra - Universitas sebelas Maret Surakarta (UNS) semasa kuliah dia juga aktif dalam kegiatan teater bahkan pernah mendapat predikat “aktor terbaik” Festival Drama se-Jawa Timur tahun 1983, dari paguyuban ‘Teater Persada’ Ngawi. Aming merupakan sosok yang berperan penting dalam dunia sastra di wilayah Surabaya, dan Jawa Timur khususnya. 
           Ini terbukti bahwa ia pernah menjabat Biro Sastra - Dewan Kesenian Surabaya, ketua HP-3-N (Himpunan Pengarang, Penulis, dan Penyair Nusantara) Jatim, koordinator FASS (Forum Apresiasi Sastra Surabaya), dan penggagas kegiatan ‘Malam Sastra Surabaya’ atau yang disingkat “Malsasa” di Dewan Kesenian Surabaya. 
          Bahkan untuk membuktikan bahwa dia bukan orang sembarangan di dunia sastra, dia pernah dijuluki atau diberi predikat “presiden penyair jawa timur” oleh doktor kentrung Suripan Sadi Hutomo, almarhum. Dari banyaknya pengalaman yang telah ia dapat dalam dunia sastra, khususnya sastra Indonesia, dia sering kali mengisi ceramah atau seminar-seminar tentang sastra Indonesia di wilayah Jawa Timur. Sudah sangat terbukti kredibilitasnya, dalam dunia sastra tidak hanya isapan jempol belaka. 
         Dalam dunia puisi anak, yang notabene merupakan sebuah eksplorasi batin pengarang yang dirasakan ketika, yang bersangkutan menjadi anak-anak, atau bahkan melalui proses pendekatan terhadap dunia anak, telah diramu menjadi sebuah sajak-sajak dengan bahasa sederhana, dengan bahasa anak-anak yang mudah dipahami oleh anak-anak. Pada hakikatnya penciptaan karya sastra harus memenuhi kegunaan praktis, baik sebagaimana sarana menumbuh-kembangkan kreativitas, sarana menanamkan nilai-nilai moral dan karakter, dalam bahasa teknisnya karya sastra ini harus memenuh unsur dulce dan utile yang artinya keindahan dan kebermanfaatan. 
                 Secara garis besar memang karya-karya Aming Aminoedhin sangat cocok digunakan untuk memupuk nilai moral, nilai-nilai sosial anak, yang sekarang dunia pendidikan gadang-gadangkan sebagai pendidikan karakter melalui karya sastra, yang pada hakikatnya merupakan kapling dari orang-orang pengampu pendidikan agama. Dengan seiring berkembangnya zaman, kebutuhan pendidikan karakter menjadi sangat dibutuhkan untuk mengatasi kebobrokan zaman yang tergerus oleh modernisasi yang tidak bisa dihentikan lajunya, yang terkadang modernisasi ini menjadi sesuatu yang tidak cocok dengan budaya Indonesia, tapi karena proses bombardir pengaruh yang begitu dahsyatnya mau tidak mau laju modernisasi harus diterima dengan konsekuensi banyak nilai-nilai budaya yang hilang dan tergerus oleh proses ini. 
               Untuk melawan reaksi tersebut memerlukan serangan dalam beberapa lini, termasuk memberdayakan karya sastra untuk memberikan nilai-nilai karakter. Berbicara mengenai puisi anak,  mungkin ini terobosan yang menarik untuk memperkokoh pendidikan karakter yang ditanamkan ke dalam karya sastra khususnya puisi. Mungkin tujuan ini yang akan dilakukan oleh Aming Aminoedhin sebagai presiden sastra yang harus bisa memberdayakan sesuatu, yang ia tekuni sejak lama memberikan sesuatu yang bermanfaat untuk bangsa dan Negara. Dengan karya yang tidak banyak sastrawan Indonesia lakukan, yang mengangkat dunia anak sebagai tema dalam pembuatan karyanya.

Pendidikan Karakter Melalui Puisi
            Mungkin sebagian dari kita semua sudah tidak asing lagi mendengar kata pendidikan karakter, baik di lingkup keluarga atau bahkan di lingkungan pendidikan. Pendidikan karakter yang kini sedang digalakkan oleh Pemerintah dengan cara menggerakan setiap unsur dan elemen pemerintahan dari segi pendidikan dan kebudayan. 
          Pemerintah melakukan hal ini karena bangsa ini sedang mengalami krisis moral, krisis sosial, dan krisis nurani. Negara ini yang dikenal dunia dengan negara multikultural yang sangat menghargai keberagaman dan sangat menjunjung tinggi nilai toleransi, ternyata sudah mulai terkikis habis sedikit demi sedikit. Adapun  yang tersisa sekarang tinggal kebobrokan moral yang sekarang dalam proses penyembuhan dan perbaikan, dari berbagai lini dengan merevitalisasi pendidikan karakter yang digalakan pada generasi muda termasuk dalam dunia pendidikan. 
          Dalam hal ini terdapat terobosan baru tentang pendidikan karakter melalui karya sastra. Sadar atau tidak suatu pendidikan moral yang disisipkan melalui suatu karya itu akan berdampak positif pada penikmatnya, pada proses ini akan terjalin komunikasi satu arah antara penulis karya dengan pembaca, terjalin transfer kode-kode yang dituliskan, dan akan diserap melalui pembaca dengan skemata yang dimilikinya kemudian secara bersamaan akan memengaruhi alam bawah sadar pembaca dalam kegiatan inilah proses pengaruh terjadi. 
          Pembaca akan meresapi setiap makna, dan pesan dalam karya, serta sadar atau tidak ini akan mengontrol perilakunya dalam segala hal, baik dari segi tindakan maupun sikap. Mungkin hal inilah yang disadari oleh sosok Aming sebagai orang yang bergelut di dunia sastra, dia ingin menjadikan karyanya sebagai penyambung pendidikan moral, bagi anak-anak yang membaca karyanya. Melalui puisi-puisinya, Aming memberikan pesan-pesan lewat metafora sederhana yang ditata rapi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh anak-anak. Tampaknya Aming sadar betul melalui puisi ini yang disisipi pesan-pesan moral akan membuat anak lebih menerapkan pesan yang telah ia terima dari pada omelan atau tuturan langsung dari orang tuanya. Dalam puisinya yang terdapat dalam kumpulan “Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu” Aming banyak menyisipkan pesan-pesan moral yang sangat berguna, bagi anak-anak yang membaca untuk memperdayakan pendidikan karakter melalui karya sastra. Dalam konteks ini adalah puisi, seperti yang terdapat dalam puisi berikut:

FAJAR SUBUH

memerah warna langit ditimur
ada perasaan mengucap puji syukur
berarti fajar subuh telah tiba
adzan berkumandang berirama
indah terdengar di telinga

suara sipakah itu?
mengajak lebih baik sholat
dari pada tidur mendengkur

Ibuku telah bermukena putih
bersama rukuhnya, sedang
Ayah bersarung kopiah
tanpa perduli dingin cuaca
Tanpa peduli embun jatuh menyentuh

di belakangnya, aku bersarung sendiri
ikut melangkah pasti

fajar subuh dingin menyentuh
di masjid tua itu, sholat subuh berjamaah
lantas melantunkan doa-doa
bersama Ibu Bapak
dengan khusuk dengan suntuk

                                   Ngawi, 1987


dalam puisi tersebut jelas dapat dilihat, bahwa maksud penulis adalah menanamkan nilai-nilai agama atau religius kepada anak-anak secara eksplisit dengan bahasa yang mudah, dan indah tanpa bermaksud bersifat menggurui dengan disajikan rangkaian kalimat sebagai modeling, bahwa ada seorang anak yang menceritakan kisahnya ketika sholat shubuh di masjid bersama ayah ibunya.

suara siapakah itu?
mengajak lebih baik sholat
dari pada tidur mendengkur

       Pada kutipan di atas jelas sebagai nilai yang dapat digunakan untuk menyadarkan sisi kejiwaan dari seorang anak dengan membaca bait dari puisi tersebut, bahwa sholat itu lebih baik, dan lebih mendapatkan pahala yang banyak dari Tuhan dari pada anak yang di waktu sholat hanya tidur.

Nilai Kasih Sayang dalam Puisi
         Dalam kutipan puisi berikut terdapat nilai kasih sayang, yang mencoba ditanamkan oleh Aming Aminoedhin sebagai sarana penyambung nilai-nilai melalui karya sastra.

KADO ULTAH ADIKKU

Saat sekolah telah pulang
aku lihat di halaman sekolah
masih ada penjual ikan koki
berdagang

Kuraba saku, masih tersisa uang sakuku
Guna membeli seekor koki

Di dalam plastik
berisi air, berenang melonjak
si koki tampak senang sekali

Tiba di rumah
kuberikan koki pada Adikku
sebagai kado ultahnya hari ini
betapa riang adikku
melonjak-lonjak girang bagai si koki

Mojokerto, 10/7/1999

         Dari puisi tersebut jelas terlihat, nilai kasih sayang yang ditanamkan oleh penulis kepada pembaca dalam hal ini adalah anak-anak. Kasih sayang yang digambarkan seorang kakak kepada adiknya yang penuh cinta dan kasih sayang. Seorang kakak yang ingat hari ulang tahun adiknya, dengan ditambah merelakan uang sakunya untuk dibelikan kado untuk adiknya yang sedang berulang tahun. Meskipun dengan kado yang sederhana berupa ikan mas koki.

BUKU ITU GUDANG ILMU

Di dalam buku
kubaca  segala ilmu
dari soal bahasa, tatakrama
sastra, dan juga matematika

Buku adalah sahabatku
kubaca setiap waktu
saat istirahat sekolah
dan juga saat libur sekolah

Buku, kata Mamaku
adalah gudangnya ilmu
maka membaca buku
seperti membuka
jendela dunia, semua
ilmu kau pasti akan tahu

Mojokerto, 19/10/1999

          Dari puisi tersebut, maksud penulis ingin menyampaikan, dan mengajarkan kepada anak-anak untuk menjadi seorang yang rajin membaca, karena buku merupakan gudangnya ilmu, jendela ilmu pengetahuan. Dari puisi tersebut dapat ditarik suatu pembelajaran untuk anak-anak supaya untuk menjadi anak yang pandai harus sering membaca buku, dengan membaca buku akan tahu tentang dunia. Dari segi bahasa penulis menggunakan bahasa yang lugas dengan di sisipi beberapa metafora yang sederhana yang masih mudah dipahami oleh anak-anak. 
          Puisi tersebut mempunyai sambungan dengan puisi yang lain yang diciptakan Aming, yaitu pada puisi yang berjudul “Jendela Dunia” puisi ini merupakan sambungan dari puisi di atas, karena secara makna dan judul mempunyai korelasi kontinuitas. Berikut ini adalah puisinya:

JENDELA DUNIA

Almari Bapakku dipenuhi buku
kata Ibu, semua buku-buku itu
adalah jendela dunia
jika aku mau baca
Segala ilmu akan kusua

Ternyata benar, kata Ibu
selepas buku-buku kubaca
dunia tampak ada di sana
ada yang hitam dan putih
ada yang senang dan sedih

Jadi kawan!
bacalah buku agar kau
bertemu segala ilmu

Baca dan bacalah buku
karena buku adalah jendela dunia
sejuta ilmu pasti kau sua

Mojokerto, 19/10/1999

              Secara semantis atau makna dari puisi tersebut mempunyai makna yang berkelanjutan dengan puisi yang berjudul “Buku itu Gudang Ilmu” karena memang puisi ini merupakan puisi yang sengaja dibuat secara bersambung. Secara pesan atau amanat yang terkandung juga memiliki kesamaan, yaitu penulis ingin menyampaikan kepada anak-anak dengan membaca buku mereka akan tahu dunia, karena buku adalah jendela dunia. 
             Aming menggunakan bahasa yang lugas juga dalam puisi ini, dengan sedikit sentuhan metafora dan makna kias yang tidak terlalu berat untuk anak-anak.

Penutup
            Seorang sastrawan dari Jawa Timur yang mendedikasikan hidupnya untuk dunia seni khususnya dunia sastra, telah membawa sosok ini pada sebuah karya masterpiece yang dipersembahkan khusus, untuk dunia anak-anak. Puisi-puisinya sangat berguna bagi tumbuh kembang anak Indonesia, sebagai calon penerus bangsa, karena terdapat muatan pendidikan karakter di dalam puisi-puisi yang ia ciptakan. Tidak banyak sastrawan Indonesia yang khusus menulis puisi untuk anak-anak, karena kebanyakan sastrawan besar lebih menekankan penulisan karya-karyanya pada kritik sosial, cinta, dan hal-hal yang berbau politis yang sudah umum sastrawan lakukan untuk menyuarakan teriakan-teriakan orang banyak melalui media karya. 
               Pada posisi ini,  Aming Aminoedhin lebih memilih alternatif lain dalam hal tema, untuk menulis puisi yang tentunya lebih berguna, seperti yang telah diketahui tidak banyak puisi untuk anak-anak dan hal menyebabkan ketidak-seimbangan dalam proses pengkaryaan khususnya dalam konteks ini puisi. Banyak anak-anak dalam perlombaan membaca puisi menggunakan puisi-puisi untuk remaja yang bertemakan cinta, dan bahkan puisi-puisi untuk orang dewasa. Ini merupakan ironi yang harus dihindari, berangkat dari hal itu Aming Aminoedhin memutuskan untuk menulis puisi untuk anak-anak yang disisipi pendidikan karakter, pendidikan moral, pendidikan agama dan lain sebagainya.***

  
 diunggah oleh aming aminoedhin, 27 juli 2013