Selasa, 28 Februari 2012

Harian Sore Surabaya Post


SEJARAH BERDIRI HARIAN SORE SURABAYA POST

(REDAKSI, WARTAWAN, DAN PENULIS SASTRANYA)
Oleh: Aming Aminoedhin




Berdirinya Harian Sore Surabaya Post

Surat kabar yang berlogo gambar tugu pahlawan dengan berlatar belakang gedung tua (termasuk gedung cagar budaya), bernama kantor Pemerintah Provinsi Jawa Timur itu, bernama Harian Sore Surabaya Post.
Dalam menelusuri tentang sejarah berdirinya koran Harian Sore Surabaya Post, peneliti memang agak kesulitan mencari datanya. Namun demikian, berkat keseriusan dalam mengolah data penelitian ini, maka peneliti harus mencari di beberapa perpustakaan, dan wawancara, serta mengedarkan kuisener pertanyaan kepada para mantan wartawannya. Hal itu pun tidak mudah, karena beberapa wartawan Harian Sore Surabaya Post, sudah tidak ingat lagi atas sejarah perkembangannya. Bahkan beberapa yang lain sudah meninggal dunia, seperti misalnya RM Yunani Prawiranegara.
Beberapa mantan wartawan Harian Sore Surabaya Post yang dapat dimintai keterangan di antaranya: M. Anis, Rusdi Zaki, Rokim Dakas, dan Rakhmat Giryadi.

Dari beberapa catatan mengenai perjalanan panjang sejarah penerbitan koran atau surat kabar di Provinsi Jawa Timur, maka salah satunya adalah Harian Sore Surabaya Post, yang didirikan oleh seorang pasangan suami istri, Abdoel Azis dan Toety Azis. Menurut beberapa data referensi dan dokumentasi, serta hasil wawancara dan kuisener dengan beberapa mantan wartawan Surabaya Post, (kata Rokim Dakas dan Rusdi Zaki, wawancara pada 8 April 2011) yang bisa dikumpulkan peneliti, bahwa Harian Sore Surabaya Post, berdiri sejak 1 April 1953.
Selain surat kabar Harian Sore Surabaya Post, pada waktu yang bersamaan, ada juga terbitan surat kabar lain, yaitu harian Jawa Pos, Bhirawa, Karya Dharma, Memorandum, dan Surya. Harian Sore Surabaya Post mempunyai visi ‘mempertahankan warisan budaya’ dan mempunyai andil besar dalam menggalang dan mempertahankan derasnya pengikisan situs sejarah. Termasuk pembongkaran gedung-gedung bersejarah yang punya nilai cagar budaya.
Harian Sore Surabaya Post, adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang penerbitan berupa surat kabar umum yang diterbitkan oleh PT Media Delta Espe. Harian ini terbit sore setiap hari, termasuk edisi Minggu (kecuali hari libur Nasional tidak terbit), yang berkantor pusat di Jalan Taman Ade Irma Suryani (TAIS) Nasution 1 Surabaya 60271. Sebelumnya, kantor redaksi Harian Sore Surabaya Post, beralamat di Jalan Pahlawan, Surabaya; bersama surat kabar dan majalah lainnya, seperti koran Memorandum dan Majalah Liberty.
Adapun isi surat kabar sore ini memuat tentang berita-berita lokal kota Surabaya, berita Jawa Timur, berita luar negeri, serta berita olah raga, seni budaya, ekonomi, iklan, dan sebagainya. Secara terbitan koran, Harian Sore Surabaya Post, tercatat sebagai koran yang berhasil menggabungkan kepentingan bisnis dengan idealisme kewartawanan. Bahkan sejak awal harian sore ini telah berusaha mengembangkan jurnalisme damai, dan tidak mengambil keuntungan atas pemberitaan. Demikian kata Ali Salim (Tempo On-Line, 06 Mei 2002) salah satu mantan wartawan Surabaya Post. Begitu pula dala m hal rubrik seni dan budaya, Harian Sore Surabaya Post, kata Rusdi Zaki (Wawancara di Dewan Kesenian Surabaya, 8 April 2011), juga mantan wartawan Surabaya Post, bahwa Surabaya Post selalu memuat berita-berita seni budaya setiap harinya, serta memuat artikel seni budaya, kritik seni, dan karya sastra (baik puisi, cerpen, dan cerita sambung), pada setiap terbitan edisi hari Minggu-nya. Sehingga Harian Sore Surabaya Post, juga merupakan barometer bagi para sastrawan dan penyair di dalam dan luar Provinsi Jawa Timur, sebagai ajang bergengsi bagi termuatnya sebuah karya sastra.
Sementara itu Rokim Dakas mengatakan bahwa halaman seni budaya tersebut berisi rubrik: esai, resensi buku, feature, sketsa, puisi (baik berbahasa Indonesia maupun Jawa), cerpen, komik strip, dan cerita bersambung. Melalui halaman seni budaya Harian Sore Surabaya Post inilah, keterangan Rokim Dakas (wawancara, dan dari hasil dari kuisener ditulisnya, 8 April 2011) menambahkan, bahwa perkembangan masuknya naskah-naskah sastra (baik cerpen, puisi, esai/kritik sastra) semakin menggairahkan semangat para sastrawan untuk dapatnya mempublikasikan karya-karyanya. Jumlah karya yang masuk ke redaktur cukup banyak jumlahnya, sehingga merasa kewalahan untuk memuatnya.
Hal senada juga disampaikan Rusdi Zaki, sebagai redaktur puisi. Menurut Rusdi, melalui halaman seni budaya Harian Sore Surabaya Post ini, banyak memunculkan pengarang muda yang baru, dan kemudian mempunyai nama cukup dikenal di tingkat nasional, seperti: Arief B. Prasetyo, HU Mardiluhung, Tjahjono Widarmanto, Tjahjono Widiyanto, Kusprihyanto Namma, dan beberapa nama lainnya.
Secara terpisah, M. Anis (wawancara di Dewan Kesenian Surabaya, 7 September 2011) yang juga mantan wartawan Harian Sore Surabaya Post, mengatakan bahwa secara honorarium penulisan karya sastra (cerpen, puisi, kritik sastra, dan geguritan), dan sketsa; pada waktu itu cukup tinggi jumlahnya. Sehingga banyak kalangan sastrawan dan sketser (pelukis sketsa) mengirimkan ke Harian Sore Surabaya Post ini.
Menurut alasan, Harian Sore Surabaya Post, menerbitkan surat kabarnya pada sore hari, karena belum ada surat kabar terbit sore di kota Surabaya, dan kemudian jadilah satu-satunya koran sore yang terbit dari kota Surabaya. Kelebihan terbit sore adalah segala informasi apa saja yang terjadi mulai dari pagi hingga siang hari itu, beritanya bisa langsung dibaca hari itu juga. Selain kelebihan tersebut, Harian Sore Surabaya Post, juga punya kelemahan atau kekurangan, karena terbitnya sore hari. Kelemahan atau kekurangannya adalah keterbatasan waktu untuk pengedaran sampai ke tangan konsumen. Sedangkan jangkauan konsumennya adalah se-Jawa Timur, yang meliputi dari Kabupaten Ngawi, ujung Barat wilayah Jawa Timur, hingga Banyuwangi, ujung Timur, Jawa Timur; serta wilayah luar pulau yaitu Madura.
Namun menurut Sirikit Syah, mantan wartawan Surabaya Post, pada tulisan artikelnya ‘Saya dan Surabaya Post’ (Bloger Sirikit Syah, 31/10/2008) dikatakan, “Dalam hal isu berita, koran sore selalu lebih dulu, lebih cepat, dalam menangkap dan menyebarkannya kepada pembaca. Berita yang disampaikan adalah kabar terbaru, berita hari ini, bukan gambaran dari sebuah peristiwa berita.”
Hal ini membuktikan bahwa surat kabar atau koran yang terbit sore hari, tetaplah bisa eksis keberadaannya. Terbukti pada tahun 1960 hingga 1980-an, Harian Sore Surabaya Post, pernah mengalami masa jayanya, dengan tirasnya sebanyak 90 ribu eksemplar, setiap harinya. Bahkan ketika terjadi Perang Teluk, tahun 1991, tirasnya bahkan melonjak jauh hingga menembus 120 ribu eksemplar. Begitu pula, pada saat surat kabar Harian Sore Surabaya Post, bekerja sama dengan Kanwil Depdikbud Jawa Timur, menerbitkan suplemen tabloid koran pelajar ‘Bekal’.

Tumbuh Kembang Surabaya Post

Seperti yang telah dikemukan di muka, Harian Sore Surabaya Post, adalah sebuah perusahaan yang bergerak pada bidang penerbitan berupa surat kabar umum, yang tentunya mengalami juga pasang surut dalam penerbitannya. Apabila pada tahun berjaya penerbitannya tahun 1960 hingga 1980-an, dan bahkan tahun 1991-an, semakin melonjak tinggi tiras terbitannya hingga mencapai 120-an ribu ekssemplar; maka pada tahun-tahun berikutnya tercatat kian semakin merosot tirasnya.
Beberapa indikasi akan menurunnya tiras penerbitan adalah karena meninggalnya pemimpin umum, Abdoel Azis tahun 1984, dan kemudian digantikan istrinya, Toety Azis sebagai pucuk pimpinan. Di samping itu, menurut catatan data dari kuisener, pihak manajemen pengelola yang tidak transparan, sehingga menjadikan Harian Sore Surabaya Post, semakin lama semakin merosot kualitas maupun kuantitas terbitannya.
Harian Sore Surabaya Post dalam perjalanan panjangnya, telah mengalami berbagai pasang surut penerbitannya, dan secara terbitan surat kabar, telah pernah bekerja sama dengan pihak lain. Pada tahun 1996, ketika pemimpin umumnya dipegang oleh Ny. Toety Azis, Harian Sore Surabaya Post, pernah bekerja sama dengan Kantor Wilayah Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (Kanwil Depdikbud) Provinsi Jawa Timur, yang pada waktu itu kepalanya dipegang oleh Drs. H. Atlan, dengan mencetak suplemen tabloid koran pelajar Jawa Timur bernama ‘Bekal’.
Tabloid koran pelajar Jawa Timur ‘Bekal’ ini diharapkan merangsang para siswa dan guru di Jawa Timur, untuk gemar membaca dan menulis. Sehingga mereka (para siswa dan guru) tidak hanya disuruh membaca saja, tapi juga diberi ruang/rubrik tersendiri guna ikut menulis.
Dalam susunan keredaksional tabloid koran pelajar Jawa Timur ‘Bekal’ ini, antara lain tercatat, sebagai Pemimpin Umum/Redaksi dan Penanggung Jawab adalah Ny. Toety Azis. Pemimpin Perusahaan dipercayakan Tatang Istiawan. Pembina Guru dan Siswa, dipegang Kepala Kantor Wilayah Depdikbud Jatim , Drs. H. Atlan. Pembina Teknis Guru dan Siswa: Drs. MS Abbas, Gatot Bibit Bibiono, dan Imung Mulyanto. Koordinator Pengasuh Bekal: Heri Priyono. Sedangkan kontributor tulisan: Drs. Budi Iswanto, MA.Ph.D, Drs. Rasiyo, M.Si, Ir. Eddy Soewarni, Drs. Karsono, dan Drs. M. Amir Tohar (lebih dikenal dengan nama Aming Aminoedhin).
Selama dua tahun tabloid kora pelajar Jawa Timur, bernama ‘Bekal’ ini cukup mendapatkan respons yang positif dari kalangan siswa dan guru, dan bahkan melalui tabloid ini pula dirancang beberapa kegiatan lomba, dan pelatihan jurnalistik bagi siswa di berbagai daerah. Daerah tersebut, antara lain: Surabaya, Malang, Kediri, Jember, Madura, dan Madiun.
Suplemen koran pelajar ‘Bekal’ ini dicetak dua minggu sekali, dan disisipkan pada Harian Sore Surabaya Post terbitan edisi Minggu. Koran pelajar ‘Bekal’ memuat tentang berita-berita profil sekolah, pesantren, soal-soal latihan ujian, tulisan karya siswa dan guru, serta tulisan tentang tokoh-tokoh pendidikan di seluruh Jawa Timur.
Secara hitungan, penerbitan Harian Sore Surabaya Post tirasnya melonjak tajam jumlahnya, apalagi ketika edisi Minggu, saat koran pelajar ‘Bekal’ harus dicetak, guna didistribusikan ke sekolah-sekolah se-Jawa Timur.
Tabloid koran pelajar ‘Bekal’ ini berhenti dicetak, ketika Harian Sore Surabaya Post, mengalami kemerosotan keuangan. Lebih lagi, pada saat itu, Juni 1998, negara Indonesia sedang mengalami krisis moneter (krismon), seiring jatuhnya Pemerintahan Soeharto.
Setelah tidak terbitnya tabloid koran pelajar Jawa Timur ‘Bekal’, maka pada penerbitan berikutnya, tahun 1999, Harian Sore Surabaya Post, membuka halaman “Planet Bocah” dan rubrik “Tia Amo – Bekal Pelajar Gaul” yang di dalamnya memuat beberapa karangan anak-anak dan pelajar. Di antaranya, rubrik ‘Calon Pengarang’ (berisi puisi, lukisan, dan cerita anak), Dongeng Anak, Kronik Pelajar, Tanya-Jawab Pelajar, Berita-berita Sekolah, dan Profil Pelajar Berprestasi.
Halaman “Planet Bocah” ini sepertinya sebagai pengganti tabloid koran pelajar Jawa Timur ‘Bekal’ yang tidak lagi diterbitkan sebagai suplemen edisi Minggu dari Harian Sore Surabaya Post. Atau setidaknya menampung tulisan-tulisan para siswa yang telah banyak mendapatkan pelatihan jurnalistik, sewaktu ‘Bekal’ masih berjaya tersebut.
Setelah itu, Harian Sore Surabaya Post, semakin merosot tajam, baik kualitas maupun kuantitasnya. Bahkan terjadi kericuhan yang menyangkut persoalan manajemen peusahaannya. Pada tanggal 4 November 1998 dibentuklah Serikat Pekerja Pers -Surabaya Post (SPP-SP) termuat di Tempo On-Line, 29 Maret 1999) yang mencoba menjembatani komunikasi dan memperjuangkan kesejahteraan karyawan.
Kelompok SPP-SP inilah yang kemudian mengadakan unjuk rasa di depan Kantor Harian Sore Surabaya Post, Jalan TAIS Nasution 1 Surabaya, guna menuntut Tatang Istiawan, sebagai pemimpin perusahaan; dicopot dari jabatannya. Menurut mereka, bahwa Tatang, sewenang-wenang dalam memimpin perusahaan, uang jamsostek tidak diberikan, uang jaminan ditahan, dan dituduk melakukan korupsi. Bahkan tidak hanya di depan kantornya, SSP-SP juga berunjuk rasa di kantor DPRD Jawa Timur.
Akibat dari buntut kericuhan para pekerjanya, Harian Sore Surabaya Post, mulai akhir bulan Maret 1998 tidak terbit lagi hingga 1 April 1999.
Kericuhan SSP-SP inilah yang kemudian membuat Harian Sore Surabaya Post, berubah menjadi surat kabar yang berganti nama, yaitu Harian Sore Surabaya News yang berkantor di Jalan Sumatra Surabaya.
Setelah berganti nama Harian Sore Surabaya News, kerdekasionalannya masih banyak ditangani oleh orang-orang lama Surabaya Post, meski ada juga nama-nama yang baru. Mereka itu antara lain: RM Yunani Prawiranegara, Adriono, dan banyak lagi. Menurut keterangan Rusdi Zaki dan Rokim Dakas, bahwa Harian Sore Surabaya News hanya bertahan hidup sekitar satu tahun, yaitu sekitar tahun 1998 hingga 1999-an. Setelah bernama Harian Sore Surabaya News, surat kabar ini berganti lagi dengan nama Harian Sore Surabaya Post kembali.
Tidak hanya sekali saja Harian Sore Surabaya Post, menyertakan suplemen seperti koran pelajar Jatim ‘Bekal’, tapi juga menerbitkan suplemen ‘Tabloid Kredit’ pada tahun 1999 yang lalu. Pada waktu itu, pemimpin umum dan wakilnya dipegang oleh Didy Indriani Aziz dan Indra Jaya Aziz, yang merupakan anak-anak Toety Aziz sendiri.
Dengan adanya suplemen ‘Tabloid Kredit’, Harian Sore Surabaya Post tidak menjadikan lebih berkembang, seperti halnya ketika membuat suplemen ‘Bekal’, yang tirasnya melonjak tajam; akan tetapi semakin tidak laku, dan merosot keuangan, serta manajemennya

Redaksi dam Wartawannya

Harian Sore Surabaya Post, dalam perjalanan panjangnya, mengalami perubahan dalam susunan keredaksionalannya. Dari yang pertama kali hingga yang terakhir kalinya, ketika ditangani oleh para putra-putri dari pasangan Abdoel Azis dan Toety Azis.
Pada awal penerbitannya pemimpin umum ditangani oleh Abdoel Azis, dan wakil pemimpin umumnya Toety Aziz, kemudian pada saat Bapak Abdoel Azis meninggal dunia tahun 1984, maka pemimpin umum dan wakil pemimpin umum dipegang oleh Ibu Toety Azis sendiri.
Pada perkembangan berikutnya, ketika Harian Sore Surabaya Post, mengalami kemerosotan dalam tiras penerbitannya, susunan keredaksionalanya juga berubah-ubah.
Pada tahun 1999, susunan keredaksionalan Harian Sore Surabaya Post, juga berganti nama-nama yang mana dipegang oleh para anak-anak pasangan Abdoel Azis dan Toety Azis, yaitu: Pemimpin umum: Dindy Indriyani Azis, dan wakil pemimpin umum dipegang Indra Jaya Azis. Sementara itu, wakil pemimpin redaksi dipegang oleh: Zainal Arifin Emka dan Imam Pudjiono. Redaktur pelaksananya: Dja Welman Son Andries, Sukemi, dan Budi Harminto. Sedangkan beberapa nama yang memegang meja redaktur antara lain: Djoko Pitono Hadiputro, Adriono, M. Ali Akbar, Imung Mulyanto, Gatot Susanto, Bambang Eddy Santosa, Oentari Swandayani, Syamsul Arifin, Budi Setiawan, dan banyak nama lagi.
Pada perkembangan berikutnya, tepatnya pada bulan April 2000, keredaksionalan Harian Sore Surabaya Post berganti lagi nama-namanya. Pemimpin umum/Pemred/Penanggung Jawab: Indra Jaya Azis, Wakil Pemimpin Umum: Syahrul Bakhtiar. Pelaksana Harian/Wapemred/Penanggung Jawa: Zainal Arifin Emka, dan Wakil Pemimpin Redaksinya dipegang: Sukemi dan Dja Welman Son Andries.
Redaktur Pelaksana: Caturahadi, Asisten Redaktur Pelaksananya: Budi Harminto dan Gatot Susanto. Sedangkan redaktur dan wartawan-wartawan daerahnya, masih seperti ditempati oleh nama-nama orang tahun sebelumnya.
Seringnya pergantian nama-nama keredaksionalan Harian Sore Surabaya Post inilah, yang mencerminkan ketidakstabilan dalam pengelolaan dan manajemennya. Sehingga mulai tahun itu pula, Harian Sore Surabaya Post, kian tajam tiras/oplagnya di pasaran surat kabar Jawa Timur.
Apabila membicarakan wartawan, maka para wartawan Harian Sore Surabaya Post, pada periode tahun 1991 hingga 2000, beberapa namanya cukup dikenal masyarakat, karena tulisan-tulisan beritanya yang tajam dan berani, serta berimbang dalam menyajikan dalam pemberitaannya. Mereka itu antara lain: RM Yunani Prawiranegara, Syahrul B. Hidayat, M. Anis, Jil Panjagir Kalaran, Rusdi Zaki, Saiff Bakham, Saiful Irwan, Imung Mulyanto, dan banyak lagi. Sedangkan wartawatinya, tercatat nama Sirikit Syah dan Muflihana.
Sedangkan wartawan daerah dari Harian Sore Surabaya Post ini, juga tak kalah tajam dalam penulisan beritanya, antara lain: Heruyogi (Malang), Kun Haryono (Mojokerto), Sonhaji (Lamongan), Suyono HS (Jember), M. Daroini (Kediri), M. Halwan Aulawi (Madiun), Surat Ashari (Ngawi), A. Zaenal Lennon (Sumenep), Abdul Barri (Tuban), Ali Mochtar (Probolinggo), Achmad Nawawi (Blitar), dan banyak lagi.
Percetakan yang digunakan menerbitkan surat kabar Harian Sore Surabaya Post ini adalah percetakannya milik keluarga Abdoel Azis sendiri, yaitu PT Surabaya Post Printing, yang berlokasi di Jalan Sikatan 11-15 Surabaya 60175.

Beberapa Nama Penulis Kritik Sastra dan Sastrawan

Seperti dikatakan Rusdi Zaki di muka, bahwa Harian Sore Surabaya Post selalu memuat berita-berita seni budaya setiap harinya, serta memuat artikel seni budaya, kritik seni, dan karya sastra (baik puisi, cerpen, dan cerita sambung), pada setiap terbitan edisi hari Minggu-nya. Sehingga Harian Sore Surabaya Post, juga merupakan barometer bagi para sastrawan dan penyair di dalam dan luar Provinsi Jawa Timur, sebagai ajang bergengsi bagi termuatnya sebuah karya sastra. Termasuk di dalamnya adalah tulisan tentang kritik sastra.
Sejalan dengan hal tersebut, maka banyak pengarang-pengarang kritik sastra, baik dari Jawa Timur maupun luar Jawa Timur, yang tulisan kritik sastranya termuat di Harian Sore Surabaya Post. Beberapa nama yang bisa didentifikasi peneliti antara lain, berasal dari Jawa Timur: Suripan Sadi Hutomo, Akhudiat, Setya Yuwana Sudikan, Djoko Su’ud Sukahar, Beni Setia, Henri Nurcahyo, M. Shoim Anwar, Aming Aminoedhin, Bonari Nabonenar, Putera Manuaba, Dukut Imam Widodo, Tengsoe Tjahjono, Sirikit Syah, Suparto Brata, Wawan Setiawan, dan Hazim Amir. Sedangkan penulis kritik sastra di luar Jawa Timur, tercatat: Afrizal Malna, Abdul Hadi WM, Nyoman Tusthi Eddy, Linus Suryadi AG, Korrie Layun Rampan, Yusuf Susilo Hartono,Teguh Winarsho AS, Halim HD.,M. Fudoli Zaini, Adi Wicaksono, dan Agus Noor.
Selama kurun waktu antara tahun 1991-2000 yang berperanan sebagai redaktur budaya Harian Sore Surabaya Post adalah nama-nama seperti: Saiff Bakham, Adriono, Jil Panjagir Kalaran, Imung Mulyanto, M. Anis, Saiful Irwan, RM Yunani Prawiranegara, dan Rusdi Zaki.
Ada pun pengarang sastranya yang banyak menulis, dan karya termuat di harian sore ini, antara lain: Zoya Herawati, Agus Sunyoto, Viddy Alymahfoedh Daery, Widodod Basuki, Djajus Pete, Budi Palopo, Moes Loindong, Ang Tek Khun, Syaf Anton WR, Sugeng Wiyadi, Yatie Setiawan, Aming Aminoedhin, M. Anis, Iwan Yongkinata, Tengsoe Tjahjono, Beni Setia, Bagus Putu Parto, Herry Lamongan, Surasono Rashar, Pudwianto Arisanto, D. Zawawi Imron, Suparto Brata, Arief B. Prasetyo, HU Mardiluhung, L. Machali, Tjahjono Widarmanto, Kusprihyanto Namma, Tjahjono Widijanto, Bonari Nabonenar, Budi Darma, M. Shoim Anwar, Rusdi Zaki, Jil Panjagir Kalaran, Suripan Sadi Hutomo, Wawan Setiawan, Sirikit Syah, Akhudiat, Indra Tjahyadi, dan masih banyak lagi. Pengarang dari luar Jawa Timur: Agus Noor, Afrizal Malna, Remmy Novaris DM, Linus Suryadi AG, Adi Wicaksono, dan banyak lagi.
Sedangkan selama kurun waktu antara tahun 1991-2000, tercatat nama-nama pengarang yang menulis di Harian Sore Surabaya Post, antara lain: Dukut Imam Widodo dengan karyanya berdujul ‘Stamboel Soerabaia’, Hardjono WS dengan karyanya ‘Saumi’, serta Max Arifien dengan karya terjemahannya berjudul ‘Kemelut’ karya Sadeg Hidayat.
Demikian catatan penulis yang sekaligus peneliti bidang sastra di Balai Bahasa Surabaya. Semoga ada guna manfaatnya bagi pembaca blog saya, amingaminoedhin.blogspot.com. Salam dari desaku Canggu!

Mojokerto, 27 Februari 2012
Aming Aminoedhin, sang penyair