Minggu, 31 Januari 2016

GERAKAN INDONESIA MENULIS SASTRA

GIM AJAKAN MENULIS SASTRA
Oleh: Aming Aminoedhin

Salam sastra Adik-adik!
Secara mudah bicara puisi berarti bicara soal kata yang ditata rapi dengan ketentuan sangat berbeda, jika dibandingkan tulisan berupa kalimat biasa, atau yang ditulis secara prosa (yang kemudian biasa disebut: cerpen, novel, atau roman). Agar sedikit gamblang dan mudah, puisi adalah salah satu ragam karya sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta dalam penyusunan larik dan baitnya. Puisi yang baik adalah puisi yang sedikit kata, tapi punya banyak makna.
            Beberapa waktu lalu, 2015, Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT), menyelenggarakan “Gerakan Indonesia Menulis (GIM) Puisi” bagi siswa Sekolah Dasar se-Jawa Timur di GOR - Unipa Surabaya. Ada seribu anak siswa ikut dalam kegiatan ini. Cukup menggembirakan tentunya. Sebab mereka menulis dengan sungguh-sungguh untuk sebuah puisi yang telah ditentukan temanya oleh Panitia Lomba.
Gerakan Indonesia Menulis 2015’ ini, tidak hanya untuk tingkat SD sederajat saja, melainkan juga SMP dan SMA sederajat. Jika tingkat SD menulis puisi, maka untuk tingkat SMP dilombakan menulis cerpen, dan SMA menulis esai. Gerakan ini bertujuan untuk  menumbuhkembangkan minat menulis sejak dini, memotivasi generasi muda untuk memiliki kebiasaan gemar menulis dan meningkatkan mutu pendidikan mereka.
Barangkali upaya BBJT menyelenggarakan lomba menulis semacam ini, perlu mendapatkan apresiasi tinggi. Sebab dengan mengadakan lomba menulis, mengajak para siswa di Jawa Timur untuk lebih kreatif, kompetitif, dan mengarah ke hal yang positif. Harapan berikut agar mereka tidak hanya berhenti pada saat ada lomba seperti ini saja, melainkan bisa terus menulis, dan menulis lagi. Bahkan diharapkan, mereka bisa kecanduan menulis, baik di koran atau majalah; sehingga menghasilkan yang produktif. Dapat honorarium dari hasil tulisan-tulisannya, baik itu: puisi, cerpen, atau esai.

Lomba Menulis Puisi dalam GIM










Membaca 1000 puisi karya anak-anak siswa se-Jawa Timur yang dilombakan dalam GIM oleh Balai Bahasa Jawa Timur 2015, sungguh saya sangat senang. Ternyata, mereka cukup banyak yang bakat dalam penulisan puisi ini. Bahkan banyak pula yang dalam penulisan puisinya sudah berisi kritikan tentang rusaknya alam, serta pesan agar manusia berlaku baik terhadap alam kepada pembacanya. Kita simak puisi berikut ini:

KERUSAKAN LINGKUNGAN
Vilonia Jasmine E Ifadi
SDN Buduran

kau yang kini tertawa
bermandikan harta
berkawankan kemewahan
dari mana kau dapatkan semuanya
                dari pohon yang kau tebang
dari hewan yang kau bunuh
dari tanah yang kian tandus
dari air yang kian kering
dari sungai yang kian kerontang
dari hutan yang kau jadikan kebakaran
dari asap tebal yang dibakar
apakah kau tak ingat
masih ada anak cucu kita
yang mengharap udara segar
mengharap kesejukan alam
mengharap keindahan dunia
mengharap hijaunya daun
mengharap rindangnya pepohonan
                tidaklah kau sadar
ada banyak nyawa yang kau ambil
ada banyak harapan yang kau renggut
wahai para perusak alam
ingatlah pada hukum alam
kita butuh alam yang indah
kita butuh alam yang sejuk
kita hidup dalam alam
kita bergantung pada alam
jagalah alam
seperti kau menjaga rumahmu sendiri
karena alam kita adalah alam anak cucu kita*

            Dalam penulisan puisinya, bahkan Vilonia Jasmine E Ifadi menggunakan repetisi, sehingga puisi ini menjadi lebih apik dan menarik jika dibacakan. Simaklah bait dua dengan pengulangan kata ‘dari..’, bait ketiga kata ‘mengharap...’ dan bait keempat  ‘ada banyak...’ dan ‘kita butuh...’
            Sementara dalam penulisan puisi yang baik itu, diperlukan kejujuran dan kepolosan penulisnya. Lebih lagi jika penulisnya itu adalah anak-anak siswa SD, maka kejujuran itu muncul itu dengan apa adanya. Biasanya, mereka akan menulis apa yang mereka lihat, dengar, dan rasakan saat mereka bermain. Tanpa rekayasa, dan sangat apa adanya. Lihatlah puisi-puisi berikut ini:
           
DI POHON SAWO
KUDENGAR BURUNG BERKICAU
Dyah Cahyaning Pramesti
SD Muhammadiyah 3 Ikrom Wage

Di belakang rumahku
Sebatang sawo tumbuh lebat menghijau
Daunnya yang rimbun
Membuat burung-burung tertegun
                                Ketika pagi hari, aku bangun
                                Di pohon sawo, kudengar burung berkicau
Burung pipit ramai bercuit
Burung kutilang berteriak lantang
Burung trucukan bersahutan.
Ketika siang hari
Di pohon sawo, kudengar burung berkicau
Derkuku hinggap terus berlagu
Perkutut pun datang bersuara merdu.
                Ketika sawo berbuah
Kicau burung kian meriah
Mereka bernyanyi sambil makan buah
Ayo burung-burung datanglah
Biar kudengar kicauanmu yang indah.**






TARIAN SEKELOMPOK DAUN
Putu Retno Indriyani Manik
SDN Pucang III Sidoarjo

Kupandangi dedaunan itu
Ia diterpa angin yang kencang
Awalnya mereka tampak menari
Tetapi daunnya gugur satu per satu
                Andai mereka dapat berkata-kata
Mungkin mereka akan berteriak meminta tolong ‘tuk diselamatkan
Ketika angin kencang bertiup keras mendorongnya
Goyangan dedaunan itupun semakin menjadi-jadi, meliuk ke kanan dan kiri
Rintik hujan pun mulai turun
Membasahi jalanan yang semua kering kerontang
Dedaunan itu pun mulai berhenti menari
Namun, kulihat daunnya semakin sedikit
Bunga-bunga kecil yang tumbuh di sela-sela merekapun ikut berterbangan,
Hilang tanpa sisa
Akupun berpikir…
Bahwa daun yang menari belum tentu mencintai angin.***


KE DESA
Mochammad Ariel Sulton
MI TarbiyatusSyarifah

Orang kota!
Pernahkah tuan pergi ke desa
Menghirup udara segar
Baru dicangkul menyegarkan rasa

Pernahkah tuan tegak di tepi sawah
Padi indahkan mata
Pipit bercicit
Riang gembira

Pernahkah tuan duduk di tengah ladang
Dengan peladang bersenda gurau
Menunggu jagung menjadi anggun
Sebelum cangkul pergi mengayun

Pernahkah tuan….
Pernahkah bila tuan ingin mencari penawar resah
Pergilah tuan, pergi ke desa.*


ALAMKU YANG INDAH
Akyun Nina
SDN Buduran

Gemerisik suara kicauan burung di pagi hari
Kunyanyikan lagu indah tentang alam
Teriring semilir angin di pagi hari
Membantu terbuai alam nan permai

Alamku, desaku tercinta
Kini hanya dapat kukenang
Setelah deru mesin pengolah batu itu
Merampas indahnya pepohonanku
Membakar tanah yang subur ini, dengan panas polusimu

Mungkin mereka berkepentingan
Mungkin mereka punya uang
Tapi bukan ini jalan untuk alam
Kini, kudapati udara yang kering
Bersama dedaunan yang kian menguning
Entah kapan lagi dapat kulihat
Alamku yang indah.*


DERAI CEMARA UDANG
Dzikron Fathir  R.
SDN Buduran

Angin pantai di sela hujan gerimis
Mendera pelan, sejenak
Berteduh di bawah
Pohon-pohon cemara udang

Kemudian lenyap ke arah timur
Gubuk-gubuk bamboo yang reot
Tanpa atap di tepian jalanan pantai

Pantai ini telah sepi
Hanya beberapa derai cemara udang
Hanya rintik gerimis yang tidak kunjung reda
Tidak juga menjadi hujan deras

Senja waktu ini
Tiada yang romantika tau membius kenangan
Ke dalam khayal yang beku

Ada yang berubah
Pantai ini mengubah dirinya menjadi teduh, hijau
Di beberapa sudut ditumbuhi oleh padang rumput yang banyak
Ada cemara udang, perahu nelayan yang sembilan tahun yang
lalu belum kulihat ini, adalah pantai kenangan.**



Dalam penulisan puisi-puisinya,  tampak sekali mereka menulis apa yang mereka lihat, tentang burung-burung di dekat rumahnya, tentang dedaunan, tentang desanya, tentang alam nan indah, dan tentang cemara yang mereka lihat. Mereka menulis kesederhaan dan kejujuran. Sehingga puisinya terasa enak dibaca, dan bermuatan pesan kepada pembacanya.
            Puisi yang baik adalah puisi yang ditulis dengan kejujuran penulisnya. Puisi yang baik juga memerlukan irama atau kemerduan bunyi jika dibacakan. Puisi yang baik adalah puisi yang bermuatkan pesan yang baik bagi pembacanya.
            Kelima puisi yang termuat belakangan ini, sudah mempunyai kriteria tersebut. Sedangkan puisi-puisi yang lain, sudah cukup baik, namun terkadang masih banyak terlalu boros dalam menggunakan kata-kata. Misalnya, puisinya tersebut banyak yang memuat kata-kata berimbuhan, serta seringkali menggunakan kata sambung yang sebenarnya tidak teramat diperlukan.
            Untuk sekedar saran saja, bagi Adik-adik, usahakan dalam menulis puisi itu menggunakan kata-kata ‘dasar’, artinya bukan kata yang telah mendapatkan imbuhan dan akhiran. Jika memungkinkan buanglah kata sambung ‘yang’ atau ‘dan’ dalam penulisan puisinya. Sehingga jadilah puisi yang sedikit kata, tapi punya banyak makna.
            Bagi yang menang sebagai juara, tidaklah harus merasa besar kepala; dan yang tidak juara jadikan ini semacam lecutan untuk menulis lebih baik lagi. Semoga di tahun depan, Adik-lah yang akan jadi juara. Kata orang, kekalahan tahun ini; hanyalah kemenangan yang tertunda untuk tahun berikutnya.
            Kumpulan puisi anak ini, diharapkan bisa membawa Adik-adik berlatih mem-baca dan menulis sastra, sekalian bisa dijadikan buku rujukan bagi guru, orangtua, dan siswa guna membentuk dan mengembangkan karakter budi pekerti mereka.
            Terakhir, semoga itikad baik dari Balai Bahasa Jawa Timur, dalam menyelenggarakan GIM, dan akan membukukan  karya-karya yang dihasilkan ini, membuahkan tumbuhkembangnya penulisan sastra di Jawa Timur. Semoga!
            Salam sastra!

Surabaya, 7 Januari 2016