Kamis, 27 Juni 2013

POSPENAS VI GORONTALO

PESERTA PUISI DAN STAND-UP POSPENAS 2013 JATIM
DAPAT JUARA DI GORONTALO

Selama seminggu berada di Gorontalo, 23 Juni hingga 1 Juli 2013, sungguh menyenangkan sekali, meski panas cuaca hampir seperti kota Surabaya. Saya bersama cak Rakhmat Giryadi yang diserahi mengawal dan melatih para santri/wati ikut Pospenas tersebut. Bidang yang dikawal adalah lomba cipta puisi dan stand-up komedi santri.

Alhamdulillah, Debby (santriwati asal Surabaya) dapat juara tiga lomba stand-up komedi santriwati, dan Alawi (santri asal Greskik) dapat juara dua lomba cipta puisinya.
Juri lomba stand-up salah satunya adalah  Komeng - komedian asal Jakarta.
Hanya sayang, pelaksanaannya agak kedodoran. Panitia lokal Jatim, maupun Gorontalo, tidak bisa berjalan dengan baik. Jika itu tak boleh dikatakan amburadul dalam pelaksanaan. Sejak awal berangkat dari Surabaya saja, sudah tampak kedodorannya, bus yang akan mengangkut peserta ke bandara Juanda saja terlambat datangnya. Duh....melelahkan sekali! (aming aminoedhin)*


Sabtu, 15 Juni 2013

PUISI MENOLAK KORUPSI


road show baca puisi
PUISI MENOLAK KORUPSI
pentas pertama di bumi Bung Karno


Bumi Bung Karno, yaitu kota Blitar adalah pentas perdana road-show baca ‘Puisi Menolak Korupsi’ dengan mengusung 85 penyair se Indonesia, terkumpul dalam buku berjudul sama. Sedangkan tempat pentasnya, di perpustakaan nasional Bung Karno, tepatnya di amphiteaternya. Saat itu cuaca memang tidak bersahabat, langit mendung dan rimis hujan jatuh di pelatarannya. Namun demikian beberapa penyair, telah siap membacakan puisi-puisi mereka, yang duduk di balkon-balkon mengelilingi panggung utama. Hari itu, Sabtu, 18 Mei 2013, seakan Bung Karno ikut mendengarkan kesaksian para penyair yang menolak korupsi yang kini lagi melanda para pejabat negeri ini.




Menurut keterangan Sosiawan Leak, koordinator acara,  lanjutan pentas road-show akan digelarpentaskan di kota Tegal, Jawa Tengah; pada 1-2  Juni 2013.
Tak hanya sekedar baca puisi menolak puisi, ada juga orasi pakar hukum tentang korupsi, lantas orasi sastra puisi soal korupsi, oleh Ahmadun Yossie Herfanda. Ada juga sambutan kepala Perpustakaan Bung Karno, dan Wali Kota Blitar ikut menyambut para penyair yang datang.
Malam yang bersama gerimis hujan itu, diawali dengan pentas Kelompok Perkusi Palah Panil 54, lantas kelompok Panembrama Sekar Macapat Abdiningsun. Kelompok panembrama inilah yang barangkali perlu diapresiasi, sebab mereka terdiri para ibu-ibu dan bapak-bapak yang tetap konsisten menumbuhkembangkan sastra Jawa. Barangkali mereka, sudah nenek-nenek dan kakek, tapi semangatnya tetap konsisten mengolah sastra.
Pada backdrop acara malam itu, ada tulisan besar-besar berbunyi ‘Jika Pemimpin Lupa Sumpah dan Janjinya, Maka Rakyat Wajib Mengingatkan’ terbaca jelas oleh penonton. Barangkali, para kakek dan nenek yang ikut tampil panembrama itulah, yang telah mengingatkan, meski dengan bungkus sastra Jawa.


Dalam orasi sastranya,  Ahmadun Yossie Herfanda, antara lain mengatakan bahwa “Seperti kita baca, kita dengar, dan kita lihat, bangsa ini sedang berada di dalam zaman yang -- menurut istilah Ronggowarsito -- sangat pantas disebut sebagai ”zaman edan”. Zaman di mana kebenaran dijungkirbalikkan, zaman ketika uang dan kekuasaan menjadi tuhan, zaman ketika para ”garong berdasi” berpesta merayakan kemenangan, zaman ketika hukum dan kebenaran diperdagangkan, zaman ketika ayat suci hanya dijadikan kedok untuk menzalimi rakyat sendiri, zaman ketika pemimpin negeri sudah kehilangan wibawa dan tak tahu harus berbuat apa.

Untuk itulah, malam itu mereka para penyair dari berbagai daerah di Indonesia, hadir dan tampil membacakan puisi-puisinya, untuk menolak korupsi. Meski mungkin, tak terdengar oleh para koruptor berdasi itu, tapi harapannya bisa mengingatkan orang-orang yang ingin atau tergoda jadi koruptor. Sehingga mereka tidak jadi korupsi.
Para penyair itu antara lain: Acep Syahril (Indramayu), Ahmadun Y. Herfanda (Jakarta), Ali Syamsudi Ali (Banjarbaru),  Sus Hardjono (Sragen),  Ayu Cipta (Tangerang), Sulis Bambang (Semarang), Ardi Susanti (Tulungagung), Kuncahyono PS (Wonosobo), Aming Aminoedhin dan R. Djoko Prakosa (Surabaya),  Jumari HS (Kudus),  Eka Pradaning dan Dedet Setiadi (Magelang),  Ekohm Abiyasa (Karanganyar),  Lennon Machali (Gresik), Suyitno Ethexs (Mojokerto),  Zainul Walid (Situbondo),  dan banyak lagi. Sedangkan penyair tuan rumah, kota Blitar: Andreas Edison, Bagus Putu Parto, Puput Amiranti, dan W. Haryanto.


Acara  malam itu cukup hikmat, dan tampilan beda mereka, dengan gaya bacanya sendiri-sendiri, sehingga menambah keragaman model baca puisi. Leak Sosiawan, sebagai koordinator dan sekaligus pengatur laku pembacaan puisi, menampilkan tiga penyair bareng di atas panggung. Sungguh sebuah pertunjukan baca puisi yang cukup menawan.
Selepas acara baca puisi, pas tengah malam (pukul 24.00. WIB) dilanjutkan dengan berdoa bersama di makam Bung Karno, sang proklamator negeri ini. Doanya, semoga korupsi segera sirna dari bumi ini, Indonesia tercinta. Doa dipimpin oleh Zainul Walid, penyair asal Situbondo.  (mat)***