Rabu, 09 Desember 2009

MENGGELAR MALSASA 2009

MALSASA 2009 MAU DIGELARPENTASKAN

Mereka yang akan tampil baca puisi dan guriit adalah: AF Tuasikal dengan puisi: Suara Liar Terdengar, Seliweran Kata, Selepas Kata; Akhudiat yang biasa dipanggil nama bekennya Cak Diat, akan baca: Keindahan Ada Di Mana-mana, Takziah Bagi Pornografer dan Rindu Padamu. Sementara penggagas Malsasa, Aming Aminoedhin akan tampil membaca: Surabaya Kian Melaju Maju, Di Atas Bus Surabaya-Malang, dan Kereta Hati.

Penyair asal Madiun, Anas Yusuf juga akan ikut tampil baca sajaknya bertajuk: Aku Hanya Ingin Mendengarkan Sungai, Pelarianku Menuju Hutan, Lanskap Senja Penyair. Sedangkan penyair yang se-kota dengan Anas Yusuf, berasal dari Caruban, Beni Setia, akan membaca puisi: Cempaka, Melati dan Cendana, Surga Edisi Harian, The Oldman’s Blues. Penyair yang kini jadi juragan roti, Bagus Putu Parto, menulis dan bacakan: Bung Karno-Bung Hatta, Kirim Kami Somasi!, Sajak Anak Negeri Tentang Proklamasi, dan i Manakah Kau Indonesiaku?

Kawan penyair asal Lamongan, Bambang Kempling, tampil dengan: Bertandang Kepada Angin, Pada Yang Tak Bernama, Kesunyian Mengantarmu. Sementara dedengkotnya Kostela Lamongan, Herry Lamongan malah mengirimkan guritnya yang bertajuk: Sigeg Ing Bumi, Winih Katresnan, Mendhung Klawu Ing Kendal Kemlagi. Penggurit Bonari Nabonenar, membacakan guritnya: Sajroning Sepi, Peteng, Sang Andon Laku; dan Widodo Basuki, penggurit yang pernah dapat Rancage akan bacakan: Kucing Ireng Lan Lakon SenopatI, Ritus Kelairan, Sangkan. Seorang dedengkot PPSJS (karena lama jadi Ketua PPSJS) penggurit Suharmono Kasijun akan membacakan: Ing Desa Ora Ana Apa-Apa, Ing Sendratari Ramayana. Penggurit asal Bojonegoro, J.F.X. Hoery baca guritnya: Kukuben Kabeh Kang Sumawur, Dhuh Gusti Punapa Karsa Paduka, Nalika Srengenge Ambyar Ing Plataran. Penyair dan sekaligus penggurit Budi Palopo akan membacakan: Kutabuh Rebana, Gurit Manohara, Senyum Sang Jenderal.

Fahmi Faqih, seorang penyair yang malang-melintang Surabaya-Bandung, dan terkadang Jakarta, serta Banjarmasin ini, akan membaca puisinya: Malmo, dan Perempuan Yang Menunggu, Surat Tak Bertanggal, Aku Tak Percaya. Dua orang penyair asal kota sepi Ngawi, Hardho Sayoko SPB akan baca Menjelang Fajar Penghabisan, Setelah Hingar Tinggal Sisa Gema, Sepanjang Pinggiran Hutan Jati, dan temannya Kusprihyanto Namma, akan membacakan: Suatu Siang, Untuk Hanifa Pandanarum, Catatan Tahun 2007.
Pringgo HR, penyair yang guru di Lamongan, akan membacakan: Sajak Ulang Tahun, Malam Depan Kalimas Hotel, Mengkhianati Siang. Begitu pula penyair guru, dan satu-satunya penyair perempuan yang tampil di Malsasa 2009, adalah Puput Amiranti akan bacakan:
Mustikawati, Another Day In Paradise, Mudik.

Penyair yang wartawan, dan bergiat pula di dunia teater, R. Giryadi, akan ikut tampil baca: Hari Ini Aku Mengembara, Sajak Bisu Buat Ibu, dan Bluto. Sedang penyair yang juga wartawan, Ribut Wijoto bacakan: Harga Beras, Cicak, dan Kenangan Yang Dilumuri Matahari. Begitu pula, Samsudin Adlawi, wartawan Banyuwangi ini, akan bacakan: Rumah Sepi, Pemakaman Botol-Botol, Awan Hitam.
Penyair lain yang akan tampil, adalah dari Bengkel Muda Surabaya (BMS) Sabrot dan Rusdi Zaki. Dosen yang penyair ini, Rusdi Zaki akan bacakan: Kemerdekaan Adalah, Waspadalah, Manyar Kertoarjo. Sabrot D. Malioboro-nya akan bacakan: Ibu Tanpa Potret, Bulan Berlayar, Tembaga. Penyair yang cerpenis juga, Tan Tjin Siong akan bacakan puisinya berjudul: Kerinduan I, Kerinduan II, Tentang Lagu-Mu. Sedangkan Tengsoe Tjahjono, akan baca puisi: Sebatang Rokok, Tak Ada Yang Menakdirkanmu Jadi Tikus, Bukit.
Lelaki yang kebetulan istrinya ikut pula Malsasa 2009 ini adalah W. Haryanto, akan bacakan: Keputran 2020, Masjid Dekat Tikungan, Acil+Chusnul=Segitiga.

Gelar pentas Malsasa 2009, akan dijadwalkan melibatkan 26 penulis sastra (pernyair dan penggurit) yang akan tampil (Insya Allah 17 Desember 2009, di Taman Budaya Jatim), jika tidak ada perubahan jadwalnya. Nama-nama yang akan tampil adalah: AF Tuasikal, Akhudiat, Anas Yusuf, Aming Aminoedhin, Bagus Putu Parto, Bambang Kempling, Bonari Nabonenar, Budi Palopo, Beni Setia, Fahmi Faqih, Hardho Sayoko SPB, Herry Lamongan, J.F.X. Hoery, Kusprihyanto Namma, Tan Tjin Siong, Tengsoe Tjahjono, Rusdi Zaki, Ribut Wijoto, R. Giryadi, Sabrot D. Malioboro, Samsudin Adlawi, Suharmono Kasijun, Pringgo HR, Puput Amiranti, W. Haryanto, dan Widodo Basuki.
Gelar pentas Malsasa ini adalah menjawab atas kurang adanya aktivitas sastra berlevel Jawa Timur pada tahun ini, dan sekaligus menumbuhkembangkan kembali pentas sastra di depan masyarakatnya. Karena sastra, tanpa sosialisasi secara pentas sastra semacam ini, kurang ada gaungnya. Meski saya sadar, bahwa tidak selamanya karena sosialisasi pentas sastra, mesti berhasil. Mesti bergaung! Tidak! Tidak selamanya!
Mengakhiri tulisan esai pendek ini, ijinkan saya mengutip potongan akhir puisi berjudul Keindahan Ada di Mana-mana karya Akhudiat, yang termuat di Malsasa 2009 halaman 6, yang berbunyi:

.............................................
Bersama kita buka majelis puisi ini
Selamat menikmati


Selamat bermalam sastra Surabaya bagi penikmat sastra Surabaya dan Jawa Timur, serta kawan-kawan yang ikut berpesta Malsasa 2009!@ @***


Desaku Canggu, Desember Rain 2009

Kamis, 12 November 2009

SEMINAR SASTRA BOJONEGORO

seminar sehari pengajaran bahasa dan sastra indonesia
DI MGMP BI BOJONEGORO

Menulis dan membaca sastra (khususnya: puisi) tidak mudah, maka Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) Bahasa Indonesia se-Bojonegoro menyelenggarakan kegiatan Seminar Sehari Pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Bertempat di aula SMAN 3 Bojonegoro, acara itu digelar, dengan menghadirkan Aming Aminoedhin (penyair) dan Tjahjono Widarmanto (Guru SMAN 2 Ngawi, sekaligus praktisi sastra).
Acara yang diketuai oleh Gus Jalil (Guru SMAN 1 Bojonegoro)itu, berlangsung Sabtu, 7 November 2009, diikuti sekitar 85-an peserta; yang terdiri dari guru dan mahasiswa yang peduli akan sastra Indonesia.
Menarik pula untuk dicatat, bahwa acara itu dihadiri oleh Bupati Bojonegoro, dan bahkan ikut membaca puisi. Bupati yang peduli semacam ini, memang jarang terjadi, tapi masyarakat kabupaten Bojonegoro, bolehlah berbangga hati. Karena Bupati masih peduli dengan seni, dan bahkan bahasa dan sastra, yang kebanyakan orang (baca: pejabat) tidak mau peduli.
Selain seminar yang saat diskusinya cukup hangatdengan ditandai peserta antusias bertanya soal sastra tersebut, acaranya diawali dengan pemberian hadiah kepada para siswa pemenang lomba baca cerpen dan menulis esai bagi siswa se Kabupaten Bojonegoro. Lomba-lomba tersebut dilangsungkan beberapa hari sebelumnya oleh MGMP BI Bojonegoro, kerja sama dengan wartawan, dan sponsorship.
Tradisi lomba menulis dan baca cerpen tersebut adalah cukup membanggakan, dan seharusnya diselenggarakan secara kontinyu, agar para siswa akan lebih cerdas dan punya banyak wawasan kreatif. Setidaknya, MGMP BI Bojonegoro dalam rangka Bulan Bahasa 2009 telah melangkah berbuat yang terbaik bagi negerinya Bojonegoro. Semoga upaya kreatif, kompetitif, dan positif ini akan terus bisa berlangsung setiap tahun. Semoga!
Kegiatan seminar sehari yang mendatangkan praktisi sastra, semacam kedatangan Aming Aminoedhin dan Tjahjono Widarmanto (penyair) akan menambah wawasan lebih banyak bagi para guru dalam pengajaran sastra di sekolah.
Membaca dan menulis puisi memang tidak mudah, tapi upaya mendatangkan penyair (praktisi sastra) berbicara di depan para guru dalam seminar itu, setidaknya bisa menjawabnya. Meski tidak semuanya akan bisa terjawab semua. Selamat dan sukses MGMP BI Bojonegoro! (mat).

Senin, 02 November 2009

LAMONGAN ART

AHAD, WE DAN AMING BACA PUISI DI LAMONGAN ART

Sabtu dan Minggu, 31 Oktober dan 1 November 2009, di markasnya Dewan Kesenian Lamongan (DKL) Jalan Lamongrejo (Timur Aloon-aloon Kota)Lamongan, telah digelar acara dialog sastra. Hari Sabtunya, ada tampil Tengsoe Tjahjono, IndraTjahyadi, dan Mashuri; berdialog dengan masyarakat sastra, dan para guru-guru Bahasa Indonesia. Sedangkan hari Ahadnya, 1 November 2009, tampil baca puisi Aming Aminoedhin dan W. Haryanto. Selepas acara baca-baca puisi (termasuk Cak Sonhaji, ketua DKL; Herry Lamongan, biro sastranya, dan Javed, sastrawan muda Lamongan)dilanjutkan dengan dialog sastra yang ada di Jawa Timur. Puisi-puisi yang dibacakan adalah dari antologi puisi yang berjudul "Kidung Tanjung" terbitan DKL 2009, memuat sejumlah puisi karya para penyair: W. Haryanto, Aming Aminoedhin, Tengsoe Tjahjono, Kusprihyanto Namma, Indra Tjahyadi, dan Mashuri. Pengantar buku 'Kidung Tanjung' yang ditulis Herry Lamongan, sebagai biro sastra, mengatakan, "Kehadiran seniman tamu dalam hal ini (Lamongan Art) diharapkan akan memacu kreativitas dan semangat berkarya para seniman Lamongan."
Dalam dialog sastra siang itu, dibicarakan pula soal bagaimana menulis puisi bagi pemula, bagaimana sastra mengangkat budaya lokal, apa saja yang harus dikembangtumbuhkan dalam belajar menulis sastra puisi. Lantas ada pula yang bicara soal sastra yang penulisnya menipu diri. Artinya, menulis puisi tanpa kejujuran hati kejujuran nurani. Padahal kejujuran nurani dan hati dalam menulis puisi adalah kunci!
Tampak hadir beberapa sastrawan dan pelukis muda Lamongan pada acara dialog sastra siang itu. Tampak juga penyair: Pringgo HR, Bambang Kempling, dan Dosen Sutardi; serta beberapa rekan dari Kostela.
Selain tampilan sastra, ada juga pameran lukisan yang bertajuk "Estetika Pelangi" yang diikuti 23 pelukis Lamongan. Pameran seni rupa ini digelar di Tribun Aloon-aloon Kota Lamongan dari 29 Oktober hingga 1 November 2009.
Sungguh suatu aktivitas seni yang perlu diacungi jempol tinggi-tinggi, lantaran Lamongan Art telah digelar beberapa kali, secara kontinyu setiap tahun sekali. Sukses buat teman seniman Lamongan. Sukses akan selalu mengiringi! Semoga! (mat)

Senin, 19 Oktober 2009

TEMU SASTRA JATIM

temu sastra jatim 2009
di kantor budpar jatim


selama dua hari, 13-14 oktober 2009 lalu, ada 'temu sastra jatim' di kantor kebudayaan dan pariwisata jawa timur, jalan menanggal, surabaya. ada 15 penyair tampil baca puisi, di antaranya: af tuasikal, aming aminoedhin, w. haryanto, tengsoe tjahjono, tjahjono widarmanto, s. yoga, dan banyak lagi.
sebagai pembicara tampil: beni setia (caruban, madiun), dan tjahjono widijanto (ngawi) membahas perkembangan kepenyairan jawa timur.
selain 15 penyair tampil dan 2 pembahas bicara, diundang pula beberapa penyair dan pemerhati sastra dari seluruh jawa timur. kegiatan temu sastra ini adalah yang keempat, dan akan diagendakan setiap tahun diselenggarakan, demikian kata bagus purnomo,kabid seni dan perfilman dinas kebudayaan pariwisata jatim, dalam sambutan pembukaannya.
r. giryadi, sebagai pemrakarsa kegiatan ini, meyakinkan akan ada penilaian buku sastra pada tahun mendatang, pada acara yang sama. demikian dikatakan giryadi, saat menutup acara. maka perlu kiranya, penyair kini membuat buku kumpulan puisi, tandasnya!(mat).

Selasa, 06 Oktober 2009

MEMBANGUN NEGERI PORSENI

MEMBANGUN NEGERI PORSENI
karya : aming aminoedhin

Mentari pagi ini begitu indah di timur memerah
Seindah wajah kita akan bertempur
Menorehkan catatan sejarah
Pada sepekan di negeri porseni Jawa Timur ini

Negeri Jawa Timur negeri nan makmur
Para siswanya pandai berolah raga
Pandai pula mengolah komposisi artistik seni
Untuk diadu, digelar dalam ajang negeri porseni

Negeri porseni adalah negeri kibar bendera
Berwarna-warni indah di mata indah di hati
Negeri porseni adalah ajang saling tantang di gelanggang
Negeri suara-suara genderang berdentang
Negeri porseni adalah negeri menantang
Siapa unggul akan jadi pemenang

Tapi negeri porseni tidak hanya itu, saudaraku
Porseni juga ajang bersahabat, ajang saling berjabat
Mengakui keunggulan lawan tanpa menggerutu
Men sana in corpore sano
Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat

Senja meremang, mentari akan tenggelam
Indah sinar-merahnya adalah sugesti bagi kita
Dengan membangun negeri porseni kami semua
Berucap terima kasih kepada Bapak Rasiyo
Terima kasih pula kepada Bapak Imam Utomo
Jayalah porseniku
Jayalah Jawa Timurku
Jayalah negeriku, Indonesia tercinta

Surabaya, 23 Juli 2006

Catatan:
Instruktur: Fauzi, praktisi teater (Guru Bahasa Indonesia SMAN 6 Surabaya. Penulis Puisi: Aming Aminoedhin, penyair (Balai Bahasa Surabaya.
Peserta Musikalisasi Puisi: Para siswa SMPN 1, 3 dan 4, SMAN 5, serta SMP Stanislause Surabaya; sekitar 30-an peserta dan 7 pemusik. Puisi tampil di pembukaan PORSENI SLTP JATIM 2006.

Minggu, 27 September 2009

MENGEJAR PRESTASI

MENGEJAR PRESTASI
karya: aming aminoedhin


Langkah-langkah melaju maju
Lari seribu mengejar mimpimu
Berdetak langkah melompat harap
Berderap lari meraih tercepat

Pekan Olahraga Jawa Timur
Wadah bersahabat, ajang saling berjabat
Akui keunggulan lawan tanpa menggerutu
Akui kekalahan jika lawan lebih bermutu
Men sana in corpore sano
Dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa nan kuat

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang gelorakan olahraga bagi masyarakat
Ajang gelorakan masyarakat berolahraga

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang saling tantang di gelanggang
Bersama suara-suara genderang berdentang
Bersama kibar bendera warna-warni melayang-layang
Siapa unggul pasti jadi bintang
Siapa juara pasti jadi pemenang

Pekan Olahraga Jawa Timur
Ajang mengukir prestasi daerahnya sendiri
Ajang mengukur sportivitas dengan kualitas
Ajang mengakar persahabatan antar-sesama
Ajang mempersatukan masyarakat kita
Masyarakat Jawa Timur nan makmur ini

Langkah-langkah melaju maju
Lari seribu mengejar mimpimu
Berdetak langkah melompat harap
Berderap lari meraih tercepat
Menjemput prestasimu!

Mari kita lari mengejar mimpi!
Mari kita lari mengejar prestasi!


Mojokerto, 7/9/2009

Catatan:
puisi ini dibacakan pada pembukaan PORPROV JATIM II di GOR KEN AROK MALANG 5 Oktober 2009, yang dimainkan dalam bentuk "Teaterikalisasi Puisi" dengan 47 penari, 5 pembaca puisi, dan 10 pemusik. Penulis puisi: Aming Aminoedhin, Sutradara: Anang Hanani, Guru Pendamping: Drs. Fauzi (SMAN 6 Surabaya). Penata tari: Tetra Yogiarta, Pemusik: Pambuko Kristian, Pembaca puisi: Lela Latifah, Faris, Ganda, Helen Novitri, dan Aditya. Penari antara lain: Firdha, Intan, Karina Amelia, Fransisca, Mitra, Audya Aanda, Rezza, Yanuar, Rizka DA, Dyah. Inge, Astrid dan banyak lagi.
Tampilan mereka cukup mengesankan para peserta dan hadirin, utamanya: MenPORA Adhyaksa Dault, Ketua KONI Jatim Imam Utomo, dan Gubernur Jatim Pakde Karwo.
Tampilan mereka didanapanitiai oleh Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur.
Acara ini ditayangkan langsung (on-air) via JTV-Rek dan TVRI Surabaya.(mat).***

Baca Puisi di Ngawi & Reuni Yani Gama


BACA PUISI DI NGAWI DAN REUNI YANI GAMA
Oleh: Aming Aminoedhin


Lebaran tahun ini, tepatnya tanggal 20 September 2009, seperti biasa Aming Aminoedhin pulang kampung di kotanya nan indah, Ngawi. Ada yang menarik pada lebaran tahun ini, masjid agungnya (yang dirobohkan itu) kini telah berdiri. Begitu gagah begitu indah.
Peristiwa lain yang tak kalah menariknya, adalah adanya acara "Penyair Baca Puisi dan Diskusi Sastra" di rumah seni 'Mh. Iskan' jalan Trunojoyo 90 Ngawi. Ada banyak kawan bertemu di acara ini: Hardho Sayoko SPB, Kuspriyanto Namma dan seabreg muridnya teater 'Magnit' itu, Mh. Iskan, dan tentunya Aming Aminoedhin. Acara ini digelar 22 September2009, dua hari setelah idul fitri. Selepas Isya hingga sekitar pukul 22.00.WIB. Sebenarnya banyak yang diundang, tapi sayang tak bisa datang. Beni Setia, Anas Yusuf (Madiun), Arim Kamandoko dan Tedjo (Ponorogo) semua pesan via SMS tak bisa hadir.\


Selepas acara Penyair Baca Puisi, saya lantas mendatangi acara 'Reuni Yani Gama' yang lebih dikenal Komunitas Ahmad Yani Tiga Lima (padahal sekarang namanya Jalan Yos Sudarso) bertempat di rumahnya Kanang (Wakil Bupati Ngawi) Jalan Hasanudin Ngawi.
Beberapa kawan lama tampak datang pada reuni ini. Dari angkatan zaman gak enak sampai angkatan wis rada-rada enak, dan zaman enak. Beberapa nama itu: Puguh Kadaryono, Kawit, Dirman Para, Remick 'Darsono' Atmadja, Kasan, Nggayot, Karno Leak,
Kodho, John, Pudjonya Gandik, Katir, Bintang, Singkek, Abimanyu, dan sebreg kawan yang lain. Ada dua wanita wanita cantik yang hadir: Heni dan istrinya Kanang. Sedang nama-nama     yang lain saya lupa.
Acara diisi dengan menyanyi dan menyanyi, di samping ngekek-ngekek mengenang masa lalu yang katanya indah itu. Acara rampung sekitar pukul 01.00. WIB. Lantas dilanjut ngopi di Alun-alun Ngawi, hingga pukul 03.00. dinihari.


Reuni Yani Gama kali ini cukup menggembirakan, tapi banyak kawan yang tak juga hadir, seperti: Rochadi dan Titisnya, Anung, Anang, Nunun, dan entah siapa lagi!
Aduh nikmatnya, cerita kota Ngawi dengan segala keindahan dan kenangannya. Kapan reuni lagi? Aku tunggu kontaksnya! (aming aminoedhin)

Kamis, 13 Agustus 2009

PENGAJARAN SASTRA DI SEKOLAH

pengajaran sastra di sekolah
DIKLAT BACA DAN TULIS PUISI BAGI GURU SD DI KEDIRI

Hari Sabtu, 8 Agustus 2009 lalu, bertempat di aula Balai Pendidikan Kecamatan Mojoroto, Jalan Jaksa Agung Suprapto Kediri, telah diselenggarakan kegiatan Diklat Pengajaran Sastra di Sekolah. Ada sekitar 70-an guru-guru SD se-Kota Kediri mengikuti diklat ini dengan serius.
Kegiatan ini digelar atas prakarsa Forum Karya Pendidikan (FKP) Kota Kediri yang dimotori oleh Suhartini, Kepala SDN Singonegaran 2 Kota Kediri. Dalam laporan sambutannya, bahwa kegiatan ini didanai sendiri oleh para peserta, dengan semangat agar mendapatkan pengetahuan tentang pengajaran sastra tersebut. Lebih lanjut, Hartini, juga mengatakan bahwa kegiatan ini diharapkan bisa merangsang kegiatan lain, serta ada tindaklanjutnya. Seperti misalnya, pertemuan berkala atau mengadakan semacam lomba baca puisi bagi para guru-guru di kota Kediri.
Satu-satunya narasumber yang tampil adalah Aming Aminoedhin, presiden penyair Jatim, yang memberikan ceramahnya secara santai dan spontan. Respons dari para guru yang ikut diklat ini sangat positif, terbukti banyak yang ikut tampil latihan baca dan tulis puisi. Bahkan mereka sangat antusias bertanya soal puisi dan baca puisi.
Pada awalnya, banyak guru yang malu-malu untuk maju membaca puisinya, tapi setelah beberapa kawan guru sudah tampil, mereka dengan yakinnya membacakan puisinya.
Acara ini juga dihadiri oleh Kepala Bidang Pendidikan TK/SD, Dinas Pendidikan Kota Kediri. Dalam sambutannya, Kabid Pendidikan TK/SD, menyambut positif atas prakarsa kegiatan ini. Bahkan anggaran tahun depan, FKP akan dibantu soal pendanaan kegiatannya. Semoga!
Acara yang diselenggarakan dengan swadana ini, ternyata cukup sukses, dan mendapat respons positif dari para guru yang hadir dan ikut tampil baca puisi. ****

Rabu, 29 Juli 2009

SWARGA ORA BISA DITUKU

aming aminoedhin
SWARGA ORA BISA DITUKU

dina-dina sing mlaku kaya-kaya mburu awakmu
ana polah kang salah kaprah tanpa arah
dina-dina mburi iki kaya langit werna peteng
ireng njanges kaya langese senthir
peteng ndhedhet ana telenge atimu
ati-ati nek kena lara kenthir

ana panah kang wus kok uculake
saka gandewane, mlayu tanpa arah
apa bisa kabeneran iku kok bengkokake

urip mono mung sakderma mampir ngombe
ora susah gawe laraning liyan, apa maneh
rumangsa menang dhewe

dina-dina mlaku katon mlayu nguber awakmu
ana jam kaya ora mlaku. atimu kaya beku
ora ana swarga kang bisa dibayar karo dhuwitmu
swarga mono ora bisa dituku

Siwalanpanji, 28/7/2009

Senin, 22 Juni 2009

BACA PUISI HAUL BK 39

AMING AMINOEDHIN BACA PUISI HAUL BK

Pada hari Sabtu, 19 Juni 2009 lalu. Bertempat di amphitheatre kompleks makam Bung Karno, Blitar; telah diselenggarakan kegiatan "Haul Bung Karno ke-39". Beberapa seniman dan pejabat, serta rakyat berbaur jadi satu memperingati haul tersebut.
Komunitas tari, teater, seniman, penyair, dan pejabat Bupati dan Walikota, tumpleg- bleg ada di sana. Mereka menyanyikan lagu, menari, musikalisasi puisi, membaca puisi.
Ada Bupati Blitar baca puisi, ada Walikota Blitar baca puisi, dan ada juga penyair yang tampil baca puisi.
Bintang tamu, adalah Aming Aminoedhin, presiden penyair Jawa Timur, yang ikut membacakan puisinya berjudul "Membaca Indonesia Saat Ini" dan "Surabaya Ajari Aku Tentang Benar".
Acara yang bertajuk "Haul Bung Karno ke-39" ini, pada hari keduanya juga ada pembacaan doa-doa bagi sang proklamator. (amg)***

Rabu, 17 Juni 2009

MENULIS PUISI LAGI

aming aminoedhin
RAHASIA TUHAN
MEMANG TAK TERTEBAK

*af

telah kau asah pedang kesabaran itu
janji yang direndahkan akan berbalik
diangkat tinggi, terasa lama nian ditunggu
hidup memang terasa jungkir balik

rahasia Tuhan memang tak tertebak
ada apa di balik waktu?

kau harus kian rajin mengasah tajamnya pedang
kesabaran, karena bisa menusuk kehidupan
kian tampak benderang di depan, bagai
bianglala penuh warna, bagai bebintang
di langit bertaburan gemerlapan
indah menawan

bacalah buku apa saja, jadikan kitab suci
agar kau kian sadar akan arti hidup ini
tak hanya membaca buku, tapi membaca
cuaca, membaca suasana, dan membaca
manusia di antara kita, kian jumpalitan
tingkah-polah-serakahnya

rahasia Tuhan memang tak tertebak
ada apa di balik waktu?
barangkali ada doa-doa
selebihnya menunggu janji itu


Siwalanpanji, 22/4/2009

Senin, 08 Juni 2009

MH. ISKAN PENTAS MONOLOG LAGI

DEDENGKOT TEATER PERSADA NGAWI
PENTAS MONOLOG LAGI


Pada hari Sabtu, 13 Juni 2009, Pukul 19.30. WIB. sang Maestro Teater Persada Ngawi, Mh. Iskan, akan pentas monolog lagi. Tempatnya di Aula Kantor Depag Kabupaten Ngawi, Jalan Kartini. Tajuk yang dimainkan "Tonggak" ditulis, dimainkan, dan disutradarai sendiri oleh aktor gaek ini.
Mh. Iskan berusia 67 tahun. Yang tua saja mau tetap bermain, yang muda mana tampilannya? Sebuah acara pentas yang sebenarnya menantang para muda yang gemar dan bermain teater, mana garapanmu? Dan Mh. Iskan, lagi-lagi mengajak tetap berkreativitas dalam dunia teater ini. Pentas habis-habisan, bermonolog sendirian!

Mh. Iskan, dan Teater Persada Ngawinya pernah memenangkan Lomba Drama se-Jatim tahun 1978 dan 1983. Melahirkan aming aminoedhin, sebagai aktor terbaik tahun 1983 di Jawa Timur.

Jika memungkin ada waktu datanglah dan nontoklah pentas ini. "Tonggak" monolog yang ditulis, dimainkan, dan disutradarai sendiri oleh Mh. Iskan. Semoga pentasnya sukses!
(aa)

Rabu, 20 Mei 2009

BERJAMAAH DI FACEBOOK

BERJAMAAH DI FACEBOOK
karya: aming aminoedhin

berjamaah di facebook itu
tanpa ada imam ataupun makmum
semua jadi imam semua jadi makmum
tanpa ada yang jadi jenderal tanpa ada prajurit
sejajar hidup bersama asal punya duit
boleh saling colek, asal tidak meledek
ada norma facebook-iyah sebagai tuntunan
kapan saja, dan di mana saja bolehlah
beribadah

berjamaah di facebook itu
memang luar biasa dahsyatnya
menemukan kawan lama tak sua
tiba-tiba muncul tanpa terkira

berjamaah di facebook itu
memang luar biasa dahsyatnya
menyihir manusia jadi lupa waktu
(mungkin lupa segala) tak tentu

berjamaah di facebook itu
memang luar biasa dahsyatnya
menyihir manusia jadi lupa waktu
ada adzan maghrib menyeru
tak terdengar, lantaran tersihir
layar kaca ajaib itu

Desaku Canggu, 25/3/2009

Rabu, 29 April 2009

SMS SELAMAT ATAS JUARA LOMBA MEWARNA

SEMUA SENANG AKU JADI JUARA
mira aulia alamanda

Beberapa waktu yang lalu, tepatnya Sabtu, 25 April 2009, aku Mira Aulia Alamanda, ikut lomba mewarna antarsiswa TK se-Kecamatan Jetis, Kabupaten Mojokerto. Cukup menyenangkan acara lomba itu, ada banyak kawanku ikut berbagai jenis lomba yang ada pada acara HAN 2009, dan aku ikut pada jenis lomba mewarnai gambar kartini.
Hari Senin, 27 April 2009, sekolahku upacara. Ibu guruku mengumumkan kemenangan atas kejuaraanku yang nomor satu, pada jenis lomba mewarna itu. Aduh, betapa gembiranya hatiku. Ada rasa tak percaya atas semua. Tapi ternyata benar adanya.
Setelah itu, rasa gembiraku ku-sms-kan kepada semua sanak famili. Dan ternyata mereka ikut gembira atas kejuaraan ini. Beberapa sms itu antara lain berbunyi: Selamat Buat Mira (Om Yus, Pelukis di Yogya), Waduh dapat Hadiah apa ya Dik Mira? Dapat Sepeda Baru Warna Jambon kali ya! (Tante Linda, Surabaya), Wah hebat ya, giat belajar lagi biar jadi pelukis yang handal. Selamat belajar semoga sukses (Pakde Herman-Kapten Kapal di Banjar), Baiklah, dan bersyukurlah (Pakde Fidelis, Atambua-Flores), Waduh huebat, selamat buat Mira. Belajar terus, agar sampai Jakarta (Pakde Anies, Ngawi), Pintar sekali, teruskan prestasimu Mira (Bude Nanuk, Surabaya). Selamat buat Mbak Mira, pengin hadiah apa? (Tante Entiek, SMAN 2 Ngawi), Selamat jadi juara lomba, Mbak Mira (Bulik Ninief ikut gembira, Yogya), Oke, selamat buat Mira. Belajar dan belajarlah terus! (Bude Liliek, Meguwo, Sleman).
Wah....... banyak yang mengucapkan selamat untukku.
Terima kasih kepada semua Pakde-Bude, dan Paklik-Bulikku, atas ucapan dan dorongan untuk terus maju!
Terima kasih guruku yang mengikutkan aku lomba mewarna.
Terima kasih pula Ibu dan Ayahku, yang menungguiku saat lomba itu.
Terima kasih pula ayahku yang membuatkan puisi buatku atas kemenangan itu, yang judul puisinya : Mewarnai Gambar Kartini. Terima kasih semuanya, dan salam cintaku!




Mira
Desaku Canggu, 29/4/2009
Catatan: Puisi "Mewarnai Gambar Kartini" juga termuat di blogger ini.

Selasa, 28 April 2009

PUISI SANG JUARA

aming aminoedhin
MEWARNAI GAMBAR KARTINI
* mira aulia alamanda

semua temanku sekolah telah siap
berangkat kartinian ikut lomba mewarna
bawa krayon dan meja kerja, ada juga
bersiap ikut lomba nyanyi hari anak
dengan hati berdetak

beratus-ratus anak sebaya
berpakaian indah warna-warni
aku ikut gembira melihat ini
kecamatanku maju juga ternyata

dari ratusan anak berlomba mewarna
aku ada di antara mereka, duduk
menggoreskan krayon menata warna
merunduk-suntuk bersama-sama

mewarnai gambar kartini
ada banyak warna dituangkan
kartini jadi ayu di kertas gambar itu
ada gambar pohon menghijau warna
ada juga memberi warna merah jambon
kuning, biru, hijau, ungu, dan merah menyala
bagai gambar bianglala indah di mata

dua hari setelah itu, ketika sekolah upacara
aku dipanggil bu guru, mewarnaku
jadi juara satu dalam lomba itu
serasa aku tak percaya kata-kata guruku

mewarnai gambar kartini itu, Tuhan
atas budi baik Ayah-Ibu, dan guru yang mengajarku
setiap waktu, dan mengantarkan diriku
bersyukur atas kebesaran-MU

Desaku Canggu-Jetis, 27/4/2009

Selasa, 14 April 2009

SELEPAS PEMILU ITU

aming aminoedhin
KURSI KUWI

sapa ta sing oyok-oyokan kursi kuwi?
apa wis padha lali, dene mbah kerto
pinter gawe kursi

kursi kang dioyok lan dioyak mono
dudu kursi gaweyane mbah kerto
nanging kursi sing bisa kanggo lungguh
ndadekake uripe kukuh

menawa kursine mbah kerto
sembarang dengah wong bisa lungguh
angger gelem mbayar regane
nanging kursi siji kuwi ora sakbaene

kursi kuwi bisa gawe laline pikir
marang kanca lan sapadha-padha
nanging kursi kuwi bisa uga lingsir
ndadekake wong bisa kenthir

Surabaya, 2003



Guritan ini sudah saya tulis 6 tahun lalu, tapi isinya masih saja cocok dibaca siapapun pada saat “Pemilu Telah Berlalu”. Barangkali benar isi guritan atau puisi ini, berebut kursi memang bisa menjadikan seseorang itu jadi “kenthir” alias “gila.” Lantas, apakah kita akan ikut dalam daftar panjang kegilaan ini? Sebuah tanya yang barangkali bisa dijadikan “renungan” selepas pemilu itu berlalu. (aming aminoedhin).

Senin, 13 April 2009

SYAIR LAGU LAWAS SAID EFFENDI

FATWA PUJANGGA
Oleh: Said Effendi

Telah kuterima suratmu nan lalu
Penuh sanjungan kata nan merayu
Syair dan pantun tersusun indah sayang
Bagaikan syair fatwa Pujangga

Kan kusimpan suratmu yang itu
Bak pusaka yang sangat bermutu
Walau kita tak pernah bersua sayang
Cukup sudah tandamu setia

Tapi sayang, sayang....sayang.....
Seribu kali sayang........................
Ke manakah risalahku ku alamatkan

Semogalah dik, kau tak putus asa sayang
Pasti kelak kita kan berjumpa!

ditulis kembali: aming aminoedhin
13 April 2009

Lagu lawas ini adalah lagu yang kerap kali diputar oleh Nuim Khaiyath, penyiar Radio Austrlia, siaran Bahasa Indonesia. Nuim kerap memutar pada Hari Sabtu pagi. Bagi penggemar dan pendengar setia Radio Australia siarannya Nuim, pasti ingat akan lagu yang kerap kali diputar ini. Selain lagu Fatwa Pujangga, dia juga sering memutar lagu lawas lainnya, seperti: Bunga Seroja, Jembatan Merah, Bengawan Solo, dan banyak lagi. Ingat? Mari bernyanyi bersama! Apa masih ada ya... Nuim Khaiyath itu? Masih siarankah? Saya lama tak dengarkan ABC (Radio Australia)itu.(aming aminoedhin)**.

Senin, 16 Maret 2009

SAJAK BUAT GURU

aming aminoedhin
JIKA ADA RASA IKHLAS ITU
ymr, inna simpang

lalu gelisahku bertemu
kawan lama bertahun tak sua
kujumpai pada siang terik mentari
surabaya tak alang kepalang panasnya

di lobby inna simpang hotel nan sejuk
mengurai bimbang cerita-cerita lama
tanpa ujung batas tentang kawan sebangku
tentang kawan-kawan kuliah tak pernah temu
tanpa rasa-rasa jemu

hari seakan berlari kembali
ke arah waktu lampau
saat di bawah tanjung kampus kita
bersama mimpi dan mengigau

nasib selalu tak tertib
waktu bisa menggergaji ingatan
lupa kepada seorang kawan
adalah biasa. hanya perubahan
adalah abadi di alam ini

wajahmu seakan tak berubah
hanya perilaku jauh dari dulu
ada mukena membalut rambutmu
seperti ustadzah kampungku
begitu ayu!

wajahmu seakan tak berubah
hanya laku tomboy dulu
musnah di mataku. ditelan indah
mukena. mukenamu
begitu sederhana. begitu mempesona

benar pilihanmu
guru adalah pekerjaan paling mulia
jika ada rasa ikhlas itu

Surabaya, 10/7/2008

Jumat, 20 Februari 2009

komunitas sastra fsbs

KOMUNITAS DAN BUKU SASTRA
* Adakah Malsasa bisa digelar tahun ini?
oleh: aming aminoedhin

Catatan: Tulisan ini telah termuat di Surabaya Post Minggu, 15 Februari 2009.

Komunitas Sastra
Di Jawa Timur memang cukup banyak berdiri komunitas sastra, baik di kota Surabaya maupun di kota-kota kecil, semacam: Ngawi, Lamongan, Tulungagung, Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, Lumajang, Batu, Jombang, Sidoarjo, dan Gresik.
Untuk menyebutkan beberapa nama yang pernah ada, misalnya: Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS, PPIA Surabaya), Surabaya Poetry Community (Surabaya), Komunitas Sastra Luar Pagar (Unair, Surabaya), Sanggar Sastra Kalimas-nya Tengsoe Tjahjono (Surabaya), Sanggar Sastra Ketintang (IKIP Surabaya), Bengkel Muda Surabaya (BMS), Paguyuban Pengarang sastra Jawa Surabaya (PPSJS), Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), Komunitas Sastra Teater Persada dan Komunitas Sastra Lingkar Tanah Kapur (Ngawi), Komunitas Sastra Teater Lamongan (Kostela, Lamongan), Sanggar Dian (Lumajang), Sanggar Triwida (Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar), Pamarsudi Basa Jawi Bojonegoro (PSJB), ARS (Alam Ruang Sastra Sidoarjo), Komunitas Lingkar Sastra Junok (Bangkalan), Sanggar Sastra SD Jombatan (Jombang), dan banyak lagi.
Dari sekian banyak komunitas sastra yang ada, memang tidak banyak mau menerbitkan buku sastra. Jika mau mencatat, mungkin ada: FASS, Komunitas Sastra Teater Persada, Sastra Lingkar Tanah Kapur, Kostela, Kalimas, Ketintang, PPSJS, Triwida, PSJB, dan beberapa komunitas yang lain. Itu pun tidak banyak jumlah penerbitannya. Biasanya, menerbitkan sekali kumpulan puisi, lantas komunitas itu mati. Menyedihkan memang, tapi tidaklah kita lantas surut menulis sastra, dan surut membuat komunitasnya.
Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS) yang berpangkalan di PPIA, Jalan Dr. Soetomo, yang lantas pindah di Dharmahusada Indah Barat, Surabaya; di mana saya pernah jadi motivatornya itu, juga tidak banyak menerbitkan buku. Jika mau mencatat hanya: Nuansa Biru, Reportase Sunyi, Gelombang, dan kumpulan puisi Festival Puisi XIII.
Sementara itu komunitas Tanah Persada, menerbitkan: Tanah Persada, Tanah Kapur, dan Tanah Rengkah. Komunitas Sastra Lingkar Tanah Kapur menerbitkan: Surat dari Ngawi, Secangkir Kopi Buat Kota Ngawi, Suluk Hitam Perjalanan Hitam. Surabaya Poetry Community menerbitkan: Mataku Mata Ikan, Cerita Buat Putri Rajab, Pengantin Lumpur. Sanggar Sastra Kalimas menerbitkan Dialog Warung Kaki Lima; dan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan), yang dimotori Herry Lamongan ini, cukup banyak menerbitkan buku-buku sastra (data saya tidak lengkap), baik kumpulan puisi maupun cerpen. Begitu pula komunitas BMS (Bengkel Muda Surabaya). Lantas PPSJS menerbitkan kumpulan guritan Kabar saka Bendulmrisi, dan mungkin sederet lagi yang bisa kita tuliskan dalam tulisan lain.
Semua yang saya sebutkan di atas, hanyalah beberapa contoh komunitas sastra dan penerbitannya. Datanya memang tidak lengkap, tapi dari data di atas membuktikan bahwa komunitas sastra di Jawa Timur, cukup banyak jumlahnya, serta mereka mau menerbitkan buku-buku sastra. Meski masih ada juga yang sangat sederhana (stensilan/fotokopian), ada juga yang sudah dicetak baik, dan ber-ISBN sebagai buku yang berstandar nasional.

Bagaimana FSBS
Komunitas yang berawakkan dari komunitas sastrawan Jawa Timur, yang terdiri dari sastrawan yang menulis dengan menggunakan media bahasa Indonesia, dan media bahasa Jawa. Berdiri sejak 2 Desember 2005 lalu, ketika akan menerbitkan kumpulan sajak bertajuk ‘Malsasa’.
Beberapa nama yang ikut memotori ini, sebut saja Aming Aminoedhin, Sugeng Adipitoyo, Anang Santosa, dan W. Haryanto. Nama lain yang lebih yunior, ada: AF Tuasikal, dan Fahmi Faqih.
Awalnya berangkat dari pertemuan warungkopian yang biasa mangkal di Warung Delima, alias Delapan Lima, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya. Dari hasil kongkow-kongkow itulah, yang kemudian melahirkan beberapa ide membentuk komunitas ini, yang akan menerbitkan antologi puisi dan geguritan.Terbentuklah kemudian komunitas bernama Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), yang terdiri sastrawan Indonesia dan Jawa tersebut. Dari hasil pertemuan nonformal inilah yang kemudian benar-benar melahirkan sebuah antologi puisi dan geguritan ‘Malsasa 2005’ yang dibacakan para penyair dan pengguritnya di Galeri Seni, Dewan Kesenian Surabaya, Jalan Gubernur Suryo 15 Surabaya.
Secara formal pertemuan rekan-rekan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) tidak pernah rutin, tapi secara nonformal bertemu dan berembug pada acara-acara pentas seni yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur di Gentengkali. Bahkan terkadang, secara spontanitas, tapi ternyata dapat terealitaskan kegiatannya. Tidak hanya berupa pentas sastra dan bedah buku; tapi juga penerbitan buku, utamanya buku sastra.
Secara hitungan, penerbitannya sudah lumayan banyak buku yang telah dan akan diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), antara lain: Malsasa (antologi puisi dan geguritan, 2005), Tanpa Mripat, karya Aming Aminoedhin (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Mampir Ngombe karya Indri S. Diarwanti (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Timbil karya Trinil (kumpulan wacan bocah, 2006), Surabaya 714 (antologi malam sastra surabaya, 2007), Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin (kumpulan sajak anak-anak, 2008), Senyum Rel Kian Jauh karya AF Tuasikal (kumpulan puisi, 2008), dan Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin (kumpulan puisi, 2008).
Buku-buku di atas semuanya telah beredar di masyarakat, dan cukup mendapatkan respons positif masyarakat sastra Jawa Timur. Sedangkan ketiga buku yang disebut terakhir adalah tinggal launching-nya saja di awal tahun ini.
Secara hitungan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan (tergabung dalam satu buku), dalam rangka memeriahkan acara Malam Sastra Surabaya atau lebih dikenal dengan Malsasa. Terbit pertama pada tahun 2005 dan disusul tahun 2007. Tahun 2005 melibatkan sejumlah 25 penyair dan 7 penggurit, ikut bergabung dalam kumpulan “Malsasa 2005,” sedangkan pada tahun 2007 ada 34 penyair dan 14 penggurit karya-karyanya masuk di antologi ‘Surabaya 714’.

Malsasa 2009, Adakah?

Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) yang telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan Malam Sastra Surabaya (Malsasa) 2005 dan 2007, maka pada tahun 2009, dituntut kembali untuk menerbitkan dan menggelarpentaskan Masasa ini. Secara historis Malsasa memang selalu mebukukan kumpulan puisi dan geguritan sastrawan, dan sekaligus mengacarakan pentasnya. Apabila bicara Malsasa, memang seharusnya dua tahunan acara ini kembali digelar. Tapi persoalannya, komunitas Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) ini, jarang sekali mengadakan pertemuan. Ini yang menjadikan kendala, adakah Malsasa tahun ini bisa digelarpentaskan kembali?
Beberapa rekan penyair memang menanyakan hal ini, tapi saya sebagai ketua Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) belum bisa menjawab dengan pasti.
Selama ini kegiatan ini memang selalu didanai secara patungan, adakah tahun ini masih patungan? Atau mungkin ada pihak sponsor yang mau mendanai?
Mari kita bicarakan bersama, mumpung masih di awal tahun. Kapan? Terserah rekan-rekan sastrawan?

Desaku Canggu, 17 Januari 2009

Kamis, 19 Februari 2009

syair nyanyian leo kristi

Salam dari Desa
nyanyian leo kristi


kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya padi-padi telah kembang
ani-ani seluas padang roda giling berputar putar
siang malam tapi bukan kami punya

kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya tebu-tebu telah kembang
putih-putih seluas padang
roda lori berputar –putar siang malam
tapi bukan kami punya

anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka
nyanyi-nyanyi bersama-sama di tanah-tanah gunung
anak-anak kini telah pandai menyanyikan gema merdeka
nyanyi-nyanyi bersama-sama tapi bukan kami punya

tanah pusaka tanah yang kaya
tumpah darahku di sana kuberdiri
di sana kumengabdi dan mati
dalam cinta yang suci

kalau ke kota esok pagi sampaikan salam rinduku
katakan padanya nasi tumbuk telah masak
kan kutunggu sepanjang hari
kita makan bersama-sama berbincang-bincang
di gubuk sudut dari desa
di gubuk sudut dari desa
di gubuk sudut dari desa

ditulis kembali aming aminoedhin
19 januari 2009


Lewat Kiara Condong
nyanyian leo kristi


lewat Kiara Condong kereta laju
panorama di sana memaksa ku tersenyum
bocah bocah tak berbaju
berlari-lari disepanjang tepi
di setiap detak roda yang kelima
bergerombol bocah-bocah

bermain gundu kudaku lepas
mengejar layang sampai ke awan
bermain gundu kudaku lepas
mengejar layang sampai ke awan

oh... bilakah mereka mainkan buku
dan pena di tangan?

lewat Kiara Condong kereta laju
seorang gadis telanjang dada
basah rambutnya berkeramas
sempat kulihat tisik kainnya
dibalik dinding bambu
reyot dan tak beratap

ketika lewat Kiara Condong
matahari tidur…dibalik gunung
ketika lewat Kiara Condong
tuan-tuan tidur di sejuk gunung



ditulis kembali aming aminoedhin
19 januari 2009



Hati Muda Ley Ley
nyanyian leo kristi

riuh di terminal bis malam
seorang gadis gelandangan
menangis tersedu di sudut
gagal mencuri nasi
sedang di belakangku
seorang bocah merengek-rengek
sambil melemparkan kulit coklat
ke segala sudut

campur berisik suara kaset yang merengek-rengek
..uhhh pusingnya…

hujan lebat lewat bus malam
di sisi cikar-cikar sayup
dengan percik lumpur jalanan
dalam jaket tua yang lemah
kududuk di sisi pak sopir
dengan mata burung hantu malam

bersama hilangnya bayangmu
bis malamku tiba
lai loley ley lai loley lai loley ley
oleiyo ooooo..
lai loley ley lai loley lai loley ley
oleiyo ooooo

sepi di terminal bis malam
lampu lampu neon telah padam
ketika kutersandar letih
sesekali suara memaki
senda gurau menjelang pagi
membuat hati resah berahi
senyum yang kucari tiada jumpa
betapa rinduku….

hati muda ley ley
hati muda ley ley
hati muda ley ley
hmmmmmm……

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Roda Pedati
nyanyian leo kristi


roda pedati telah menunggu
selamat tinggal
salam bagimu cinta dan doa adik
cakrawala langit biru tidurku

roda pedati malam sepi ini
dingin beku
salam bagimu cinta dan doa adikku



ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009




Kereta Laju
nyanyian leo kristi

kereta melaju berlari
di atas kopor ku angkat kaki
serasa melayang serasa terbang
senyumku terkembang walau kusendiri

bawalah aku cepat berlari
bawalah aku jauh-jauh pergi

ai ai ai ai
kum bam ba kum ba kum bam ba kum ba
aahhhhh….



ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009



Langit Makin Merah-Hitam

nyanyian leo kristi

dia saudaraku
dia saudaraku
bernyanyi riang di ufuk fajar
dalam ytidur senyap ini
bersama nya bunga-bunga
dengan tiga butir peluru di dada.
di dada…

hai kaihoro..

dia saudaraku
dia saudaraku
yang kini menang kedamaian
tertelungkup atas salib
di depan altar suci
dengan tiga butir peluru di dada
di dada..

langit makin merah hitam
langit makin merah hitam
merah hitam , hitam merah , hitam

dia saudaraku
dia saudaraku
terlentang di padang kunang-kunang
bongkah tanah di genggamnya
tanah air yang tercinta
dengan tiga butir peluru di dada
hai kaihoro..

langit makin merah hitam
langit makin merah hitam
merah hitam , hitam merah , hitam


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009



Jabat Tangan Erat-Erat Saudaraku

nyanyian leo kristi

lihatlah layar layar terkembang di laut
panji –panji merah dan putih turun senja
kini tiba saatnya nyalakan bara hati
angin bertiup semakin dingin
di simpang-simpang gelap
lentera-lentara jalan tak mengenal dirinya lagi

kalau cermin tak lagi punya arti
pecahkan berkeping-keping
kita berkaca di riak gelombang
dan sebut satu kata : hakku !

jabat tangan erat-erat
jabat tangan erat-erat
jabat tangan erat-erat
saudaraku!
saudaraku!
saudaraku!

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009



Di atas Sukapura 2

nyanyian leo kristi

oh dusunku ,oh dusunku
akan lama kutinggalkan dirimu
selamat tinggal gadis manis
tak kulupa hangat tubuhmu

sunyi…
pagi ini aku melangkah
dinginnya pagi tak terasa
lalalalala…

bukit…bukit…
betapa indah warna rona
di sela-sela kabut putih

gunung gunung biru kurindu…



ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Nyanyian Pantai
nyanyian leo kristi

tepian pantai serakan lokan
angin laut yang bertiup
deburan ombak suara pekik bangau
sinar surya memeluk pantai
sinar surya pagi

kulihat camar-camar
kulihat layar-layar
di batas cakrawala
bersama mengalunkan
simfoni kedamaian
hu…….. kedamaian!
Laila….ila….la…. kedamaian


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009


Laut Lepas Kita Pergi
nyanyian leo Kristi

angin sepoi ……….
angin sepoi………..
layar-layar di dermaga
telah tumbuh telah tumbuh

tegukkan cangkir kopi terakhir
senja ini senja ini
kemarin hanya mimpi
diteluh tangan sakti
aku tak mengerti
gelapnya dunia ini
hingga hari yang sepi
kuterjaga dari mimpi

layar-layar di dermaga
telah tumbuh telah tumbuh
apa lagi kau tangisi
ucapkanlah selamat tinggal
hari kemarin
ke laut lepas kita pergi

hu….hu….hu….. hu….
ai…ai…..ai…..ai……
kemarin hanya mimpi
diteluh tangan sakti
aku tak mengerti
gelapnya dunia ini
hingga hari yang sepi
kuterjaga dari mimpi


ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009



Jerami
nyanyian leo Kristi

rumput jerami tepi dangau
jadi istana malam ini
dijalin tangan ku dan dia
sepanjang malam purnama

petikan kecapi dan tembang sunyi
sayup seiring berahi
di sini siang hari berjajar tangis
dengan ani-ani dan nyanyi

lai lai lai lai lai lai
lai lai lai lai lai lai
ani ani nyanyi nyanyi
ani ani dan nyanyi

mata tertutup rambutku kukusut
sepanjang malam jerami

lai lai lai lai lai lai

ditulis kembali aming aminoedhin
13 februari 2009

Kamis, 12 Februari 2009

konsep nulisnya putu wijaya

KONSEP MENULIS
8 Nopember 2007
Oleh: Putu Wijaya

Catatan Aming Aminoedhin:
Mengawali catatan ini, saya ijin Pak Putu Wijaya untuk memuatkan tulisan ini di blog saya, agar tulisannya bisa menular (etung-etung sambil beramal) bagi para pemula yang suka menulis. Ucapan terima kasih, tentunya, saya sampaikan kepada Pak Putu, lantaran belum sempat kontak via email maupun hape. (Nomorku hilang,mungkan Mbah Mh. Iskan punya, tapi gak sempat kontak beliau). Yang pasti, tulisan Putu Wijaya ini cukup menarik dan apik. Barangkali bisa dijadikan referensi bagi yang belajar menulis dan penulis sastra sendiri. Setidaknya, tulisan ini cukup menggelitik kita, bahwa konsep menulis itu adalah “menteror pembacanya”. Meski Putu Wijaya juga sadar, konsep itu bisa salah atau tidak lagi manjur digunakan, maka tak segan Putu akan juga berpindah konsep menulisnya.
Untuk itu, perlu pembacanya blog “aming aminoedhin” ikut membaca! Selamat baca! (aming aminoedhin, penyair)


Ini tentang bagaimana saya menulis. Bukan tentang bagaimana seseorang sebaiknya, apalagi seharusnya menulis. Tidak mudah menulis bimbingan menulis yang umum, karena itu segera akan menjadi kiat yang kedaluwarsa.
Perkembangan dalam banyak hal sudah begitu cepat dan dahsyat. Manusia berubah dan sastra pun selalu menjadi baru. Bidang penulisan terus menemukan kiat-kiat terkini, meskipun yang lama tidak dengan sendirinya musnah.
Memang ada yang umum dan mungkin akan masih berlaku. Misalnya teknik menulis. Buku “Teknik Mengarang” yang ditulis oleh Mochtar Lubis sampai sekarang tetap saya anggap sebagai pedoman menulis yang terbaik.
Pertama sarannya untuk membuang dua atau tiga alenia pertama (bahkan mungkin lembar pertama) dari yang sudah kita tulis. Karena itu biasanya bagian-bagian emosional yang tak terkendali.
Kemudian anjurannya untuk pembukaan tulisan yang langsung menggedor dengan masalah. Di dalam buku itu diberi contoh bagaimana Anton Chekov, sudah menabur pertanyaan dalam kalimat pertama. Pembaca jadi penasaran dan ingin tahu apa yang terjadi. Dan Chekov memang seorang master dalam “plot” yang selalu memberikan kejutan yang mempesona di akhir cerita.
Yang ketiga, Mochtar Lubis menyarankan untuk tidak berhenti menulis kalau sedang buntu. Kalau itu dilakukan, besar kemungkinan penulis tidak akan pernah kembali melanjutkan. Setiap hendak melanjutkan sudah langsung mumet melihat jalan buntu yang menunggunya.
Berhenti sebaiknya dilakukan justru saat sedang lancar dan berapi-api. Di samping membantu mengendapkan emosi, itu sercara psikologis akan menjaga semangat untuk meneruskan bekerja.
Unsur cerita secara umum juga masih berlaku, walau kehadirannya sudah teracak-acak. Bahkan ada yang sama sekali menjungkir-balik dan memperlakukan berbeda. Dulu cerita memerlukan tokoh, riwayat, alur dan penuturan. Sekarang cerita masih terpakai, tetapi diacak hancur dan tidak harus memakai unsur-unsur tadi.
Pernah keindahan bahasa menjadi tujuan utama. Mengarang jadi kehebohan memberi gincu , memoles dan memasang berbagai asesoris, sehingga yang mau disampaikan jadi berdandan keren. Bahasa Indonesia dalam masa Pujangga Baru, misalnya, seperti menari-nari melakukan gerak indah.
Tetapi kemudian digeser oleh Angkatan 45 yang ceplas-ceplos, kasar kadang cenderung kurang-ajar (Surabaya oleh Idrus), tapi terasa lebih menggigit dan konkrit. Kekenesan dan kegenitan pun ditinggal. Bahasa penulisan menjadi lebih dinamis, padat dan berdarah. Bahasa Chairil Anwar, Pramoedya Ananta Toer, Utuy Tatang Sontany dan Mochtar Lubis membuat sastra Indonesia memasuki babak baru.
Mohtar Lubis adalah wartawan terkenal yang menulis dengan mempergunakan kiat dan pengalamannya sebagai wartawan. Bahasa pers yang dulu dianggap bahasa berita yang kering, menjadi lain ketika penulis “Jalan Tak Ada Ujung” ini memberinya muatan.
Tak pernah dipersoalkan sebagai cela lagi, kalau ada pengarang yang menulis fiksi dengan ketrampilan wartawan. Majalah TEMPO yang didirikan pada tahun 70-an bahkan kemudian menggabungkan bahasa sastra ke dalam pemberitaan, sehingga bukan hanya bahasa sastra berkembang, bahasa pers juga berubah, keduanya saling menghampiri.
Pernah tema besar menjadi primadona. Tulisan yang mengangkat tentang nasib manusia, perang, revolusi dan sebagainya menjadi tiket untuk dianggap sebagai karya bergengsi. Kita masih terus mengagumi War And Peace karya Tolstoy dan Dokter Zhivago-nya Boris Pasternak dan Hamlet-nya Shakespeare.
Tetapi cerita kemalangan seorang nelayan kecil dalam The Old Man and The Sea dari Hemingway pun dianggap luar biasa. Juga penantian Didi dan Gogo dalam Waiting for Godot karya Beckett dianggap sebagai sebuah fenomena, setelah pernah lama hanya ditoleh dengan sebelah mata karena seperti dagelan.
Pada suatu siang (tahun 70-an) di kantor majalah TEMPO di bilangan Senen Raya, saya pernah bertanya pada Goenawan Mohamad. Apakah tema besar besar itu menentukan nilai sebuah karya. Artinya sebuah karya tulisan tidak akan pernah besar kalau temanya tidak besar. Pemimpin Redaksi Tempo yang juga salah seorang penyair dan eseis Indonesia kelas satu itu dengan tak ragu-ragu menjawab: “Tidak!”
Saat itu saya sedang menulis novel “Telegram” dan naskah drama “Aduh”. Keduanya tidak punya tema besar. Hanya tentang perasaan individu kecil yang gagap dan kebingungan menghadapi komplekasi kehidupan yang semakin jumpalitan.
Rasa kerdil bahkan nyaris “bersalah” (karena tidak seperti Pramoedya Ananta Toer yang banyak bicara tentang revolusi) segera mendapat angin segar. Perlahan saya yakini, karya sastra jadinya bukan hanya “tentang apa”, tapi “bagaimana memaparkan apa itu”.
Menceritakan apa yang ada di sekitar, yang mudah diceritakan, karena kita menguasainya, tidak lagi terasa tercela. Lebih dari itu menceritakan dengan sepenuh keberadaan diri kita, dengan segala kelebihan dan terutama kekurangannya, juga bukan sesuatu yang tercela.
Dalam Telegram saya numpang bertanya lewat tokoh utamanya. “Apakah yang berhak bercerita itu hanya para pahlawan dengan tindakan-tindakan besarnya. Apa orang yang bodoh dan tidak tahu, tidak boleh ikut bicara membagikan pikiran-pikirannya?”
Dalam sebuah Telegram, tokoh utama mendapat telepon dari seseorang yang tidak dikenalnya dalam bahasa Arab. Saya tertegun waktu itu. Apakah saya harus menunda tulisan itu sampai saya dapat menuliskan dalam bahasa Arab apa yang diucapkan oleh yang nelpon? Atau tak perlu menyembunyikan kekurangpengetahuan saya, karena seorang penulis tak harus orang yang serba tahu.
Saya mengambil resiko, tidak perlu menunggu. Saya tulis ucapan bahasa Arab itu dengan deretan huruf-huruf yang tidak bisa dibaca, karena bagi telinga pelaku cerita, dia tidak menangkap makna tapi hanya bunyi.
Dari proses itu saya belajar, menulis adalah “mengambil resiko” . Tanpa keberanian mengambil resiko hasilnya hanya akan menjadi rata-rata saja. Memenuhi persyaratan, tetapi tidak orisinal apalagi unik. Dua hal itulah kemudian yang selalu saya kejar dalam menulis.
Keberanian mengambil resiko tidak datang begitu saja. Pendidikan orang tua untuk menghormati disiplin membuat saya berwatak patuh. Tak berani melawan aturan. Itu membuat saya jadi penakut dan pengecut. Tetapi pengalaman keras di lapangan perlahan-lahan menyeret saya untuk belajar bersikap.
Pada tahun 60-an, saya menulis drama “Dalam Cahaya Bulan” di Yogya. Dalam drama itu ada yang tidak logis. Pelaku utamanya memberikan pengakuan yang menyalahi cerita. Pemain yang memainkan tokoh itu protes, mengatakan ucapan tokoh itu salah. Saya hampir saja tergoda.untuk mengoreksinya.
Tapi kemudian saya bertahan, karena ucapan tokoh tidak harus semuanya benar. Tokoh utama pun bisa saja tidak jujur. Dia hidup dan merdeka mengutarakan pikirannya, tak hanya menjadi corong dari penulis.
Mempertimbangkan pembaca dalam menulis selalu mendua. Bisa menjadi kelemahan, karena itu akan membatasi kebebasan. Tapi dalam keadaan tidak terlalu bebas, kreativitas akan tertantang, lalu kita terpacu meloncat seperti dalam lari gawang sehingga hasilnya bisa mengejutkan. Pada awalnya pembaca menjadi beban, tetapi kemudian ketika beban itu sudah terbiasa, menjadi hikmah.
Saya percaya setiap penulis adalah sebuah dunia mandiri yang menempuh jalannya sendiri. Ia memiliki banyak persamaan dengan orang lain, tetapi itu tidak penting. Yang menentukan adalah perbedaan-perbedaannya.
Keunikannyalah yang akan menjadikan produknya menonjol di tengah karya orang lain. Penulis bukan sebuah pabrik, meskipun produktif. Berbeda dengan kerajinan yang berulang-ulang dibuat, produk tulisan selalu berbeda karena ia menyangkut ekspressi..
Setiap penulis akan menyusun teorinya sendiri. Proses kreatif itu tidak untuk ditiru apalagi diberhalakan, meskipun boleh saja dicoba oleh orang lain. Pengalaman bekerja penulis lain, dapat jadi perimbangan yang mempercepat proses pembelajaran menulis. Tetapi bisa juga jadi bumerang kalau kemudian diterima sebagai sebuah idiologi.
Sastra punya potensi untuk menghibur, namun bukan hiburan. Novel, cerpen, puisi, esei dan sebagainya adalah kesaksian, perenungan, pemikiran dan pencarian-pencarian pribadi tetapi menjadi objektif ketika berhasil menyangkut kebenaran banyak orang. Akibatnya sastra tidak bedanya dengan bidang yang lain, sastra adalah ilmu pengetahuan. Tak selamanya upaya pencarian sastra berhasil, tetapi setiap kegagalan adalah sebuah janji.
Karenanya “menulis” bukan sesuatu yang mudah. Tidak seperti yang dikatakan oleh Arswendo: Mengarang Itu Gampang, juga tidak sama dengan apa yang dikatakan dosen penulisan di UI, Ismail Marahimin, bahwa “mengarang itu fun”.
Mengarang - bagi saya - adalah sebuah peristiwa yang khusuk, sunyi, pedih, melelahkan, menyakitkan, membosankan. Sebagaimana seorang ibu yang melahirkan, menulis menjadi sebuah peristiwa yang “menegangkan” tetapi indah dan sakral.
Menulis selalu menjadi sebuah pengembaraan baru yang membuat saya tertantang sehingga tak ada saat untuk tidak menyala. Meskipun saya tak pernah melihat nyala itu, tetapi dari apa yang dilakukan para penulis sebelumnya, jelas betapa jilatan pikiran mereka tetap mengibas ke masa-zaman yang akan datang hingga membuat kehadiran berarti.
Buat saya, menulis adalah menciptakan “teror mental”. Tetapi konsep itu akan saya tinggalkan setiap saat, kalau ada kebenaran lain yang membuktikannya salah.

(diambil aming aminoedhin, dari blognya putu wijaya, pada hari: rabu, 7 januari 2009)

Rabu, 11 Februari 2009

forum sastra bersama sby

FSBS CETAK BUKU SASTRA
oleh: aming aminoedhin

Forum Sastra Bersama Surabaya atau FSBS
Komunitas ini terdiri dari komunitas sastrawan Jawa Timur, yang terdiri dari sastrawan yang menulis dengan menggunakan media bahasa Indonesia, dan media bahasa Jawa. Berdiri sejak 2 Desember 2005 lalu, ketika akan menerbitkan kumpulan sajak bertajuk ‘Malsasa’.
Beberapa nama yang ikut memotori ini, sebut saja Aming Aminoedhin, Sugeng Adipitoyo, Anang Santosa, dan W. Haryanto. Nama lain yang lebih yunior, ada: AF Tuasikal, dan Fahmi Faqih.
Awalnya, berangkat dari pertemuan warungkopian yang biasa mangkal di Warung Delima, alias Delapan Lima, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya. Dari hasil kongkow-kongkow itulah, yang kemudian melahirkan beberapa ide membentuk komunitas ini, yang akan menerbitkan antologi puisi dan geguritan. Terbentuklah kemudian komunitas bernama Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), yang terdiri sastrawan Indonesia dan Jawa tersebut. Dari hasil pertemuan nonformal inilah yang kemudian benar-benar melahirkan sebuah antologi puisi dan geguritan ‘Malsasa 2005’ yang dibacakan para penyair dan pengguritnya di Galeri Seni, Dewan Kesenian Surabaya, Jalan Gubernur Suryo 15 Surabaya.
Secara formal pertemuan rekan-rekan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) tidak pernah rutin, tapi secara nonformal bertemu dan berembug pada acara-acara pentas seni yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur di Gentengkali. Bahkan terkadang, secara spontanitas, tapi ternyata dapat terealitaskan kegiatannya. Tidak hanya berupa pentas sastra dan bedah buku; tapi juga penerbitan buku, utamanya buku sastra.
Secara hitungan, penerbitannya sudah lumayan banyak buku yang telah dan akan diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), antara lain: Malsasa (antologi puisi dan geguritan, 2005), Tanpa Mripat, karya Aming Aminoedhin (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Mampir Ngombe karya Indri S. Diarwanti (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Timbil karya Trinil (kumpulan wacan bocah, 2006), Surabaya 714 (antologi malam sastra surabaya, 2007), Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin (kumpulan sajak anak-anak, 2008), Senyum Rel Kian Jauh karya AF Tuasikal (kumpulan puisi, 2009), dan Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin (kumpulan puisi, 2008).
Buku-buku di atas semuanya telah beredar di masyarakat, dan cukup mendapatkan respons positif masyarakat sastra Jawa Timur. Sedangkan ketiga buku yang disebut terakhir adalah tinggal launching-nya saja di awal tahun ini.

Buku Sastra FSBS
Secara hitungan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan (tergabung dalam satu buku), dalam rangka memeriahkan acara Malam Sastra Surabaya atau lebih dikenal dengan Malsasa. Terbit pertama pada tahun 2005 dan disusul tahun 2007. Tahun 2005 melibatkan sejumlah 25 penyair dan 7 penggurit, ikut bergabung dalam kumpulan “Malsasa 2005,” sedangkan pada tahun 2007 ada 34 penyair dan 14 penggurit karya-karyanya masuk di antologi ‘Surabaya 714’. Para penyair dan penggurit yang ikut tercantum dalam buku tersebut, serta ikut tampil baca puisi dan guritnya adalah berasal dari beberapa kota di Jawa Timur, seperti: Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, Ngawi, Madiun, Gresik, Pasuruan, Lumajang, dan Surabaya.
Buku kumpulan geguritan bertajuk Tanpa Mripat, anggitane Aming Aminoedhin, memuat 30 guritan, sedang Mampir Ngombe anggitane Indri S. Diarwanti, memuat 64 judul guritan. Kedua buku kumpulan guritan di atas, hanyalah memuat geguritan gagrag anyar, yang diterbitkan pada tahun 2006.
Wacan bocah dengan berbahasa Jawa yang ditulis oleh Trinil, bertajuk Timbil, memuat beberapa cerita anak yang cukup memberikan kontribusi positif di bidang sastra Jawa di Jawa Timur. Karena selama ini, sudah jarang sekali pengarang Jawa yang mau mengarang dan bercerita bagi anak-anak. Padahal hal ini, sangatlah penting, bagi menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa. Begitu pula kedua kumpulan guritan Tanpa Mripat dan Mampir Ngombe di atas, sebenarnya juga dalam rangka menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa. Hanya sayangnya, untuk penjualannya memang agak susah kepada masyarakat. Barangkali, Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan, seharusnya bisa membantu untuk penjualan buku-buku sastra Jawa ini. Ayau setidaknya, bisa menghimbau para guru bahasa Jawa mau ikut membeli buku-buku ini. Kapan? Entahlah!
Secara niatan, niatnya sudah baik, FSBS mencoba menerbitkan buku-buku sastra Jawa, dengan harapan agar bahasa dan sastra tidak punah. Atau memperpanjang hidupnya bahasa dan sastra Jawa itu.
Buku lain, yang diterbitkan FSBS adalah Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin. Buku ini hanya mengkhususkan berisi sajak/puisi anak-anak, ditulis dengan bahasa anak-anak pula. Buku ini memuat 33 judul puisi anak-anak. Buku ini dicetak dengan harapan kumpulan ini bisa dijadikan semacm contoh latihan menulis dan membaca puisi bagi anak-anak. Bisa juga dijadikan bahan pengayaan mata pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat TK, SD, bahkan mungkin SLTP..
Ada lagi satu terbitan FSBS yaitu sebuah kumpulan puisi yaitu Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin, memuat sejumlah 69 judul puisinya. Puisi-puisinya lebih banyak bicara tema perempuan, karena idenya memang berawal dari tentang perempuan tersebut. Tapi ada juga beberapa puisi yang bertema protes sosial.
Buku yang terakhir diterbitkan adalah sebuah kumpulan puisi yang ditulis AF Tuasikal bertajuk Senyum Rel Kian Jauh, berisi 89 judul puisi, terbit tahun 2009. FSBS kali ini, memang mencoba menerbitkan karya penyair muda berbakat yang satu ini. Penyair kelahiran Mojokerto, yang kini bekerja di Balai Bahasa Surabaya, dan penggagas Komunitas Sastra “Sinji” ini, pernah berkali-kali beraksi di depan publik sastra Surabaya, Malang, Mojokerto, Blitar, Lamongan, Sidoarjo dan kota-kota lainnya di Jawa Timur.

Buku Sastra
Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah relatif cukup banyak menerbitkan buku sastra, hanya saja komunitas ini agak kesulitan ketika harus menjualnya, kepada masyarakat pembacanya. Lantas bagaimanakah solusinya? Barangkali memang perlu ada semacam program sastrawan masuk sekolah, sekaligus bisa mensosialisasikan dan menjual buku-buku cetakannya. Dalam hal ini barangkali dinas pendidikan bisa memfasilitasi? Semoga saja!

Desaku Canggu, 2 Februari 2009

Senin, 05 Januari 2009

menulis dapat duit & angka kredit

MENULIS DAPAT DUIT DAPAT ANGKA KREDIT*
oleh: Drs. M. Amir Tohar

Pengantar
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang dipergunakan oleh bangsa Indonesia, sebagai bahasa persatuan, bahasa Nasional, dan bahasa Negara. Bahkan bahasa Indonesia juga dijadikan bahasa pengantar bagi guru dan dosen untuk mengajar di dalam ruang kelas masing-masing.
Melalui bahasa Indonesia ini pulalah, kita (suku-suku bangsa yang begitu banyak di Indonesia), bisa saling berkomunikasi secara mudah. Bahkan melalui bahasa Indonesia ini pulalah, persatuan antarsuku bangsa di Indonesia bisa terjalin dengan indah. Bahasa Indonesia juga diajarkan ke semua siswa, di semua jenjang pendidikan di Indonesia, baik dari tingkat Sekolah Dasar, Menengah, hingga ke tingkat mahasiswa.
Berawal dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, bahasa Indonesia mempunyai fungsi majemuk, menjadi bahasa persatuan, bahasa negara, bahasa resmi, bahasa penghubung antar-individu, bahasa pergaulan, dan yang tak kalah pentingnya sebagai bahasa pengantar di semua sekolah di Indonesia (Rayahu, 2007:7).

Tulis-Menulis
Kegiatan tulis-menulis merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses belajar-mengajar, termasuk di dalamnya adalah para guru. Mereka sering dituntut menyusun makalah, laporan atau tulisan lain untuk kepentingan sekolah, atau bahkan untuk kenaikan pangkat seseorang guru.
Kebanyakan mereka tidak tahu persis aturan dalam menyusun makalah ataupun laporan, namun seorang guru akan dengan patuh mengerjakannya, guna kepentingan tersebut.
Sebenarnya apabila seorang guru merasa kesulitan saat menulis dapat dikatakan wajar, atau mungkin tidak wajar. Hal ini wajar bisa terjadi, mengingat bahwa seorang guru tugasnya adalah mengajar, bukan menulis (terkecuali guru Bahasa Indonesia). Pekerjaan menulis pun merupakan aktivitas yang kompleks, dan membutuhkan kemampuan dan ketrampilan berbahasa yang memadai. Tidak wajar, karena seseorang guru, biasanya lulusan sarjana, sehingga mereka pasti pernah menuliskan makalah dan skripsi, pada waktu menempuh kuliahnya.
Untuk mampu menulis seseorang umumnya sudah paham terhadap apa yang hendak ditulis. Kemudian menemukan sumber informasi (buku, jurnal, artikel, dsb.) yang mendukung, membacanya secara cermat dan mampu menemukan hubungan berbagai masalah yang hendak ditulis. Menuangkan dalam kalimat demi kalimat yang utuh serta menyuntingnya, baik dari aspek kebahasaan maupun pengorganisasian gagasan.
Beberapa cara membuat tulisan/makalah seharusnya melalui:
1. Menulis seharusnya telah punya topik persoalan yang disepakati/ditentukan agar penulis bisa mencari, menyerap serta menguasai masalah seluas-luasnya yang akan ditulis.
2. Menulis dengan cara mampu bernalar, menghubung-hubungkan dan membandingkan fakta yang barangkali pada seseorang yang tidak pernah menulis akan kurang mampu bisa melakukannya.
3. Seseorang harus mampu mengorganisasikan gagasan secara sistematik serta mengungkapkannya secara tersurat. Hal ini akan berbeda jauh apabila kita menyampaikan gagasan dalam bentuk lisan/ujaran. Berbahasa secara lisan berkecenderungan menggunakan bahasa percakapan/sehari-hari yang kadang menjadikan berlarut-larut dan carut-marut, kurang sistematis. Berbeda dengan bahasa tulisan, yang cenderung menggunakan bentuk baku dan resmi serta efektif karena telah disunting sebelumnya. Dalam menulis, seseorang diajak untuk belajar lebih aktif., serta dituntut mampu menemukan berbagai informasi dan memecahkan masalah. Menulis juga melatih dan membiasakan berbahasa secara tertib.

Menulis di Koran dan Majalah
Di dalam menulis, seseorang guru sebaiknya menulis artikel apa saja yang berhubungan dengan tugasnya, yaitu bicara soal dunia pendidikan. Ada banyak hal yang harus bisa kita tulis dalam hal ini, misalnya saja: persoalan lingkungan hidup di sekolah, cara belajar siswa yang efektif, kepramukaan, kegiatan ekstra kurikuler sekolah, koperasi siswa, cara mengajar di dalam kelas, kantin kejujuran di sekolah yang tanpa penunggu, dan masih banyak lagi.
Menulis, apa lagi bila tulisan itu akan dikirimkan sebuah koran atau majalah, seharusnya tidak harus terlalu panjang, akan tetapi tema dan permasalahan yang diangkat adalah masalah aktual.
Sebagai ilustrasi, beberapa waktu yang lalu, ada seko-lah yang diberi label 'SMAN 3 Jakarta dengan sebutan SMA Anti Korupsi Diponegoro', yang jika tidak salah diresmikan oleh Menteri Dekumham atau Kejagung. Kemudian wilayah Provinsi Jawa Timur, tepatnya di SMAN 3 Sidoarjo, baru saja diresmikan 'Kantin Kejujuran' oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Timur. Peresmiannya pada tanggal 9 Desember 2008, di mana pada hari itu adalah “Hari Anti Korupsi se-Dunia.”
Kantin kejujuran ini diharapkan menjadi 'laboratorium moral' dalam mengembangkan pendidikan anti korupsi di sekolah. Kantin kujujuran juga untuk mengembangkan aspek afeksi yang berkorelasi dengan pembentukan sikap, kesa-daran dan keyakinan, bahwa 'anti korupsi' harus dilakukan dalam berbagai bidang di setiap saat dan kesempatan. Termasuk di dalamnya, dunia pendidikan, yaitu para siswa Sekolah Tingkat Atas.
Dalam 'kantin kejujuran' ini proses transaksi jual beli-nya tanpa pengawasan, para pembeli hanya bermodalkan kejujuran. Jika ada uang kembali pun, ambil sendiri.
Persoalan aktual semacam 'Kantin Kejujuran' inilah, yang sebenarnya harus diangkat dalam tulisan, agar tulisan kita bisa termuat di sebuah koran dan majalah. Bisa juga tulisan berupa hasil penelitian, semacam hasil penelitian tindakan kelas (classroom action research), di mana para guru hampir semuanya pernah melakukannya. Tulisan itu bisa juga dirangkum jadi sebuah tulisan yang pendek untuk kemudian dikirimkan ke sebuah majalah atau koran.
Sebab selama ini, jika kita mau jeli bahwa koran harian, hanya akan termuat adalah masalah-masalah aktual yang baru saja menjadi issue masyarakat. Begitu pula jika kita akan mengirimkan ke majalah, yang biasanya terbit, mingguan, dua mingguan, atau bulanan; maka topik atau tema yang akan kita kirimkan adalah masalah aktual minggu dan bulan majalah tersebut terbit.
Menulis artikel pendidikan di koran atau majalah, di samping kita mendapatkan honorarium (duit), tulisan kita juga masih mendapatkan angka kredit.

Koran dan Majalah Apa?
Beberapa kawan guru, banyak bertanya, ke mana tulisan artikel saya kirimkan? Lewat apa saya mengirimkan?
Dan banyak lagi, pertanyaan-pertanyaan menyangkut dunia tulis menulis ini.
Apabila tulisan artikel 'aktual' tersebut sudah jadi dan tinggal kirim, maka jawaban mengirimkannya adalah di koran-koran yang ada di wilayah Jawa Timur dulu. Seperti misalnya: Jawa Pos, Surabaya Post, Surya, Kompas Jawa Timur, dan beberapa koran lainnya. Sedangkan majalah, bisa dikirimkan ke Majalah Media yang dikelola Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur atau majalah lain yang memuat dunia pendidikan.
Pengirimannya bisa lewat Kantor Pos, dengan berprangko, atau sekarang lebih gampang, melalui email masing-masing koran dan majalah tersebut.

Penutup
Demikian beberapa hal yang barangkali bisa dijadikan referensi dalam belajar menulis. Semoga tulisan ini bisa memacu para guru untuk bergairah dalam mencoba menulis artikel di koran dan majalah. Menulis dapat duit dan angka kredit. Semoga tulisan yang termuat di koran dan majalah oleh para guru bisa memberikan gairah penulisan selanjutnya, dan sekaligus memajukan kegiatan proses belajar mengajar di sekolah masing-masing. Selamat mencoba!


Daftar Pustaka
Aminoedhin, Aming. 2002. Bulan Oktober Bulan Bahasa, (makalah ceramah).
Rahayu, Minto. 2007. Bahasa Indonesia di Perguruan Tinggi, Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, Jakarta: PT Grassindo
Santoso, Anang. 2006. Desain PTK Dalam Penelitian Pengajaran Bahasa (makalah ceramah)
Pemda Sidoarjo. 2008. Kantin Kejujuran, Sidoarjo: SMAN 3