Senin, 21 Desember 2015

PAMERAN LUKISAN NGGAGAS YOGYA DI BATU






TENTANG PAMERAN LUKISAN
KELOMPOK NGGAGAS YOGYA*
Oleh: Aming Aminoedhin**

Bicara soal seni rupa di Jawa Timur, barangkali punya riwayat panjang. Mungkin sepanjang kali Brantas yang melintas membelah provinsi ini. Kali Brantas berawal dari Bumiaji – Batu, mengalir ke arah Malang, Blitar, Tulungagung, Kediri, Jombang, dan Mojokerto. Dari Mojokerto, terbelah dua sungai yaitu Kali Mas ke arah Surabaya, dan Kali Porong mengarah ke Porong.
                Sungguh! Perjalanan panjang sungai itu identik perjalanan panjangnya seni rupa Jawa Timur, dan bila mau mengingat nama-nama pelukis Jawa Timur yang cukup dikenal di dunia seni rupa kita; sekedar menyebut nama yang saya ingat: OH Soepono, S. Toyo, Daryono, Amang Rahman, Tedja Suminar, M. Roeslan, Liem Keng, Rudi Isbandi, Khrisna Mustadjab, Wiwiek Hidajat, Koempoel, Nurzulis Koto, M. Thalib Prasodjo, Cak Kandar, Asri Nugroho, Dwidjo Sukatmo, Ivan Hariyanto, Agus Koecink, dan banyak nama-nama lainnya. Ada juga nama pelukis nenek gaek yang cukup fenomenal asal Gresik, bernama Masmoendari yang terkenal dengan lukisan naifnya damar kurung. Namanya cukup melejit, setelah beliau pameran di berbagai hotel berbintang di Surabaya.
Lantas belakangan ada nama-nama pelukis lain yang cukup diperhitungkan di kancah Nasional; sebut saja mana: Kubu Sarawan (Batu), Joni Ramlan (Mojokerto), Supar Pakis (almarhum, Surabaya), Mas Dibyo (Tuban), dan beberapa nama lainnya.
Seni rupa Jawa Timur, memang cukup panjang jalannya. Beberapa pameran lukisan memang banyak dilakukan, baik di galeri-galeri, hotel, kantor bank, dan juga kantor-kantor pemerintahan. Se-dangkan bila bicara soal galeri senirupa di Surabaya tidak banyak jumlahnya, sebut saja: Galeri Seni Surabaya (DKS), Orasis Art Gallery, House of Sampurno, Gedung Merah Putih – Balai Pemuda Surabaya, dan baru saja dibuka Galeri Prabangkara di Taman Budaya Jawa Timur.




Barangkali terlalu sedikit galeri seni rupa di Surabaya, kota terbesar kedua di Indonesia yang punya banyak pelukis-pelukis handal di kancah Nasional ini. Tidak heran, jika kemudian Kelompok Nggagas Yogya, memilih pameran di Galeri Raos – Kota Batu ini. Sebab kota Batu memang punya masyarakat yang cukup apresiasitif terhadap seni lukis. Atau ini memang seperti dikatakan Rudi Isbandi (Surabaya: 1985) bahwa ‘Seniman perlu memiliki kemandirian dalam memandang kehidupan, dan lingkungannya; agar karya-karyanya tidak sekedar objek hiasan untuk mempercantik ruangan, tetapi mampu menjadi subjek yang memperkaya jiwa manusia menjadi lebih arif.” Dan mereka bersembilan sepakat mandiri untuk berpameran di sini, di Galeri Raos - Batu ini.
Wallahu alam bisawab!

Pelukis yang Menulis

                Seperti telah saya tulis di muka, bahwa beberapa pelukis Jawa Timur, memang banyak yang melejit di kancah Nasional; tapi tidak banyak pelukis yang mau menulis. Padahal, di era globalisasi ini peran tulisan sangat penting bagi pelukis guna menginformasikan seberapa apik dan baiknya lukisan seseorang pelukis. Lukisan sendiri atau lukisan teman kelompoknya.
                Bila saja mau mencatatnya, barangkali angkanya tidak melebihi dari lima jari kita. Kita coba teliti, pelukis yang mau menulis di Jawa Timur angkatan tua itu, seingat saya  hanya Rudi Isbandi dengan buku yang bertajuk ‘Percakapan dengan Rudi Isbandi” (CV Fajar Harapan, Surabaya: 1985) dan satu lagi buku lupa judulnya. Belakangan ada Djoeli Djatipambudi (pelukis, kurator, dosen di Unesa), dan Agus Koecink (pelukis, dosen STKW). Dua pelukis muda ini intens menulis tentang seni rupa , baik koran maupun jurnal seni rupa.
       Bagi saya, menulis memang perlu dilakukan oleh pelukis, mengapa tidak? Selain bisa jadi kritikus seni rupa, juga bisa jadi menulis sejarah kepenulisannya sendiri. Setidaknya bisa mencatat sejarah seni rupa kelompoknya, dan/atau senirupa di kotanya; bahkan mungkin sejarah seni rupa Indonesia. Nah... sekarang pelukis ditantang untuk bisa menulis. Kapan? Sejak sekarang!

Memagut Mimpi-2

                Sejak awal saya punya asumsi, jika ada pameran lukisan ‘Memagut Mimpi-2’ berarti sebelumnya ada ‘Memagut Mimpi-1.’  Itu pasti! Nah.... dari pameran ‘Memagut Mimpi-2’ ini saya merasakan adanya ketidakpercayaan para pelukisnya akan pameran terdahulu ‘Memagut Mimpi-1’ itu; maka mengulangnya kembali dengan tajuk sama, hanya saja diberi label 2.  Benarkah? Tanyakan pada mereka bersembilan.
                Terlepas dari persoalan benar-tidaknya asumsi saya di atas, yang harus diapresiasi adalah kesembilan pelukis yang tergabung dalam ‘Kelompok Nggagas Yogya’ ini, mereka mau berpameran lukisannya di kota Batu. Memberikan suguhan pameran lukisan yang sangat berbeda dengan lukisan-lukisan yang mungkin digarap oleh para pelukis Jawa Timur. Lebih lagi, jika mereka bersembilan (M. Yusuf Arsyad, Rudatin Runtik, TJ Yoewono, Heri Suyanto, Teguh S, Rokhyat, Wahyu Teres, Kokom Komariah, dan Sanja Parwanto) adalah para pelukis (yang hampir semuanya) merupakan alumni perguruan tinggi seni di Yogya. Sungguh, sebuah apresiasi yang patut diacungi jempol bagi semua pelukisnya.

                Sebagai seniman barangkali kita memang tidak harus hanyut ikut heboh dengan berita-berita seperti: Setya Novanto dan Nikita Mirzani di Jakarta itu. Tapi bagaimanakah kita bisa merenung, dan kemudian berkarya membuat lukisan yang spektakuler sekaliber berita itu.
                Tentang pameran ini, pilihan mereka, seorang penyair, untuk membuka pameran lukisannya kali ini, tidaklah salah. Sebab penyair layaknya juga pelukis. Dua kreator ini memang sangat berdekatan. Kedekatannya, adalah sama-sama berkarya dengan kejujuran. Hanya saja, pelukis dengan kanvas, garis, dan warna; sedang penyair dengan kertas dan kata-kata. Kerja seni, apalagi lukisan dan puisi; memang butuh kejujuran hati. Sebab kejujuran bagi saya adalah mata uang yang berlaku di mana saja.
                Apalah arti lukisan bagus, tapi dari hasil garapan lukisan palsu/dipalsukan. Apalah arti puisi bagus, ketika tulisannya hasil dari plagiator penyair lain. Sungguh, haram hukumnya!


                Malam ini, sejarah seni rupa Jawa Timur mencatat, bahwa ada sembilan pelukis Yogya berpameran lukisan di Galeri Raos, Jalan PB Soedirman – Kota Batu. Mereka telah menorehkan cat pada kanvas, memberi warna, memberi sugesti agar kita para penikmatnya untuk mengapresiasi. Tentunya, ucapan terima kasih tak terhingga jumlahnya buat mereka bersembilan. Begitu juga kuratornya Ahmad Budi Santoso, yang telah memilah dan memilih yang terbaik guna dipamerkan!
Harapan yang harus dipompakan adalah bagaimana lukisan-lukisan mereka cukup memberi stimulan bagi penikmatnya. Harapan lain, bagaimana pula mereka pelukis (yang berpameran dan tidak pameran), sudi menulis seni rupa guna perkembangan seni rupa itu sendiri . Semoga pula para pelukis yang berpameran ini akan mengikuti pelukis-pelukis muda terdahulu, yang telah melambung seperti: Kubu Sarawan dan Joni Ramlan. Tentunya, tetap dengan kejujuran dalam berkarya! Semoga!
                Selamat berpameran “Memagut Mimpi-2.” Semoga pagutan impian yang dibawa dari Yogya itu, benar-benar tergapai di tangan mereka! Amin! Salam budaya!


                Desaku Canggu, 17 Desember 2015




* Untuk pembukaan pameran lukisan ‘Memagut Mimpi-2’ Kelompok Nggagas Yogya, Galeri Raos – Batu, 19 Desember 2015
** Presiden Penyair Jawa Timur

Catatan: Pameran lukisan ini dibuka oleh presiden penyair Jatim, Aming Aminoedhin. Di samping membaca tulisan di atas juga membaca puisi bertajuk 'Memang Benarlah Malang' dan "Catatan Pecundang-2" Seusai sambutan dua-tiga patah kata dan membuka pameran, Aming dapat tali asih berupa lukisan bergambar dirinya dari Kelompak Nggagas Yogya. Foto di atas Heri Suyanto menyampaikan lukisannya. Salam!