Minggu, 24 April 2011

REMBUGAN KBJ V SURABAYA

REMBUGAN KBJ V DARI HATI KE HATI
Oleh: Aming Aminoedhin
Penyair, Ketua Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS)

Menurut agenda kegiatan 2011, Pemerintah Daerah Provinsi Jawa Timur, ketiban sampur, jadi penyelenggara Kongres Bahasa Jawa (KBJ) V. Konon, akan diselenggarakan di kota Surabaya. Tapi adakah sudah dipersiapkan uba-rampe, sarana dan prasarana, kegiatan adanya kongres yang berskala besar itu? Saya tidak tahu persis akan hal ini. Seorang kawan di PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya), Bonari Nabonenar, sang ketuanya, bahkan katanya tidak diundang pada rapat awal persiapan KBJ V nanti.

Majalah Bahasa Jawa
Dalam perjalanan panjang sebagai penulis, berkali sudah saya menjadi juri lomba baca dan tulis geguritan, yang menggunakan media bahasa Jawa. Sebut saja tahun lalu, 2009, bertempat di Museum Mpu Tantular, dalam rangka menggelar Festival Tantular. Ada lebih 100 pelajar (laki-laki dan perempuan) se-Jawa Timur, yang menjadi peserta lomba ini. Lantas ada pula kegiatan yang diselenggarakan Dinas Pariwisata & Kebudayaan, Dinas Pendidikan Surabaya, kerja sama Kalawarti Basa Jawa ‘Jaya Baya’ di Cak DurasimTaman Budaya Jawa Timur; juga diikuti lebih dari 100 pelajar (laki-laki+perempuan) se-Kota Surabaya.
Contoh lain yang agak mengagetkan, ketika buku saya yang penerbitannya secara swadana, dan tercetak hanya sekitar 300 eksemplar, bertajuk “Tanpa Mripat” ‘kumpulan geguritan gagrag anyar’ terjual ludes, meski hanya melalui acara ceramah-ceramah sastra saya yang sangat insidentil. Kumpulan geguritan (puisi berbahasa Jawa) tersebut, ternyata mendapatkan respons positif pada masyarakat sastra Jawa di Jawa Timur.
Hal yang sama juga dilakukan oleh penggurit Widodo Basuki, ketika berceramah di depan para guru, mahasiswa, dan siswa; dia selalu menjual kumpulan guritannya ‘Layang Saka Paran’ dan ‘Meditasi Alang-Alang.’ Menurut Widodo, diistilahkan ngamen ceramah sekaligus jualan buku gurit, ternyata juga laku. Lumayan, katanya, kampanye sastra Jawa dan jualan bukunya.
Dari kegiatan tersebut di atas, membuktikan bahwa minat pelajar di Surabaya dan Jawa Timur masih cukup antusias pada sastra Jawa. Hal ini menepis anggapan adanya asumsi yang mengatakan bahwa sastra Jawa telah terpinggirkan. Menepis pula anggapan bahwa program “Java Days” (berbahasa Jawa) yang dilakukan sekolah-sekolah di Surabaya tidak efektif. Meski agak ironis memang, penamaan program sehari berbahasa Jawa di sekolah-sekolah Surabaya, dengan bertajuk “Java Days” yang menggunakan bahasa Inggris itu. Ironis!
Terlepas dari persoalan di atas, bahwa minat masyarakat Surabaya dan Jawa Timur terhadap sastra Jawa masih tergolong cukup lumayan, jika tidak boleh dikatakan cukup banyak. Lebih lagi, jika mengingat bahwa hanya di kota Surabaya-lah, yang masih tetap ada penerbitan malah berbahasa Jawa, dengan persebaran pembacanya hingga luar Jawa. Sungguh sebuah prestasi pelestarian bahasa Jawa yang perlu diacungi dua jempol sekaligus. Dua majalah berbahasa Jawa tersebut adalah “Panjebar Semangat” dan “Jaya Baya” yang hingga kini masih terbit, setiap minggunya.

Bonari dan Keliek Eswe

Persiapan menyongsong Kongres Bahasa Jawa (KBJ) V di kota Surabaya yang dijadwalkan akan dilangsungkan 2011 nanti, hingga kini belum terdengar grengseng (gairah)-nya. Setidaknya kegiatan-kegiatan yang mengarah ke persoalan masalah bahasa dan sastra Jawa. Misalnya saja, semacam lomba-lomba penulis sastra Jawa, lomba baca dan tulis gurit, macapat, tembang, dan lain sebagainya.
Persoalan lain yang tak kalah pentingnya, seharusnyalah Panitia KBJ V melibatkan para praktisi sastra Jawa yang setia menulis sastra Jawa, dalam mempersiapkan KBJ V nanti. Mereka itu seperti; Djajus Pete, JFX Hoery, Suparto Brata, Bonari Nabonenar, Keliek Eswe, Sunarko Sodrun Budiman, Budi Palopo, Sumono Sandy Asmoro, Suharmono Kasijun, Widodo Basuki, Anie Sumarno, Mbah Brintik, Sita T Sita, Titah Rahayu, Yunani, dan mungkin masih sederet lagi nama yang tak mungkin dipajangkan di sini.
Mengapa melibatkan mereka? Agar tidak terulang kasus yang terjadi pada KBJ III dan IV, yang mana beberapa nama pengarang sastra yang tak terlibat KBJ, membuat sendiri, bertajuk Kongres Sastra Jawa (KSJ) I (Solo), dan KSJ II (Semarang). Kegiatan KSJ ini, lantas banyak orang mengatakan sebagai tandingan dari Kongres Bahasa Jawa.
KBJ dengan dana Pemerintah yang milyaran rupiah, sedangkan KSJ dengan biaya patungan, alias bantuan dari dana driyah. Betapa pun sederhananya, bahkan saat ada KSJ I di Solo, sempat dihadiri oleh Bambang Sadono, Arswendo Atmowiloto, dan WS Rendra (almarhum).
Tokoh kontroversial yang jadi motivatornya KSJ adalah: Bonari Nabonenar dan Keliek Eswe, dua nama pengarang sastra Jawa yang keduanya cukup kreatif, inovatif, dan konstruktif dalam memandang dan menyikapi KBJ dengan menyelenggarakan sendiri Kongres Sastra Jawa.
Pertanyaan yang kini muncul adalah, masihkah Bonari dan Keliek, pada KBJ V Surabaya 2011 nanti; juga akan menyelenggarakan KSJ yang banyak asumsi orang mengatakan sebagai tandingan? Walahu allam bishawab........

Rembugan KBJ

Apabila KBJ V benar-benar diselenggarakan di kota Surabaya, barangkali menarik untuk bisa mengkampanyekan bahasa Jawa lebih efektif di sekolah. Kenapa? Karena selama ini, ada satu hari yang dijadwalkan ber-“Java Days”, atau berbahasa Jawa di lingkungan sekolah. Sekaligus, mengecek keberadaan ‘Java Days’ yang diprogramkan Dinas Pendidikan Kota Surabaya, apakah bisa berjalan lancar dan kontinyu dijalankan atau hanya isapan jempol belaka? Apakah bisa diterapkan, atau mungkin hanya sekedar himbauan, yang tak wajib dijalankan?
Sungguh, bahasa Jawa, bahasa Ibu-nya orang Jawa, sebenarnya mempunyai kekayaan kosa kata yang tiada bandingnya. Jika mau jujur, saya sebagai penulis sastra (media Indonesia dan Jawa), merasakan bahwa ungkapan dalam kosa kata sastra Jawa, memang lebih banyak jumlahnya, dan terasa indah dituliskan. Bahkan kosa-kotanya, terkadang sulit diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Bahasa Jawa juga sangat efektif guna mengingatkan manusia Jawa, semacam: pitutur luhur, tembang macapat, dan juga geguritan gagrag anyar. Apalagi dalam tulisan atau lisannya menggunakan bahasa krama inggil.
Menyosong Kongres Bahasa Jawa, barangkali kita memang diingatkan agar kita semua tetap ‘nguri-uri’ (melestarikan) bahasa Ibu kita, bahasa Jawa. Menyongsong KBJ V selayaknyalah kita (utamanya Pemda Provinsi Jawa Timur) mempersiapkan kegiatan itu secara maksimal. Tidak hanya semacam seremonial belaka. Utamanya, ajaklah praktisi sastra Jawa, seperti: Suparto Brata, Bonari Nabonenar, Keliek Eswe, Suharmono Kasijun, Widodo Basuki untuk rembugan soal ini. Agar KBJ V Jawa Timur ini benar-benar akan menghasilkan yang terbaik bagi perkembangan bahasa, sastra, dan budaya Jawa. Mari kita persiapkan KBJ V dengan membuka hati bagi semua praktisi budaya Jawa. Rembugan dari hati ke hati. Mari!

Desaku Canggu, 27 Juli 2010.