Kamis, 04 Agustus 2011

OEMAR BAKRI BACA PUISI
Catatan: Aming Aminoedhin

Guru atau para pendidik, yang oleh Iwan Fals dipredikati sebagai Oemar Bakri, baik guru PAUD, TK, SD, SMP/SMA maupun para dosen; adalah sosok seorang yang selalu jadi panutan bagi para siswa dan mahasiswa. Semua yang diajarkan kepada para siswa dan mahasiswanya, selalu saja akan dijadikan semacam pembelajaran dan pengetahuan yang sangat berguna bagi mereka untuk menjalani hidup dan kehidupan ini.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, dalam rangka memeringati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2011; Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) bekerja sama dengan UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian (Dikbangkes) – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, memrakarsai kegiatan “Malam Sastra Bagi Guru” atau disingkat “Malsabaru 2011.”
Beberapa guru yang kreatif dalam penulisan sastra, khususnya puisi, memang kurang mempunyai wadah untuk berekspresi guna memasyarakatkan karya-karyanya. Sedangkan kegiatan ini, diharapkan mampu menjadi wadah berekspresi, sekaligus aktualisasi diri; bahwa guru tidak hanya mengajar di ruang kelas, tapi juga bisa tampil dalam forum sastra berskala Jawa Timur bertempat di kota Surabaya.
Kegiatan ini, di samping memberi apresiasi bagi guru yang selama ini telah menulis sastra, khususnya puisi/gurit, juga mengajak mereka untuk tampil dan diskusi dalam satu forum kegiatan baca puisi bagi guru seluruh Jawa Timur, bertajuk “Malam Sastra Bagi Guru atau Malsabaru” di UPT Pendidikan dan Pegembangan Kesenian, Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur; juga merupakan sosialisasi sastra kepada para peserta didik, sekaligus masyarakat sastra Jawa Timur.
“Malsabaru 2011” ini dimaksudkan untuk memberi wadah kepada para guru kreatif yang menulis sastra, khususnya puisi/gurit, dan sekaligus memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi sastra, di kalangan guru, para siswa dan mahasiswanya yang akan ikut melihat tampilan para guru dan dosennya, membaca karya-karya mereka sendiri.
Kegiatan ini sekaligus ikut memeriahkan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2011 dan menunjukkan kepada masyarakat sastra, bahwa kota Surabaya dan Jawa Timur mempunyai kekhasan dalam mewadahi para guru berkreasi dan berekspresi, dengan cara membaca puisi dan geguritan (puisi berbahasa Jawa).
Ada pun para peserta Malam Sastra Bagi Guru (Malsabaru) 2011 yang diundang adalah para guru; baik PAUD, TK, SD, SMP, SMA, dan Dosen; atau penyair yang setidaknya pernah menjadi guru atau dosen di sebuah lembaga-lembaga sekolah tersebut.
Ucapan permohonan maaf tak terhingga jumlahnya, apabila tidak semua guru, dan penyair yang guru bisa terundang dalam acara Malsabaru 2011 ini. Itu hanyalah karena keterbatasan Panitia, guna mendapatkan referensi secara keseluruhan di seluruh Jawa Timur ini. Tapi itikad yang dipompakan (sebenarnya) adalah akan mengajak semua para guru kreatif, guna unjuk kebolehan menulis dan membaca sastra di depan publiknya.
Kekurangan dan kelemahan adalah sifat manusia, maka jika dalam penerbitan, penyelenggaraan pentas terasa kurang dan lemah, adalah wajar semata. Tapi puisi telah ditulis dengan matahati oleh para Oemar Bakri. Percayalah!
Ucapan terima kasih berjuta, kami sampaikan kepada semua rekan guru, dan penyair yang pernah jadi guru; yang telah ikut mendukung atas terbitnya buku ini.
Terakhir, kepada para Oemar Bakri, selamat untuk tampil membaca guritan dan puisi, yang dijadwalkan selepas Lebaran 2011 nanti. Saran dan kritik konstruktif bagi tumbuhkembangnya sastra, akan kami terima dengan tangan terbuka, dan hati membunga. Salam sastra!

4 Ramadhan 1432-H/4 Agustus 2011-M

Aming Aminoedhin,
koordinator Malsabaru
Diposkan oleh aming a

Senin, 01 Agustus 2011

kibar ultah kelima

KOMUNITAS KIBAR TERUS BERKIBARLAH!**
Catatan oleh: Aming Aminoedhin*)

Berbicara soal komunitas sastra di Surabaya dan Jawa Timur, barangkali tidak banyak jumlahnya. Namun jika saja mau mencatat, ternyata masih saja ada dan tetap berlangsung kegiatannya. Keberlangsungan komunitas itu memang tidak secara kontinyu bertemu, tapi komunitas itu muncul dengan cara menerbitkan buku sastra, baik kumpulan cerpen atau puisi. Hal ini untuk membuktikan bahwa komunitas sastranya tetap ada.
Beberapa komunitas tersebut tersebar di berbagai kota, dengan komunitas sastranya masing-masing. Baik sastra Indonesia maupun Jawa. Seperti misalnya komunitas sastra Indonesia, tercatat nama Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS), Bengkel Muda Surabaya (BMS), Forum Apresiasi Sastra Mojokerto (Forasamo), Komunitas Sastra dan Teater Lamongan (Kostela), Komunitas Sastra dan Teater Persada (Ngawi), Komunitas Lembah Pring (Jombang), Surabaya Poetry Community (Surabaya), Forum Studi Sastra Seni Luar Pagar (FS3LP) – Unair (Surabaya), Sanggar Sastra SD Jombatan (Jombang), Komunitas Sastra Esok (Sidoarjo), Komunitas Sastra Rabo Sore – Unesa (Surabaya), Komunitas Alam Ruang Sastra (ARS) Sidoarjo, Komunitas Pondok Kopi Pacet (Mojokerto), dan mungkin masih banyak lagi. Sementara itu, komunitas sastra Jawa, tercatat nama Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya (PPSJS), Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB), Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) yang bergerak di sastra Jawa dan Indonesia (Surabaya), Sanggar Sastra Jawa Parikuning (Genteng, Banyuwangi), dan Sanggar Sastra Jawa Triwida (Tulungagung, Blitar, dan Trenggalek), dan mungkin masih ada lagi.

Festival Sastra Sidoarjo
Kota Sidoarjo punya slogan yang mengatakan adalah sebagai kota festival. Tapi kapan ada festival sastra? Apabila bicara soal sastrawan, banyak sastrawannya domisili di Sidoarjo. Sebut saja nama: Rusdi Zaki, Leres Budi Santosa, Widodo Basuki, R. Giryadi, Lan Fang, dan mungkin masih banyak lagi.
Sedangkan komunitas sastra dan teaternya, ada : Komunitas Sastra Kibar, Alam Ruang Sastra (ARS) Sidoarjo, lantas ada Teater Gedeg, Teater Kibar, Teater SMAN 1, Taeter Kalam, dan banyak lagi. Beberapa nama yang jadi motivatornya semua ini, antara lain: Bhen Mul Wae alias Mulyono Muksim, Fathur ER, Zabid WS, Syarifudin Miftah, Gepeng Shodikin, Endang ‘Guru’ Kusinati, Yani ‘Guru Senopati’ Setyowati, Siti Muntadiroh, dan beberapa nama lainnya.
Juli 2010 lalu, komunitas ARS menerbitkan buku antologi puisi bertajuk ‘Gemuruh Sunyi’ yang di dalamnya memuat puisi-puisi berbahasa Indoinesia dan Jawa. Beberapa nama penyair muda puisinya termuat di buku itu, antara lain: Zabid WS, Fathur ER, Bhen Mul Wae, Syarifudin Miftah, Endang Kusniati, Yani Sulistyawati, Masyuns, Achmad Masud Hadi, Nur Rohmania, Joko Jambul, Azizun, dan Tia Ma. Tak ketinggalan pula puisi dari Bupati Sidoarjo waktu itu, Wien Hendarso, dan Ketua Dewan Kesenian Sidoarjo, HM Rochani
.
Komunitas Kibar Sidoarjo
Selain komunitas ARS yang cukup banyak anggotanya, ada juga komunitas sastra teater lainnya, bernama Kibar. Konon, kibar berasal dari akronim ‘ kita bareng-bareng atau kita bersama-sama.”
Sungguh sebuah nama komunitas yang sangat sederhana, tapi tidak sesederhana kiprahnya di ajang sastra teater di kota festival, bernama Sidoarjo ini. Mengapa tidak sederhana? Karena setiap derap-langkahnya, tetap bernafaskan seni sastra dan teater.
Menurut catatan dari rekan-rekan Kibar komunitas ini, berawal dari keresahan yang dirasakan bersama rekan-rekan seniman se angkatan (punya usia rata-rata hampir sama, dari 17 hingga 27-an tahun) yang punya obsesi agar sehabis belajar di sekolah formal, mereka mengadakan semacam latihan kesenian. Baik itu seni sastra, teater atau baca dan musikalisasi puisi.
Rekan-rekan yang yang punya keresahan yang sama itu, kemudian secara bersama-sama pula membentuk wadah bernama “Kibar” yang pada waktu itu masih banyak beberapa rekan dari anggota Teater Kalam – MAN Sidoarjo. Secara tanggal lahir komunitas Kibar ini adalah tanggal 29 Juni 2006. Ini berarti bahwa komunitas ini berusia lima tahun lebih. Hebat Bukan?
Beberapa kali komunitas ini bertemu, belatih, dan kemudian berpentas. Jika mau mencatat, komunitas Kibar pernah tampil dalam pementasan teater, ludruk, musikalisasi puisi, dan kerap kali bergandengan dengan ARS (Alam Ruang Sastra) menggarap sebuah kegiatan sastra, seperti Peringatan Hari Sastra “Chairil Anwar” seperti bulan April 2011 lalu.
Kibar adalah sebagai wadah kreativitas anak-anak muda Sisoarjo, telah bersama-sama untuk bergerak dalam ranah kesenian, dan mencoba menyapa dunia dengan mewujudkan eksistensinya dalam berkarya. Kibar juga banyak mendampingi sekolah-sekolah Negeri dan Swasta di wilayah Sidoarjo guna memberikan masukan-masukan kreatif, positif, bahkan komptetitif.
Dalam perjalanan awalnya Kibar tidak hanya mampu menarik perhatian para penggiat seni, melainkan juga mampu menumbuhkan semangat berkarya pada beberapa kelompok seni lain, khususnya di kalangan pelajar. Pentas perdana Kibar, yakni pertunjukan taeter bertajuk ‘Rempuh’ tahun 2006 di Museum Mpu Tantular, Sidoarjo; merupakan titik tumpu guna terrus melaju.
Selain itu Kibar juga pernah menyandang juara beberapa Festival Musikalisasi Puisi di Tingkat Provinsi Jawa Timur. Pernah pula menjadi kelompok ludruk tunggal yang didelegasikan langsung oleh Pemerintah Sidoarjo (2007) untuk mewakili daerah, yang kemudian komunitas ini mampu masuk dalam kategori Terbaik se-Jawa Timur , ketika tampil pentas di Taman Krida Budaya, Malang.
Demikian prestasi yang pernah disandang komunitas Kibar, disamping ada pula para awaknya/anggotanya punya prestasi yang lain. Catat saja misalnya: nama Fathur ER, naskah drama yang ditulisnya berhasil masuk dalam nominasi naskah drama Terbaik se-Jatim. Ia juga pernah menjadi juara lomba baca puisi sekaligus pernah menyutradarai drama yang meraih predikat penyaji terbaik pada Festival Teater Remaja di Taman Budaya Jatim. Lantas nama lain ada: M Zainul, sebagai pemenang lomba baca puisi tingkat remaja Terbaik se-Jawa Timur yang diadakan oleh Teater “Q” IAIN Surabaya; lantas Ghepenk, pernah membawa komunitas ini menjuarai lomba musikalisasi puisi Tingkat Jawa Timur; M. Shodikin : pernah menjuarai lomba musikalisasi puisi tingkat Jatim, dan kemudian Joko Dwi: pernah membuat antologi sendiri; serta Yeni, meraih gelar aktris terbaik dalam lomba drama remaja, dan masih banyak lagi.
Jika mau mencatat aktivitas Kibar lainnya, beberapa waktu lalu, ketika ARS punya gawe mau tampil di acara “Padhang Rembulan”-nya UPT Dikbangkes – Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur; sebagian besar personal yang ikut tampil adalah anak-anak komunitas Kibar. Sebut saja: Fatchur, Ghepenk, Endang Kusinati, Yani Setyowti, Muntadiroh, dan banyak lagi.
Ketika itu, mereka menggarap puisi-puisi saya, antara lain: Cerita Nabi Nuh dan Cerita-Cerita Khayal Yang Jauh, Di Mana Mereka Sekolah, dan Akulah Itu yang Diam, ketiganya karya Aming Aminoedhin.
Harmonisasi musik, gerak, nyanyi, dan baca puisi dalam tampilan musikalisasi puisi komunitas ARS yang di dalamnya banyak rekan Kibar sore itu, memang telah mengelaborasikan dengan sempurna. Terbukti ketika mereka tampil, mendapat tepuk tangan audiens yang kebanyakan adalah para pelajar cukup menggemuruh. Ini membuktikan bahwa mereka (audiens) cukup puas dengan tampilan mereka.
Semua yang telah dilakukan rekan-rekan Kibar memang sudah cukup banyak, tapi bukan berarti lantas tak lagi berkiprah lagi. Tapi teruslah selalu berkibar, meski mungkin hanya sebatas membuat compact disc (CD) musikalisasi. Tapi ini sebuah kerja bersama yang banyak kendala dan tantangan, di samping mungkin perlu pula kesabaran dan kesungguhan dalam menggarapnya. Selamat atas CD Musikalisasi Puisinya!
Melihat dari dekat komunitas Kibar, barangkali memang ada yang punya satu nama, mengikuti dua komunitas, yaitu ARS dan Kibar. Tapi tak apa! Itu tidak juga haram! Itu malah merupakan kreativitas bagi seseorang yang tak mau lelah untuk terus berkarya. Atau sebut saja, agar derap langkah berkesenian terus saja berjalan. Apa pun namanya, itu tidak penting. Yang terpenting, mau berkiprah dan melangkah!

Penutup
Melihat perkembangan komunitas sastra teater di Jawa Timur memang tak banyak jumlahnya. Dari yang tidak banyak itu, banyak juga yang kini tak ada kedengaran aktivitasnya. Sebut saja: FASS, Forasamo, PS3LP-Unair, PPSJS, Persada Ngawi, Komunitas SD Djombatan Jombang, dan mungkin masih banyak lagi.
Harapan yang harus selalu saya pompakan adalah bagaimana komunitas ini terus berderap, melangkah, dan kemudian pentas dengan indah. Sedangkan masyarakat penontonnya teopuk tangan meriah! Selamat berultah Kibar! Teruslah untuk selalu berkibar! Layaknya mentari pagi bersinar! Salam budaya!
Siwalanpanji, 17 Juli 2011

REUNI SASTRA MESEN 1977

Sketsa Reuni Anak Sastra Mesen 1977
BEDAH BUKU ”CANDIK ALA 1965”
DI BALAI SOEDJATMOKO SALA


               Sungguh, sebuah kemahadahsyatan Allah SWT memanglah tak tertandingi. Betapa tidak? Tanpa disangka-sangka waktu bersahabat dengan kami semua, anak-anak mahasiswa Falutas Sastra – UNS 11 Maret – angkatan 1977, bisa bertemu sua kembali.
              Berpuluh tahun kami tak bertemu, dan ketika seorang kawan bernama Tinuk R. Yampolsky menggelar bedah bukunya “Candik Ala 1965”; tiba-tiba kami seakan tersedot untuk melangkah menggerakkan kaki-kaki bergairah, bersepakat untuk datang sebagai penggembira di acara sederhana, tapi ternyata tak sederhana itu.

         Pembicara dalam bedah buku itu adalah Sapardi Djoko Damono, yang kemudian seakan menjadi magnet tersendiri bagi kami semua untuk berjumpa. Silaturahim, kata banyak orang, memperpanjang umur dan mendatangkan rejeki tiada terduga. Dan niat silaturahim itulah, yang kami semua mengemas dalam bingkai reuni mahasiswa sastra Mesen, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.
         Meski tak semuanya anak-anak sastra Indonesia, sebab ada Kristanta (Fakultas Teknik) dan ada Kuncahyono (sastra Inggris), tapi kegairahan pertemuan sungguh menakjubkan. Sedangkan mereka yang hadir itu: Listyawatie Sulistyo (Watiek), Hari Dwi Utomo (Hari), Bachrul Ulum Zuhri (Bachrul), Minto Rahayu (Yayuk), M. Amir Tohar (Aming), Budi Wijayani (Budi), Wieranta (Pakde Wier), Kintarsih Kartika Purbayani (Kintarsih), Tinuk Rosalia Yampolsky (Tinuk) yang bukunya dibedah, Widyarni (Wiwied), dan Kuncahyono (Si Kun dari Wonosobo).
          Beberapa kawan yang lain: Pudji Isdriyani, Murtini, Markamah, Royswan Isgandi, Sugino, Engkon, Ujang Sutedjo, Dadiyo, Farida Rohyuli Hardiyanti, Prasanti Handayani, Saudah, Junaidi Haes, Wulan Dwiyanti, dan Ratna, tak bisa hadir. Barangkali mereka semua lagi sibuk dengan pekerjaannya, atau mungkin lagi gundah melihat negeri ini? Atau bisa juga tak mendengar kabar yang menyenangkan ini?
Pertemuan yang terselenggara di Balai Soedjatmoko, Toko Buku Gramedia - Jalan Slamet Riyadi - Surakarta itu; 24 Juli 2011 malam; berlangsung sukses.
Ucapaan terima kasih tak terhingga jumlahnya, tentu akan kita tujukan kepada Tuhan YME, lantas Tinuk yang punya gawe, dan Watiek Sulistyo yang tak lelah memompakan pentingnya temu-sua itu. Watiek memang EO-nya acara. Sehingga harus diberi reward jempol sebanyak-banyaknya!
Lantas, setelah itu, kami semua rame-rame ke warung wedangan yang biasa kita sebut bernama HIK (Hidangan Istimewa Kampung)-nya Kemin di sekitar Monumen Pers Nasional, Jalan Yosodipuro, Sala.
Duh..... betapa nikmatnya, ketika minum kopi dan makan tempe-tahu bacem yang dibakar oleh Kemin. Tentunya, sambil bercerita tentang indahnya ketika kuliah di bawah tanjung Mesen yang memberi berjuta inspirasi menulis puisi itu. Cerita juga tentang kawan-kawan yang kini tak lagi terdengar juntrungnya ke mana? Atau cerita-cerita lucu yang dikemas dari rumah, termasuk anak-anak mereka yang kini mulai sekolah atau kuliah!
Sungguh pertemuan yang menyejukkan! Sekali-kali, memang perlu, ada pertemuan semacam ini. Pertanyaan yang kemudian muncul, kapan akan diadakan lagi?
Sebuah tanya yang barangkali teman-teman yang akan bisa menjawabnya! Atau barangkali Bachrul akan mengundang kami semua ke Yogya? Ah..... betapa senangnya!
Terakhir, terima kasih Tuhan, Engkau telah mempertemukan kembali kawan-kawan kami yang tetap setia dengan sastra. Apa pun maknanya, berapa pun kadar kesastraannya! Terima kasih, Tuhan!***(Aming Aminoedhin)