Rabu, 11 Februari 2009

forum sastra bersama sby

FSBS CETAK BUKU SASTRA
oleh: aming aminoedhin

Forum Sastra Bersama Surabaya atau FSBS
Komunitas ini terdiri dari komunitas sastrawan Jawa Timur, yang terdiri dari sastrawan yang menulis dengan menggunakan media bahasa Indonesia, dan media bahasa Jawa. Berdiri sejak 2 Desember 2005 lalu, ketika akan menerbitkan kumpulan sajak bertajuk ‘Malsasa’.
Beberapa nama yang ikut memotori ini, sebut saja Aming Aminoedhin, Sugeng Adipitoyo, Anang Santosa, dan W. Haryanto. Nama lain yang lebih yunior, ada: AF Tuasikal, dan Fahmi Faqih.
Awalnya, berangkat dari pertemuan warungkopian yang biasa mangkal di Warung Delima, alias Delapan Lima, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya. Dari hasil kongkow-kongkow itulah, yang kemudian melahirkan beberapa ide membentuk komunitas ini, yang akan menerbitkan antologi puisi dan geguritan. Terbentuklah kemudian komunitas bernama Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), yang terdiri sastrawan Indonesia dan Jawa tersebut. Dari hasil pertemuan nonformal inilah yang kemudian benar-benar melahirkan sebuah antologi puisi dan geguritan ‘Malsasa 2005’ yang dibacakan para penyair dan pengguritnya di Galeri Seni, Dewan Kesenian Surabaya, Jalan Gubernur Suryo 15 Surabaya.
Secara formal pertemuan rekan-rekan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) tidak pernah rutin, tapi secara nonformal bertemu dan berembug pada acara-acara pentas seni yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur di Gentengkali. Bahkan terkadang, secara spontanitas, tapi ternyata dapat terealitaskan kegiatannya. Tidak hanya berupa pentas sastra dan bedah buku; tapi juga penerbitan buku, utamanya buku sastra.
Secara hitungan, penerbitannya sudah lumayan banyak buku yang telah dan akan diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), antara lain: Malsasa (antologi puisi dan geguritan, 2005), Tanpa Mripat, karya Aming Aminoedhin (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Mampir Ngombe karya Indri S. Diarwanti (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Timbil karya Trinil (kumpulan wacan bocah, 2006), Surabaya 714 (antologi malam sastra surabaya, 2007), Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin (kumpulan sajak anak-anak, 2008), Senyum Rel Kian Jauh karya AF Tuasikal (kumpulan puisi, 2009), dan Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin (kumpulan puisi, 2008).
Buku-buku di atas semuanya telah beredar di masyarakat, dan cukup mendapatkan respons positif masyarakat sastra Jawa Timur. Sedangkan ketiga buku yang disebut terakhir adalah tinggal launching-nya saja di awal tahun ini.

Buku Sastra FSBS
Secara hitungan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan (tergabung dalam satu buku), dalam rangka memeriahkan acara Malam Sastra Surabaya atau lebih dikenal dengan Malsasa. Terbit pertama pada tahun 2005 dan disusul tahun 2007. Tahun 2005 melibatkan sejumlah 25 penyair dan 7 penggurit, ikut bergabung dalam kumpulan “Malsasa 2005,” sedangkan pada tahun 2007 ada 34 penyair dan 14 penggurit karya-karyanya masuk di antologi ‘Surabaya 714’. Para penyair dan penggurit yang ikut tercantum dalam buku tersebut, serta ikut tampil baca puisi dan guritnya adalah berasal dari beberapa kota di Jawa Timur, seperti: Sidoarjo, Mojokerto, Lamongan, Ngawi, Madiun, Gresik, Pasuruan, Lumajang, dan Surabaya.
Buku kumpulan geguritan bertajuk Tanpa Mripat, anggitane Aming Aminoedhin, memuat 30 guritan, sedang Mampir Ngombe anggitane Indri S. Diarwanti, memuat 64 judul guritan. Kedua buku kumpulan guritan di atas, hanyalah memuat geguritan gagrag anyar, yang diterbitkan pada tahun 2006.
Wacan bocah dengan berbahasa Jawa yang ditulis oleh Trinil, bertajuk Timbil, memuat beberapa cerita anak yang cukup memberikan kontribusi positif di bidang sastra Jawa di Jawa Timur. Karena selama ini, sudah jarang sekali pengarang Jawa yang mau mengarang dan bercerita bagi anak-anak. Padahal hal ini, sangatlah penting, bagi menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa. Begitu pula kedua kumpulan guritan Tanpa Mripat dan Mampir Ngombe di atas, sebenarnya juga dalam rangka menumbuhkembangkan bahasa dan sastra Jawa. Hanya sayangnya, untuk penjualannya memang agak susah kepada masyarakat. Barangkali, Pemerintah, dalam hal ini Dinas Pendidikan, seharusnya bisa membantu untuk penjualan buku-buku sastra Jawa ini. Ayau setidaknya, bisa menghimbau para guru bahasa Jawa mau ikut membeli buku-buku ini. Kapan? Entahlah!
Secara niatan, niatnya sudah baik, FSBS mencoba menerbitkan buku-buku sastra Jawa, dengan harapan agar bahasa dan sastra tidak punah. Atau memperpanjang hidupnya bahasa dan sastra Jawa itu.
Buku lain, yang diterbitkan FSBS adalah Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin. Buku ini hanya mengkhususkan berisi sajak/puisi anak-anak, ditulis dengan bahasa anak-anak pula. Buku ini memuat 33 judul puisi anak-anak. Buku ini dicetak dengan harapan kumpulan ini bisa dijadikan semacm contoh latihan menulis dan membaca puisi bagi anak-anak. Bisa juga dijadikan bahan pengayaan mata pelajaran Bahasa Indonesia di tingkat TK, SD, bahkan mungkin SLTP..
Ada lagi satu terbitan FSBS yaitu sebuah kumpulan puisi yaitu Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin, memuat sejumlah 69 judul puisinya. Puisi-puisinya lebih banyak bicara tema perempuan, karena idenya memang berawal dari tentang perempuan tersebut. Tapi ada juga beberapa puisi yang bertema protes sosial.
Buku yang terakhir diterbitkan adalah sebuah kumpulan puisi yang ditulis AF Tuasikal bertajuk Senyum Rel Kian Jauh, berisi 89 judul puisi, terbit tahun 2009. FSBS kali ini, memang mencoba menerbitkan karya penyair muda berbakat yang satu ini. Penyair kelahiran Mojokerto, yang kini bekerja di Balai Bahasa Surabaya, dan penggagas Komunitas Sastra “Sinji” ini, pernah berkali-kali beraksi di depan publik sastra Surabaya, Malang, Mojokerto, Blitar, Lamongan, Sidoarjo dan kota-kota lainnya di Jawa Timur.

Buku Sastra
Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah relatif cukup banyak menerbitkan buku sastra, hanya saja komunitas ini agak kesulitan ketika harus menjualnya, kepada masyarakat pembacanya. Lantas bagaimanakah solusinya? Barangkali memang perlu ada semacam program sastrawan masuk sekolah, sekaligus bisa mensosialisasikan dan menjual buku-buku cetakannya. Dalam hal ini barangkali dinas pendidikan bisa memfasilitasi? Semoga saja!

Desaku Canggu, 2 Februari 2009

Tidak ada komentar: