Kamis, 29 Maret 2018

HANDRY TM SI TUKANG FOTO ITU
















TUKANG FOTO ITU, HANDRY TM
Oleh: Aming Aminoedhin

Ketika tahun 1982, ada acara Forum Penyair Indonesia, saya (ketika itu masih kuliah di Solo) diajak ikut mengantarkan Kriapur (almarhum) tampil di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pada saat waktunya, Kriapur akan tampil baca puisi, saya ikut membacakan salah satu puisinya di depan publik. 
Pada waktu itulah, saya bertemu dan kenal dengan Handry TM yang wartawan Suara Merdeka Semarang yang sedang meliput acara itu. Dari perbincangan selama acara berlangsung Forum Puisi Indonesia 1982 itu, saya sempat rasan-rasan dengannya atas undangan DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) yang kurang selektif. Jika tak salah termasuk, mengapa kita (saya dan Handry TM) tak ikut terundang? Padahal sudah banyak puisi-puisi kita termuat di koran dan majalah?
Lantas, Handry TM bahkan rasan-rasan akan buat sendiri acara semacam di Semarang, dengan tajuk Temu Penyair Jateng. Ternyata yang digagas Handry TM, di Jakarta itu, benar-benar diselenggarakan oleh Keluarga Penulis Semarang pada tahun 1983. Tempatnya (nek gak salah) di Taman Raden Saleh, Tegalwareng, Semarang. Beberapa nama, sekedar menyebut nama yang ingat: Soekoso DM, Munawar Syamsudin, Djawahir Muhammad, Gunoto Saparie, Anggoro Suprapto, Timur Sinar Suprabana, Anies SB, Eko Tunas, Handry TM dll. Saya waktu itu, masih domisili Solo, karena kuliah di Sastra UNS maka ikut terundang oleh Handry TM. Ikutlah saya sebagai barisan Temu Penyair Jateng ’83 itu.
Barangkali ada yang menarik, pada tahun 1987, saya dan Handry TM, ternyata jadilah terundang oleh DKJ sebagai peserta Pertemuan Puisi Indonesia 1987. Betapa senangnya, saya dan Handry TM waktu itu, ternyata kita diakui oleh DKJ, dan diundang untuk kirim karya dan baca puisi di teater Arena - TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta. Saya dari Surabaya, dan dia dari kota Semarang yang membesarkannya. Hal ini tersebab, lantaran apabila seseorang telah ikut tampil di TIM serasa telah dibaptis jadi penyair. Padahal, banyak penyair hebat dan ampuh tanpa harus datang dan tampil di TIM. Entahlah….kok seperti itu, rasanya!
Kembali bicara Pertemuan Puisi Indonesia 1987 yang digelar di TIM Jakarta. Saya bisa ketemuan rekan-rekan penyair dari berbagai daerah yang saya kenal lewat tulisan karyanya yang termuat di koran dan majalah. Sekedar menyebut nama: Isbedy Setiawan ZS, Wahyu Prasetya, Sony Farid Maulana, Micky Hidayat, Fakhrunas MA Jabbar, Odhys, Acep Zamzam Noor, S. Iwan Soekri Munaf, Dorothea RosaHerliany,  Pudwianto Arisanto, Yus AN, Eko Tunas, Bambang Widiatmoko, Remmy Novaris DM, Gus Tf. Dedet Setiadi,  Naim Emel Prahara, Arief Joko Wicaksono, dan banyak lagi.
Pembicara atau tukang bedah puisi-puisi Penyair Puisi 1987, seingat saya adalah Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri. Acara ini digelar pagi hingga sore. Malam harinya acara baca puisi. Mereka para penyair se-Indonesia itu akan bergaya bacakan puisi dengan caranya sendiri. Saya sebagai orang Surabaya, mengawali baca puisi dengan meneriakkan kata “Surabaya! Surabaya! Surabaya!” turun dari balkon, sambil menyebar kertas-kertas puisi saya itu; menuju panggung utama di tengah arena. Penonton tersentak, dan saya lantas bacakan puisi-puisi saya yang kebetulan bicara soal kota Surabaya.
Hal ini saya lakukan, karena hanya ingin menggoda penonton agar melihat saya baca puisi, meski mungkin masih ada saja yang tetap tak tergoda karena sedang pacaran. Melihat saya yang penyair dari kota buaya, tapi tidak berperilaku buaya.
Sedangkan orang yang sangat berjasa dalam tampilan baca sajak saya ini, adalah Handry TM, yang mengabadikan momen itu dengan apik dan menarik, dari tustel jelek ‘canon’ yang saya bawa dari Surabaya. Sungguh luar biasa, hasil fotonya bagus, dan momen Pertemuan Puisi Indonesia 1987 tergambar jelas ada di lata belakang belakang foto itu.
Sebenarnya, tukang foto itu adalah Handry TM dari Semarang. Wartawan Harian Suara Merdeka kala itu. Matur nuwun, Cak! (aa).


Desaku Canggu, 25 Maret 2018

Tidak ada komentar: