mh. har harijadi
SKETSA SORE
I
bisik-bisik gembala di padang
merindukan pulang kandang
langkah-langkah gembala berirama
membiaskan wajah-wajah bahagia
senandung lagu-lagu gembala
tunjukkan limpahan rahmatNya
II
peluit-peluit lori senja
menukik rata dan begitu melukis rasa
lok-lok yang hitam sayu melata
adalah nafas-nafas kerja
dan kepulan cerobong asap
berbungkal-bungkal kian lenyap
menghilang, jauh seperti kenangan
Ngawi, 1970
mh. har harijadi
MALIOBORO
tiada seorang mengira
angin lalu begitu saja
seorang yang telah sarat rindu
bertemu dalam detik syahdu
1970
mh. har harijadi
MUSIM HUJAN TELAH DATANG
burung-burung telah pergi ke utara
bapakku kemarin sudah siap sedia
biji jagung dan cangkulnya
tanah rekah telah bergemburan
benih-benih yang lama telah disimpan
tadi pagi ditaburkan
ibu bapakku dan paman
adik-adikku tak ketinggalan
Ngawi, 1971
mh. har harijadi
IBU DALAM MANGU
kau pulang lagi anakku
setelah dulu kuberi restu
setelah sekian mengembara
pengalaman baru apakah kiranya
Ngawi, 1971
mh. har harijadi
DENGAN PUISI
dengan puisi, rinduku kian kencang berlari
mengembara di keluasan lazuardi
betapa berpacu di kesunyian sunyi
oh Tuhan
di padang manakah diri ini sekarang
terasa kerasnya mentari berdesingan
Ngawi, 1971
mh. har harijadi
SEBELUM PATAH HATI
segera setelah mencintai
kutetapkan syarat-syarat administrasi
demi efisiensi
abad teknologi
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
PAS PATAH HATI
pertanyaan-pertanyaan seperti beban
jawaban-jawaban seperti beban
dan pikiran dan perasaan dan keinginan
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
SETELAH PATAH HATI
kubeli rokok ardath
meski yakin tak akan berasa nikmat
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
COLT DINI
kekhawatiran itu harus ditebus
disuntingkan atas duli pengemudi
semoga tangan Tuhan jadi kendali
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
BECAK DINI
antarkan saya berapa saja ongkosnya
lantaran perjalanan yang membosankan
sudah jemu dengan pikiran-pikiran
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
CUACA DINI
dari dalam lewat kaca colt yang berembun
semesta bagai ngungun
asap rokok, kuap dan kantuk susul beruntun
Ngawi, 1978
mh. har harijadi
TAMAN GAYAM
bagai tanah kosong di kampung saya
jika hari libur, anak sekolah tak berolahraga
pintu-pintu rumah di sampingnya tak banyak yang terbuka
tatkala menyeberang di belahannya, saya jadi berduka
Malang, 1979
mh. har harijadi
DI SOLO
tidak seperti dulu ingin melacak koran atau buku-buku
tapi didesak keperluan untuk membagi-bagi waktu
ciut nyaliku waktu menapaki jalan yang berdebu
masih setia ternyata tubuhku dikoyak-koyak rindu
1979
mh. har harijadi
DI NGAWI
apalagi yang bisa saya pelajari
pengulangan itu sudah membosankan
sulit ditarik sepercik kemanfaatan
sedang jadwal masih begini hari-hari
tumpah darah katanya harus dijunjung tinggi
saya malah tak bisa krasan-krasan
1979
mh. har harijadi
DI BROSOT
merasa heran kenapa besok sudah lebaran
justru aku masih gentayangan bepergian
sedang saya tak kenal medan
alamat siapa masih membingungkan
masih pula ditempuh dengan geram
Tuhan beri saya hati lautan!
1979
mh. har harijadi
JEMBATAN MERAH
Seperti tak ada arah mata angin
hanya gedung-gedung
kendaraan-kendaraan
dan jubel-jebel orang
Seperti hanya lalu-lalang
kesibukan, tak ada hati lapang
penumpang tunggang-langgang
terasa tak ada kebahagiaan
1979
mh. har harijadi
KWATRIN BANGUN TIDUR
Terima kasih Tuhan
betapapun, setelah kuhitung
hanya beberapa kejap
dari baringku yang lelap
Maafkan Tuhan
dari gerutuan yang kusurukkan
tatkala nyali tak mau pejam
betapa jelas sekarang ulahku yang kejam
Benak kutabrak dengan ikhlas
sukmaku dengan pelan kupulas
buang dukamu sebvelum berangkat
suara-Mu kutangkap lamat-lamat
Nafasku menggeliat tatkala
jarum-jarum hasrat menancap
alangkah rapuhnya rohku
jikau Kau tak menampakkan wajahMu
Ruang dan waktu sudah menunggu
aku belum siap masih sedang tergugu
merampungkan program rangkaian harapan
yang kususun dengan bimbang
Masih belum segera berdoa
kalau tidak ingat dosa-dosa
rancak darahku terseruak
memadatkan urat setelah berkhalwat
Syair siapakah yang datang sekarang
ingin kupungut dalam keranjang
hingga putus-asaku sirna
harapan pun tak coba memaksa
Ngawi, 1980
mh. har harijadi
DUMPLENGAN
Padi gogo sudah menguning
Tapi tak kutemu wajah yang bening
Asing udara, meski masih kampungku juga
Hiburku menyanyi, “Indonesia tanah tercinta”
Anak-anak sekolah berpakaian Pramuka
Turut berlagu, tapi tak ada irama
Sudah tak ada bermacam dolanan
Barangkali ada kemajuan
Ngawi, 1981
mh. har harijadi
NGUNENGAN
Terasa jauh jarak yang lekat
Karena ada bengawan yang menyekat
Penduduk yang seperti desa Beran
Jarang ketemu kabar jika tak nonton tivi di kalurahan
Sunyimu asli, sangat manusiawi
Waktu ketemu gadis berambut poni, saya bisa jatuh hati
Keengganan jadi kegairahan
Tapi hanya dalam angan-angan
Ngawi, 1981
2 komentar:
puisine bapakku
arek iki ngomong apa? aku gak ngerti. nglindur bek-e!
Posting Komentar