Selasa, 18 Februari 2014

RESENSI MALSABARU





“MEMBACA” GURU MELALUI PUISI

 











Oleh: Ummi Mukharomah Hariyanti
Guru SMAN 2 Ngawi


Judul Buku      : Malsabaru 2011
                        Malam Sastra bagi Guru, Antologi Puisi dan Geguritan
Kurator           : Akhudiat, Suharmono Kasijun, dan Aming Aminoedhin
Penerbit          : Forum Sastra Bersama Surabaya,UPT Dikbangkes
                         Dinas  Pendidikan Provinsi Jawa Timur
Cetakan          : Pertama, Mei 2011
Tebal              : ix + 145 halaman

          Guru konon harus digugu dan ditiru, juga dalam kehidupan kesehariannya, tidak hanya ketika di depan kelas untuk mengajar, tetapi juga ketika  di luar kelas dengan semua aktivitasnya.  Antologi puisi dan geguritan ini berisi hasil penglihatan, perasaan,pemikiran,  perenungan  guru-guru di Jawa Timur.
          Buku antologi puisi dan geguritan  yang diberi judul Malsabaru 2011  (Malam Sastra bagi Guru 2011)  sebenarnya disiapkan untuk memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2011, namun sayang baru  sampai pada pembaca bulan April 2012 ini. Akan tetapi hal itu tidak mengurangi makna upaya  para guru dalam memperingati Hardiknas tahun lalu maupun  tahun ini.
          Dalam Catatan Aming Aminoedhin sebagai koordinator Malsabaru menuliskan bahwa antologi puisi dan geguritan ini diharapkan sebagai wadah kreativitas guru dalam penulisan karya sastra. Juga sebagai media berekspresi, sekaligus aktualisasi diri, bahwa guru tidak hanya mengajar di kelas,tapi dapat tampil dalam forum sastra berskala Jawa Timur dengan menghasilkan puisi.
          Puisi dan geguritan yang terdapat pada antologi puisi dan geguritan yang bertajuk Malsabaru 2011, rencananya akan dibacakan oleh penulisnya pada acara Malam Sastra bagi Guru di Surabaya tidak lama lagi. Acara ini bekerja sama dengan UPT Pendidikan dan Pengembangan Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang memberi wadah bagi para guru sekaligus memprakarsai acara ini. Kita tunggu penampilan para guru sebagai penyair dan bukan sebagai pengajar.
          Antologi puisi dan geguritan yang berisi 94 puisi dan 23 geguritan ini ditulis oleh 41 guru atau mantan guru yang sekaligus penyair di Jawa Timur yang disebut sebagai para guru penyair dan penggurit (seperti yang disampaikan UPT Dikbangkes –Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Drs. H. Karsono,M.Pd pada kata pengantarnya).
          Para  guru dan mantan guru PAUD, TK, SD, SMP, SMA, yang menulis pada buku ini berasal dari daerah di seluruh Jawa Timur. Dari Jawa Timur sebelah barat, beberapa guru dari Ngawi ikut menyumbangkan puisinya, yaitu Junaedi Haes (guru SMA 2  Ngawi), Kuspriyanto Namma (guru MAN Ngawi), kembar Tjahjono Widianto dan Tjahjono Widarminto (guru SMA 1 dan SMA 2 Ngawi), Anas Yusuf (guru MA di Madiun), Arim Kamandaka dan Ary Nurdiana( guru SD di Ponorogo). Dari Jawa Timur bagian tengah  terdapat  Faradina Izdhihary (guru SMAN 1 Batu), Bonari Nabonenar (guru SMAN 1  Panggul, Trenggalek). Dari Madura terdapat M. Tauhed Supratman.                   
          Dari 41 guru dan mantan guru yang mengisi antologi puisi dan geguritan ini   ternyata terselip beberapa dosen, yaitu Akhudiat yang menjadi dosen luar biasa Fakultas Adab di IAIN  Sunan Ampel Surabaya, Tengsoe Tjahjono yang mengajar di Universitas Negeri Surabaya, Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia yang dikenal juga sebagai penyair Jawa Timur dan bergelut di dunia sastra. Lantas ada juga Suharmono Kasijun, juga dosen Unesa.
          Dengan puisi dan geguritan para guru dapat menceritakan kesehariannya, mengabdi pada negeri, menjadi penuntun pencari ilmu. Seperti puisi karya Junaidi Haes berikut yang berjudul” Nyanyi Sunyi Sang Guru”, Tiga puluh tahun sudah/Aku menjadi bagian pengasuh anak-anak/Di negeri yang semakin lusuh ini/Entah berapa miliar kata /Telah terlempar dari mulut ini/Apakah jadi pupuk atau racun hati/...( halaman 55).
          Sedang puisi karya Kuspriyanto Namma yang berjudul “Epik Sang Guru’ berikut menghadirkan dilematis guru dalam menjalankan tugas yang setiap tahun harus dilakoni, antara target kelulusan dan kejujuran yang kadang berseberangan tak dapat berjalan beriringan, sehingga tidak sesuai dengan hati nurani guru. Yang paling menyedihkan adalah/menjadi pengawas Ujian Nasional/tak bisa menolak tugas/tak berani melanggar sumpah/datang pagi-pagi/telinga harus siap diceramahi tiap hari/.............../.Pengawas-pengawas ruangan/memilih jalan aman/membiarkan kecurangan mekar/dalam pot-pot kebohongan/dalam mata terpejam/hati dirajam-rajam ( halaman 56)
          Salah satu geguritan dalam kumpulan puisi dan geguritan Malsabaru 2011 yang digurit Sumomo Sandy Asmoro dengan gaya kontemporer dan satire melukiskan kondisi guru zaman kini yang dituntut bersertifikasi  dengan  segala bentuk konsekuensi, kadang harus berani menjadi musuh teman sendiri yang seharusnya dirangkul dan dihormati. Betapa nelangsa nasib guru yang dikejar sertifikasi menjadi lupa diri. Geguritan yang berjudul  “Jam Guru”  itu lengkapnya sebagai berikut : jam pitu jam pamit/jam budhal jam medhal/jam mulang jam meling/jam ngaso jam loyo/jam kosong jam kopong/jam rapat jam kilat/Jam piket jam molet/jam mulih jam ngelih/jam les jam bares/jam ngomah jam lungkrah/jam mangan jam,ngombe jam, adus jam, nguras jam/turu jam, ngimpi jam, nglirik jam/ngarang jam/jam ngelih, jam nyilih, jam ringkih, jam jaman sertifikasi/  jambak-jambakan rebutan /Jam (halaman 137}
          Selain berisi aktivitas guru dalam mendidik, antologi puisi dan geguritan Malsabaru 2011 juga menyampaikan bahwa guru adalah manusia biasa, yang menyayangi orang-orang di sekitarnya, tentang petani, tentang Tuhan , tentang  perjuangan dan sebagainya. Berikut puisi karya Uyun S. Wahyuni, guru yang mendekatkan diri dengan Tuhannya ,” Tahajud” Tengah malam nan dingin, sunyi mencekam dan menggigil/ Aku sendiri menghadapMu Ya Rob:/ Aku rindu menangis di hadapanMU/ Mengharap belas kasihMu dan/Melelehkan batu di dadaku ( halaman 105). Ya, guru walaupun harus digugu dan ditiru adalah manusia biasa yang sangat bergantung pada Tuhan yang Maha Kuasa, yang semua aktivitasnya bersumber kepadaNya. Kita patut bersyukur masih kita temukan guru-guru yang religius, insyaallah akan mendidik murid-muridnya berlandaskan religiusitas. Dan inyaallah akan menghasilkan siswa-siswa yang religius hingga akan kita temukan generasi yang religius yang membawa negeri ini menjadi lebih baik. Dapat  dikatakan, dari puisi-puisi dan geguritan di atas menyampaikan pada kita bahwa sebagian guru masih mengedepankan hati nurani dibalik carut-marut pendidikan di negeri ini. Karena dengan membaca antologi puisi dan geguritan ini membantu pembaca dalam menyikapi dunia pendidikan, memahami guru-guru, juga dapat memberi gambaran guru sebagai teladan yang masih patut digugu dan ditiru.
          Buku antologi puisi dan geguritan yang diterbitkan Forum Sastra Bersama Surabaya, UPT Dikbangkes Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur ini dikemas dengan sederhana, walaupun sampulnya memakai kertas mengilat, namun letak penulisan puisi kurang tepat, hingga sedikit mengganggu pembaca. Antologi puisi dan geguritan Malsabaru 2011 ini dilengkapi dengan data penulis, tapi sayang kurang lengkap hingga pembaca kesulitan bila ingin mengetahui  riwayat penulis.
          Buku antologi puisi dan geguritan yang ditulis oleh para guru ini (guru sebagai profesi) diharapkan dapat menginspirasi profesi lain juga mau menulis puisi. Akan kita temukan mungkin puisi yang ditulis para dokter (apa kabar Bang Taufiq Ismail?), jurnalis, advokat atau mungkin para petani,  mungkin juga menteri mau menulis puisi, karena dengan puisi kita dapat menyuarakan apa yang terdapat dalam hati tanpa menyakiti hati.  Sejalan dengan Tengsoe Tjahjono yang menuliskan dalam blognya Kota Puisi, ketika zaman terluka, puisi jadi harapan/bukan untuk menyembuhkan, namun/ cermin jujur yang setia menampilkan wajah kita. Ha, tulislah selalu tanpa sak wasangka!
          Dengan membaca antologi puisi dan geguritan Malsabaru 2011 ini, kita akan mencoba memahami guru, karena buku ini membantu pembaca mengetahui hati nurani guru dalam mendidik bangsa negeri ini. Untuk paraguru lainnya, buku ini dapat dipakai sebagai referensi atau malahan melecut diri dalam berkreasi. Untuk parasiswa, buku ini dapat dipakai sebagai upaya mengapresiasi karya sastra sekaligus mengapresiasi guru yang telah memandaikan Anda. Pasti salah satu pembaca tulisan ini ada yang pernah menjadi siswa mereka. Anda mungkin?
Jayalah paraguru Indonesia, selamat memperingati Hari Guru Nasional 2012. ****             

 
Biodata Penulis Resensi
Ummi Mukharomah Hariyanti
Lahir di Ngawi, 29 Mei 1963
Alumni IKIP Yogyakarta (sekarang menjadi Universitas Negeri Yogyakarta), jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia. Semasa kuliah aktif di pers kampus mahasiswa dan menjadi penulis berita lepas di surat kabar Berita Nasional dan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
Sekarang menjadi guru di SMA Negeri 2 Ngawi
Alamat rumah, Jalan Letjen Sutoyo, Gang Bratang II H, RT 10 RW 02 Ngawi – 63217

















Tidak ada komentar: