Jumat, 20 Februari 2009

komunitas sastra fsbs

KOMUNITAS DAN BUKU SASTRA
* Adakah Malsasa bisa digelar tahun ini?
oleh: aming aminoedhin

Catatan: Tulisan ini telah termuat di Surabaya Post Minggu, 15 Februari 2009.

Komunitas Sastra
Di Jawa Timur memang cukup banyak berdiri komunitas sastra, baik di kota Surabaya maupun di kota-kota kecil, semacam: Ngawi, Lamongan, Tulungagung, Bojonegoro, Bangkalan, Pamekasan, Sumenep, Lumajang, Batu, Jombang, Sidoarjo, dan Gresik.
Untuk menyebutkan beberapa nama yang pernah ada, misalnya: Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS, PPIA Surabaya), Surabaya Poetry Community (Surabaya), Komunitas Sastra Luar Pagar (Unair, Surabaya), Sanggar Sastra Kalimas-nya Tengsoe Tjahjono (Surabaya), Sanggar Sastra Ketintang (IKIP Surabaya), Bengkel Muda Surabaya (BMS), Paguyuban Pengarang sastra Jawa Surabaya (PPSJS), Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), Komunitas Sastra Teater Persada dan Komunitas Sastra Lingkar Tanah Kapur (Ngawi), Komunitas Sastra Teater Lamongan (Kostela, Lamongan), Sanggar Dian (Lumajang), Sanggar Triwida (Tulungagung, Trenggalek, dan Blitar), Pamarsudi Basa Jawi Bojonegoro (PSJB), ARS (Alam Ruang Sastra Sidoarjo), Komunitas Lingkar Sastra Junok (Bangkalan), Sanggar Sastra SD Jombatan (Jombang), dan banyak lagi.
Dari sekian banyak komunitas sastra yang ada, memang tidak banyak mau menerbitkan buku sastra. Jika mau mencatat, mungkin ada: FASS, Komunitas Sastra Teater Persada, Sastra Lingkar Tanah Kapur, Kostela, Kalimas, Ketintang, PPSJS, Triwida, PSJB, dan beberapa komunitas yang lain. Itu pun tidak banyak jumlah penerbitannya. Biasanya, menerbitkan sekali kumpulan puisi, lantas komunitas itu mati. Menyedihkan memang, tapi tidaklah kita lantas surut menulis sastra, dan surut membuat komunitasnya.
Forum Apresiasi Sastra Surabaya (FASS) yang berpangkalan di PPIA, Jalan Dr. Soetomo, yang lantas pindah di Dharmahusada Indah Barat, Surabaya; di mana saya pernah jadi motivatornya itu, juga tidak banyak menerbitkan buku. Jika mau mencatat hanya: Nuansa Biru, Reportase Sunyi, Gelombang, dan kumpulan puisi Festival Puisi XIII.
Sementara itu komunitas Tanah Persada, menerbitkan: Tanah Persada, Tanah Kapur, dan Tanah Rengkah. Komunitas Sastra Lingkar Tanah Kapur menerbitkan: Surat dari Ngawi, Secangkir Kopi Buat Kota Ngawi, Suluk Hitam Perjalanan Hitam. Surabaya Poetry Community menerbitkan: Mataku Mata Ikan, Cerita Buat Putri Rajab, Pengantin Lumpur. Sanggar Sastra Kalimas menerbitkan Dialog Warung Kaki Lima; dan Kostela (Komunitas Sastra Teater Lamongan), yang dimotori Herry Lamongan ini, cukup banyak menerbitkan buku-buku sastra (data saya tidak lengkap), baik kumpulan puisi maupun cerpen. Begitu pula komunitas BMS (Bengkel Muda Surabaya). Lantas PPSJS menerbitkan kumpulan guritan Kabar saka Bendulmrisi, dan mungkin sederet lagi yang bisa kita tuliskan dalam tulisan lain.
Semua yang saya sebutkan di atas, hanyalah beberapa contoh komunitas sastra dan penerbitannya. Datanya memang tidak lengkap, tapi dari data di atas membuktikan bahwa komunitas sastra di Jawa Timur, cukup banyak jumlahnya, serta mereka mau menerbitkan buku-buku sastra. Meski masih ada juga yang sangat sederhana (stensilan/fotokopian), ada juga yang sudah dicetak baik, dan ber-ISBN sebagai buku yang berstandar nasional.

Bagaimana FSBS
Komunitas yang berawakkan dari komunitas sastrawan Jawa Timur, yang terdiri dari sastrawan yang menulis dengan menggunakan media bahasa Indonesia, dan media bahasa Jawa. Berdiri sejak 2 Desember 2005 lalu, ketika akan menerbitkan kumpulan sajak bertajuk ‘Malsasa’.
Beberapa nama yang ikut memotori ini, sebut saja Aming Aminoedhin, Sugeng Adipitoyo, Anang Santosa, dan W. Haryanto. Nama lain yang lebih yunior, ada: AF Tuasikal, dan Fahmi Faqih.
Awalnya berangkat dari pertemuan warungkopian yang biasa mangkal di Warung Delima, alias Delapan Lima, Taman Budaya Jawa Timur, Jalan Gentengkali 85 Surabaya. Dari hasil kongkow-kongkow itulah, yang kemudian melahirkan beberapa ide membentuk komunitas ini, yang akan menerbitkan antologi puisi dan geguritan.Terbentuklah kemudian komunitas bernama Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), yang terdiri sastrawan Indonesia dan Jawa tersebut. Dari hasil pertemuan nonformal inilah yang kemudian benar-benar melahirkan sebuah antologi puisi dan geguritan ‘Malsasa 2005’ yang dibacakan para penyair dan pengguritnya di Galeri Seni, Dewan Kesenian Surabaya, Jalan Gubernur Suryo 15 Surabaya.
Secara formal pertemuan rekan-rekan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) tidak pernah rutin, tapi secara nonformal bertemu dan berembug pada acara-acara pentas seni yang diselenggarakan oleh Taman Budaya Jawa Timur di Gentengkali. Bahkan terkadang, secara spontanitas, tapi ternyata dapat terealitaskan kegiatannya. Tidak hanya berupa pentas sastra dan bedah buku; tapi juga penerbitan buku, utamanya buku sastra.
Secara hitungan, penerbitannya sudah lumayan banyak buku yang telah dan akan diterbitkan oleh Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS), antara lain: Malsasa (antologi puisi dan geguritan, 2005), Tanpa Mripat, karya Aming Aminoedhin (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Mampir Ngombe karya Indri S. Diarwanti (kumpulan geguritan gagrag anyar, 2006), Timbil karya Trinil (kumpulan wacan bocah, 2006), Surabaya 714 (antologi malam sastra surabaya, 2007), Sajak Kunang-Kunang dan Kupu-Kupu karya Aming Aminoedhin (kumpulan sajak anak-anak, 2008), Senyum Rel Kian Jauh karya AF Tuasikal (kumpulan puisi, 2008), dan Memutih Putih Begitu Jernih karya Aming Aminoedhin (kumpulan puisi, 2008).
Buku-buku di atas semuanya telah beredar di masyarakat, dan cukup mendapatkan respons positif masyarakat sastra Jawa Timur. Sedangkan ketiga buku yang disebut terakhir adalah tinggal launching-nya saja di awal tahun ini.
Secara hitungan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan (tergabung dalam satu buku), dalam rangka memeriahkan acara Malam Sastra Surabaya atau lebih dikenal dengan Malsasa. Terbit pertama pada tahun 2005 dan disusul tahun 2007. Tahun 2005 melibatkan sejumlah 25 penyair dan 7 penggurit, ikut bergabung dalam kumpulan “Malsasa 2005,” sedangkan pada tahun 2007 ada 34 penyair dan 14 penggurit karya-karyanya masuk di antologi ‘Surabaya 714’.

Malsasa 2009, Adakah?

Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) yang telah dua kali menerbitkan kumpulan puisi dan geguritan Malam Sastra Surabaya (Malsasa) 2005 dan 2007, maka pada tahun 2009, dituntut kembali untuk menerbitkan dan menggelarpentaskan Masasa ini. Secara historis Malsasa memang selalu mebukukan kumpulan puisi dan geguritan sastrawan, dan sekaligus mengacarakan pentasnya. Apabila bicara Malsasa, memang seharusnya dua tahunan acara ini kembali digelar. Tapi persoalannya, komunitas Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) ini, jarang sekali mengadakan pertemuan. Ini yang menjadikan kendala, adakah Malsasa tahun ini bisa digelarpentaskan kembali?
Beberapa rekan penyair memang menanyakan hal ini, tapi saya sebagai ketua Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) belum bisa menjawab dengan pasti.
Selama ini kegiatan ini memang selalu didanai secara patungan, adakah tahun ini masih patungan? Atau mungkin ada pihak sponsor yang mau mendanai?
Mari kita bicarakan bersama, mumpung masih di awal tahun. Kapan? Terserah rekan-rekan sastrawan?

Desaku Canggu, 17 Januari 2009

4 komentar:

Anonim mengatakan...

Aming, sahabat saya, adalah manusia langka di surabaya. dia pribadi yang menarik, konsisten terhadap dunia yang digelutinya. mau angin puyuh kek, mau tsunami kek, mau hiruk-pikuk kpk berantas korupsi kek, mau hingar-bingar artis bugil di internet kek, dia tidak peduli. dia tetap jalan bersama gayanya, karakternya dan segala keyakinannya. teman-teman di surabaya memang perlu mencontoh kepribadiannya yang unik tetapi sederhana. tak pernah banyak menuntut dari apa yang dikerjakannya. baginya, dunia kesenian atau kesusasteraan bukanlah ladang untuk mencari uang, kendati bisa dilakukan, tetapi lebih kepada ibadah sosialnya. setelah lama tak bertemu, setelah lama mempelajari banyak teman-teman, saya merasa untung surabaya punya aming. oke. ini celotehan pertama saya, ming. terima kasih. jil kalaran@yahoo.co.id

aming aminoedhin mengatakan...

wah... saya jadi tersanjung. tapi moga-moga saja tidak tersandung. hidup memang harus memilih, dan pilihan saya hanya 'ngibadah dalam sastra!" semoga saja Allah SWT tetap memberi sehat, kuat, dan tetap dalam iman dalam islam. thanks komentar jil panjagir kalaran, yang sobatku!
salam sastra

alfismantic mengatakan...

sorry Ming, saya tidak akan mengomtari tulisanmu tapi mau berkomentar tentang isteri Aming tercinta...wah cantik juga ya isterimu itu...wah kalah ayu rek aku! ya...itulah yang namanya jodoh sudah diatur oleh gusti Allah..iya kan Ming?

aming aminoedhin mengatakan...

ah... ayu itu kan relatif, tapi yang pasti bahwa hidup itu -- baik rejeki, jodoh, dan mati itu -- yang ngatur adalah Ilahi Robbi.
thanks mau mampir di blognya aming, mau komentar lagi!