Jumat, 14 Februari 2025

PRESIDEN PENTIGRAF INDONESIA

 

Tengsoe Tjahjono

PRESIDEN PENTIGRAF INDONESIA

Pewawancara: Aming Aminoedhin

 

 

     Saat Tengsoe Tjahjono baca puisi, bersama puisi-puisi Malsasa di PSLI Surabaya.

 

               

                        Dengan format tiga paragraf, penulis dapat menyajikan pengalaman membaca                     yang intens tanpa jeda panjang. Pembaca diajak langsung ke inti cerita dan             terlibat dalam alur yang ringkas. Pentigraf juga mengizinkan ruang interpretasi yang luas, mendorong pembaca untuk merenungkan makna di balik  kata-kata singkat yang dipilih dengan cermat. Lalu sebagai bentuk fiksi singkat,  pentigraf sangat berguna bagi penulis yang ingin mengasah keterampilan                                  menulis secara ringkas dan efektif. (Tengsoe Tjahjono).

  

            Untuk menemui tokoh sastra yang satu ini memang agak sulit, sering acaranya meloncat-loncat. Hari ini di Malang, esok di Sidoarjo, lusanya sudah di Nganjuk atau kota lainnya. Untuk apa? Baca puisi, juri baca puisi atau pentigraf,  bisa juga  jadi narasumber sastra yang terkait dengan pentigraf.

            Kebetulan kemarin (12/11/2024) saya bertemu, saat punya jadwal Bersama menjadi juri di acara Gebyar Bulan Bahasa Indonesia di MGMP Bahasa Indonesia se-Sidoarjo di SMPN 2 Sidoarjo. Sambil penjurian, saya masih bisa wawancara, meski tidak komplit seluruhnya bisa tergali. Tapi ini gambaran sosok kita kali ini, dan berikut adalah laporannya.

             Berbicara dengan sosok lelaki murah senyum, dan suka berambut gondrong ini; terasa enak dan tanpa jarak. Meski dia seorang dosen yang doktor sastra, dan pernah mengajar di Hankuk University of Foreign Studies Korea. Beliaunya tetap saja santai dan enak diajak bicara. Jika bicara soal sastra, baik puisi atau prosa. Sungguh berbicara dengan berapi-api, menjelaskan detail dan rinci. Apalagi bicara soal pentigraf atau cerpen tiga paragraf, di mana beliau sang penemu dan pencetusnya. Hal itu adalah tak salah jika punya julukan Presiden Pentigraf Indonesia.

            Sosok lelaki itu, bernama Dr. Tengsoe Tjahjono, M.Pd.; adalah seorang pensiunan dosen dari  Unesa (Universitas Negeri Surabaya), dan kini masih mengajar di FIB UB (Universitas Brawijaya) Malang. Tengsoe Tjahjono lahir di Jember 3 Oktober 1958, tapi sekolah SD sampai SPG dijalani di Banyuwangi. Lepas itu, kuliah IKIP Malang, jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indononesia (1983). Sepuluh tahun kemudian, tahun 1993, ia menyelesaikan Program Magister Pendidikan Bahasa di Program Pascasarjana IKIP Malang.  Gelar doktor sastranya juga dari Universitas Negeri Malang (UM), yang dahulu bernama IKIP Malang. Ditempuh cukup lama, dan bahkan dosennya, Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd. hingga ngoprak-oprak disuruh merampungkannya waktu itu. Ternyata rampung juga gelar doktor sastra itu. Sehingga pernah bisa jadi dosen tamu di di Hankuk University of Foreign Studies Korea (2014-2017).

               Kegiatan usai pensiunan, kerap kali jadi juri lomba puisi dan pentigraf, narasumber sastra di berbagai kota di Jawa Timur, dan kota-kota besar luar Jatim. Hari-harinya diisi memberi semangat bagi pecinta sastra, utama para guru. Di samping mengajak guru-guru menerbitkan buku pentigraf yang telah mereka tulis. Banyak sudah yang telah diterbitkan bersanma mereka.

 

Soal Konsep Mengarang

 

            Saat wawancara santai, disela-sela penjurian lomba puisi dan pentigraf siswa di Sidoarjo, beliaunya mengatakan bahwa, “Menulis puisi adalah usaha berkomunikasi, baik dengan diri sendiri maupun berkomunikasi dengan pembaca (penikmat sastra). Melalui puisi, penyair mencoba segala rasa dan pikirannya mengenai segala hal yang mendorongnya untuk berbuat demikian, yaitu mencurahkan segala fenomena kehidupan sosial yang dirasakan dan dialaminya. Dalam setiap penulisan puisinya adalah membuat pembaca dan atau penikmat dapat berkomunikasi melalui puisi-puisinya. Kita harus paham bahwa ia tidak hidup sendiri. Hal itu berarti bahwa menulis puisi bukan hanya untuk dirinya sendiri. Baginya menulis puisi adalah berbagi pengalaman melalui puisi kepada pembaca. Ia berharap pembaca dapat merasakan seperti yang ia rasakan, memahami apa yang sedang ia pikirkan. Dengan demikian, tercapailah suatu forum dialog kreatif-imajinatif, emotif, dan sekaligus intelektual, sehingga antara penyair dengan penikmat bisa saling mengisi.

                Sedang ditanya soal pentigraf, di mana Tengsoe pencetusnya, beliaunya menjawab dengan runtut dan gamblang. Pentigraf adalah jenis cerita pendek yang disusun dalam format tiga paragraf dan dikembangkan oleh sastrawan Indonesia, Tengsoe Tjahjono, yaitu saya sendiri. Saya memperkenalkan bentuk ini sebagai alternatif baru dalam dunia fiksi mini untuk mendorong kejelasan dan ketajaman narasi. Pentigraf berasal dari kata "cerpen tiga paragraf" dan menjadi wadah bagi penulis untuk mengeksplorasi ide atau cerita singkat yang tetap memuat unsur fiksi secara utuh, meski dalam bentuk yang padat dan terbatas.

            Soal ciri-ciri pentigraf itu harus yang bagaimana? Tengsoe menjelaskan bawa cirinya:

Struktur Tiga Paragraf: Pentigraf terdiri dari tiga paragraf yang masing-masing berfungsi menyampaikan bagian-bagian penting cerita: pembuka, pengembangan, dan penutup. Lantas

Penyampaian Ringkas dan Padat: Setiap paragraf ditulis dengan bahasa ekonomis, tetapi efektif, memaksimalkan jumlah kata dan menyampaikan inti cerita secara jelas.

            Sedangkan alur pentigraf, kata Tengsoe, alur dan konflik cepat: Cerita dalam pentigraf mencakup elemen dasar narasi—tokoh, konflik, dan penyelesaian—dalam alur yang singkat dan langsung, membuatnya tetap menarik meskipun durasi pembacaannya pendek. Hal ini, tulisan harus dibarengi Gaya Bahasa Efisien: Pemilihan kata harus tepat dan kuat untuk menciptakan suasana dan karakterisasi yang mendalam dalam ruang terbatas.

            Hal yang pasti bahwa pentigraf harus ada Keutuhan Cerita: Meskipun hanya tiga paragraf, pentigraf tetap menyajikan alur yang utuh dan memberikan pemahaman yang lengkap kepada pembaca.

            Dr.Tengsoe Tjahjono ini, dalam perjalanan kariernya pernah mengajar di  SMA Corjesu Malang, Dosen IKIP Surabaya (sekarang Unesa) hingga pensiun, Pemimpin Redaksi Majalah Kalimas, Dosen Tamu di Hankuk University of Foreign Studies Korea (2014-2017), dan kini masih mengajar kuliah bagi mahasiswa FIB di Universitas Brawijaya Malang. Pernah Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Malang (1984—1988), Ketua Biro Sastra Dewan Kesenian Jawa Timur, dan banyak lagi. Ditanya soal karya buku yang penah diterbitkan, seabreg jumlahnya. Utamanya buku kumpulan puisi sendiri maupun bersama, serta kumpulan guritan bersama kawan-kawan penggurit Jatim.

            Lebih jauh beliau juga tambahkan pentigraf tergolong dalam genre fiksi mini, di mana penulis menyampaikan cerita utuh dalam ruang yang terbatas. Narasi fiksi mini seperti pentigraf menuntut kreativitas penulis untuk menyampaikan kedalaman konflik dan emosi dengan cara singkat namun kuat, membuat pembaca langsung merasakan esensi cerita. Dalam ranah fiksi mini, bentuk pentigraf memberi kebebasan eksplorasi bagi penulis untuk mengasah kemampuan narasi yang padat dan efisien. Uniknya lagi. Lanjut Tengsoe, pentigraf menghadirkan keunikan dalam eksplorasi naratif yang lebih bebas dan tajam dibandingkan cerpen biasa. Dengan format tiga paragraf, penulis dapat menyajikan pengalaman membaca yang intens tanpa jeda panjang. Pembaca diajak langsung ke inti cerita dan terlibat dalam alur yang ringkas. Pentigraf juga mengizinkan ruang interpretasi yang luas, mendorong pembaca untuk merenungkan makna di balik kata-kata singkat yang dipilih dengan cermat. Lalu sebagai bentuk fiksi singkat, pentigraf sangat berguna bagi penulis yang ingin mengasah keterampilan menulis secara ringkas dan efektif.

            Bicara soal buku karya sastra terbitannya, termat banyak jumlahnya, buku esai sastra, kumpulan puisi sendiri, dan bersama, kumpulan guritan bersama, dan banyak lagi. Tapi yang buku: “Meditasi Kimchi” memperoleh Anugerah Sutasoma dari Balai Bahasa Jawa Timur pada 2017. Karya terakhir: Dari Menjerat Sepatu Sampai Membuka dan Menutup Jendela (2021) dan Pelajaran Menggambar Bentuk (2023).

            Tengsoe juga pernah mendapat Penghargaan Gubernur Jawa Timur atas prestasi dan pengabdiannya dalam bidang seni dan budaya (2012). Pada 2024 ini, memperoleh Penghargaan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi atas dedikasinya yang tinggi selama 40 tahun berkarya dalam bidang kesastraan.

            Selamat buat presiden pentigraf, sehat  & selalu semangat. Selepas wawancara, saya pulang Mojokerto, dan beliaunya naik sepur ke Nganjuk untuk ceramah sastra esok paginya. Salam literasi tiada henti. (Aming Aminoedhin).

 

                                                                                                Mojokerto, 22/11/2024

Catatan: Tulisan ini termuat di Majalah Cak Durasim 2024

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar: