Rabu, 22 Oktober 2008

mengapa tak menulis puisi?

MENGAPA TAK MENULIS PUISI?
oleh: aming aminoedhin


Banyak rekan yang kebetulan ketemu saya bertanya, “Bagaimana caranya menulis puisi yang baik?” Pertanyaan yang dilontarkan itu, terkadang membuat saya agak gagu (mungkin) ragu, untuk menjawabnya dengan pasti. Di samping sastra sendiri, utamanya (puisi) merupakan karya sastra yang memuat ambiguitas yang tinggi. Artinya, bahwa puisi yang baik, adalah puisi yang mempunyai makna ganda. Sedikit kata, tapi banyak memuat makna-arti.
Mereka (rekan-rekan) itu, bertanya kepada saya, karena menganggap saya ini adalah penyair (baca pula: presidennya penyair Jatim), yang mana setiap kata bisa dijadikan puisi.
Barangkali itu benar, tapi bisa juga tidak! Sebab, tidak selamanya kata-kata bisa dijadikan puisi di tangan seorang penyair.
Saya sendiri, jika boleh dikatakan penyair (bahkan presidennya penyair) merasa kelabakan jika harus ditanya soal yang satu ini. Soalnya, menterjemah-kan atau katakanlah menerangjelaskannya memang kelewat susah! Susahnya, adalah bagaimana saya harus memulainya? Dari soal kata, membaca, atau bahasa? Soal tema, diksi, intuisi, atau dari soal makna ganda puisi.
Selama ini, saya paling banter akan mengatakan kepada mereka, menulislah apa saja tentang kehidupan ini. Soal cinta, angina, kota atau cuaca yang dingin. Lantas bisa bicara soal laut dan langit, atau matahari dan rembulan. Bisa juga bicara tentang siang yang panas atau malam yang malas. Tentang dedaunan, sungai, dan alam pegunungan nan indah nian. Menulis tentang lapar, para pengemis di pasar, atau menulis soal korupsi yang banyak melanda negeri ini.
Pokoknya, menjawab tanya rekan-rekan tersebut, saya tandaskan untuk cobalah menulis apa saja yang ada di sekitar kita. Ibu, anak, istri, dan anak. Bahkan jika mungkin menulis tentang babu kita, kakek dan nenek, atau tetangga kita.
Seorang penulis, kata WS Rendra, haruslah bisa mendalami elemen dasar kehidupan itu sendiri. Sedangkan Derek Walcott, penerima Hadiah Nobel Sastra 1992, mengatakan bahwa penulis puisi adalah adalah orang yang bergelut dengan lautan emosi.
Dari referensi di atas, maka relevanlah bila saya anjurkan rekan-rekan menulis apa saja yang ada di sekitar mereka sendiri. Soalnya emosi mereka pasti masuk ke dalam hasil karya tulisan puisinya.
Berangkat dari ini semua, maka menulis puisi yang baik, saat seseorang tersebut telah menulis apa saja yang terasa mendesak hati atau emosi penulisnya. Desakan hati (emosi) disebut pula sebagai bisikan hati, dan kemudian secara akademis dinyatakan sebagai intuisi ini,
Yang seharusnya ditulis dalam baris-baris puisi. Dalam menuliskan puisi, saya anjurkan untuk menggunakan bahasa secara minimal, atau sedikit kata, tapi punya banyak makna. Lebih jelas lagi, usahakanlah menulis puisi dengan menggunakan kata-kata ‘dasar’ dalam menuangkan-nya. Bukan menggunakan kata-kata yang sudah merupakan kata jadian, atau kata dasar yang telah mendapatkan imbuhan, baik awalan maupun akhiran.

Menulis Puisi Bersahaja Saja

Seorang William Wordsworth (penyair Inggris, hidup 1770-1850) merasa yakin akan martabat manusia, terutama manusia dari golongan bawah/rendahan. Karena itu, subjek-subjek dalam tulisan puisinya ia pilih tentang kehidupan rakyat jelata, dan bersahaja. Lantas ditulis, dan dinyatakan dalam bahasa yang bersahaja pula. Maka lewat karya puisinya yang bersahaja pulalah, William Wordsworth, menjadi salah tokoh penyair pada zamannya.
Jadi menulis puisi itu memang diperlukan kebersahajaan dan kejujuran, serta ketulusan hati oleh penulisnya. Tidak perlu menulis puisi dengan dipaksakan, apa lagi mengada-ada yang tidak ada. Ini akan menjadikan karya puisi yang ditulis akan terasa tawar dan miskin makna.
Pertanyaan lain yang muncul setelah itu adalah, “Apa hanya itu saja, seseorang bisa menulis puisi dengan baik?”
Jawabnya adalah, “Tidak!
Karena masih banyak perangkat lain yang diperlukan dalam menulis puisi yang baik. Antara lain soal diksi, kemerduan bunyi, kekayaan kosa kata, kekayaan batin dari penulisnya. Agar kaya semua itu, maka perlu pula banyak membaca, baik puisi maupun prosa. Lantas banyak menonton, baik teater, tari, atau pameran seni rupa. Lantas ada pula syarat lain, di antaranya: tipografi penulisan, pesan yang dikandung isi puisi, dan yang terpenting adalah keuniversalan objek yang ditulisnya.
Syarat lain menulis puisi yang baik, adalah puisinya mengandung nilai poly-interpretable (bermakna ganda). Puisinya juga harus gemerlapan bagai intan. Indah bahasannya, dan sekaligus bisa mendedah rasa setiap pembacanya. Puisi yang dibaca hari dan esok, bisa mempunyai kandungan arti yang berbeda.
Untuk itulah, menulislah puisi apa saja, dan sebebas-bebasnya sesuai intuisi yang ada dalam diri penulisnya. Menulislah dengan kebersahajaan tema dan bahasanya; tanpa melupakan pemilihan diksi yang baik, guna menjaga kemerduan bunyi puisi yang ditulisnya, serta masukkan pulan pesan moral atau apa saja bagi pembaca puisi.

Pengalaman Menulis Puisi

Dalam hal menulis puisi, berdasarkan pengalaman penulis, seorang penulis puisi haruslah memperhatikan beberapa hal berikut ini:
a. Puisi mengandung unsur keindahan dan kemerduan bunyi, maka diperlukan pemilihan kata atau diksi yang baik dalam penulisannnya;
b. Sebuah puisi, sebaiknya menggunakan kata-kata dasar dalam penulisannya. Sebab puisi yang baik adalah puisi yang menggunakan sedikit kata, tapi punya banyak makna (multi-interpretable). Untuk itu kata-kata yang dipakai lebih konotatif, bermakna ganda.
c. Sebuah puisi pasti ada pesan (massage) di dalamnya, atau bisa dikatakan sebagai ‘tema puisi’ bisa pesan/tema cinta, moral, religi, kritik sosial, pesan pendidikan, dan banyak lagi. Tapi tidak harus secara jelas/ gamblang diterangkan dalam puisi, tapi sebaiknya disebunyikan/dititipkan pada rangkaian baris dan bait dalam sebuah puisi;
d. Dalam menulis puisi seseorang tidak harus mencari tema/pesan apa yang harus ditulis, karena tema/pesan itu sifatnya abstrak. Yang harus diperhatikan adalah bagaimana seseorang mau menuliskan apa-apa yang ada dalam obsesi benaknya. Tulis aja, tanpa harus takut bertema apa nanti puisinya.
e. Usahakan menulis dengan tanpa ada rasa beban, mengalir cair saja seperti air dalam sungai. Jadi seseorang menulis puisi itu, tanpa harus memilih tema, tempat dan waktu, dalam menulis. Kapan saja, dan di mana saja bisa menulis puisi.
Nah…. ternyata menulis puisi itu gampang sekali. Lantas mengapa kita tidak
menulis puisi? Mari menulis puisi!


Sidoarjo, 22 Oktober 2008

4 komentar:

alfismantic mengatakan...

kalau saya boleh berpendapat, seseorang mampu menulis puisi, syair, atau sajak adalah karena dia diberi kelebihan dari Allah berupa telenta yang disebabkan genital dari orangtuanya dan didukung oleh lingkungannya.
saya adalah salah satu orangnya yang ingin sekali bisa menulis dan mencipta sebuah puisi atau sajak yang indah tetapi berulang kali saya mencoba tetap saja tak bisa bahkan aku muak membacanya dan kuremas coretan kertas itu dan ingin segera membuangnya ke tong sampah...nah bagaimana tentang komentarku ini setuju tidak?

aming aminoedhin mengatakan...

tidak selamanya begitu. saya pikir anda hanya kurang pede aja. apa lagi soal nulis puisi, haruslah pede. toh... semua orang bisa menulis puisi. hanya kadar dan bobotnya yang berbeda. yang pasti, manusia itu unik. keunikan yang ada dalam diri inilah yang harus ditulis. jaga kemerduan bunyi, agar indah dibaca, seperti ayat-ayat qur'an berbunyi. sekarang percayalah, menulis itu gampang, dan jangan dibuang. soalnya bisa dijadikan referensi menulis puisi di belakang hari. sehingga menulis puisi, kian lama kian baik dalam penulisannya. cobalah sekali lagi menulis puisi bu guru! cobalah!
salam sastra!

aming aminoedhin
penyair

Jerry Gogapasha mengatakan...

comment: Pak bakat dan anugrah yang sudah anda dapatkan sebagai penyair dan pelukis, serta Anda saat ini telah menyebarkan benih-benih pada dunia seni(lewat media blog). Saya berharap sangat kepada pembaca-pembaca (lain) blog ini, untuk menyebarkan artikel ini kepada teman-teman, terutama kaum muda. Daripada hidup terjerat norkoba, lebih baik dihidup diatas permadani puisi.

Saya terinspirasi tulis puisi ketika membaca blog ini. Sukses terus, pak Aming (presidennya puisi)

Salam kenal, Saya Jerry, Surabaya.

aming aminoedhin mengatakan...

Terima kasih Jerry, mau mampir ke blog saya. Moga-moga tulisan bisa bermanfaat bagi orang banyak. thanks! Punya FB? Njawil ya!