MUMPUNG ZAMAN KORONA
BACA BUKU RANGGAWARSITA
Oleh: M. Amir Tohar
Masa lalu terkadang bikin kita
tercengang. Ada prediksi ramalan Pujangga Ranggawarsita yang hampir punya
kesamaan masa kini. Dalam ramalan,
wejangan, dan anjurannya yang baik-baik
tentang tata kehidupan bagi umat manusia. Barangkali bisa jadi rujukan hidup
bagi suku Jawa seperti kita.
Masa pandemi ini, barangkali bikin
kita terpaksa mau baca buku lagi. Bahkan buku-buku lawas, terkadang kembali
harus dibaca ulang. Setidaknya, agar dapat menepis kejenuhan liburan panjang
harus di rumah saja, bisa dikurangi dengan bertamasya membaca buku-buku tadi.
Sungguh, stay at home, atau
tetap tinggal di rumah yang sangat menyenangkan. Tambah ilmu, lantaran ada
waktu untuk banyak-banyak baca buku.
Di antara sekian banyak buku, ada yang menarik untuk dibaca, yaitu Biografi Pujangga Ranggawarsita, sebuah hasil penelitian tahun 1990. Dalam buku itu disebutkan, bahwa Pujangga Jawa ini punya ketajaman membaca zaman. Artinya, bisa meramalkan zaman.
Konon
Ranggawarsita, cukup punya ketajaman dalam hal menulis 'jangka' alias
ramalannya. 'Jangka' ialah ramalan terhadap suatu peristiwa yang belum terjadi,
dan ternyata secara kebetulan benar, ramalan itu jadi kenyataan. Istilah
Jawa-nya, ngerti sakdurunge winarah.
Tahu sebelum kejadian itu terjadi. Hal itu, konon pula akan terulang 100 tahun
kemudian. Sedangkan ramalan-ramalan itu, ada dalam karya-karya sastra beliau
sang pujangga Jawa ini.
Menurut
buku biografi "Biografi Pujangga
Ranggawarsita" (1990) hasil penelitian dosen Fakultas Sastra –
Universitas Sebelas Maret Surakarta: R.I. Mulyanto, Sartini, A. Sardju S,
Rajiman, dan Riyanto; terbitan Dinas Pedidikan dan Kebudayaan – Jakarta
tersebut, dikatakan bahwa dalam pupuh
sinom, buku karya Ranggawarsita bertajuk 'Joko
Lodhang' dikatakan begini:
Sasedyane tanpa dadya
Sacipta-cipta tan polih
Kang reraton-raton rantas
Mrih luhur asor pinanggih
Bebendu gung nekani
Secara
harfiah, artinya: Apa yang dimaksud tidak akan terjadi, yang direncanakan
gagal, yang berkelompok dibubarkan, yang ingin pangkat tinggi bahkan turun
derajat. Lalu datanglah laknat Tuhan.
Dalam
pupuh/bait ini dapat disimpulkan sesuatu itu terjadi hanyalah karena
perbuatan-perbuatan tercela, dari pejabat hingga rakyat. Orang besar tak tahu
kebesarannya, orang kecil tak tahu dirinya kecil. Sehingga dalam masyarakat
penuh kepalsuan, dan perbuatan maksiat karena pengaruh harta benda. Ramalan ini
hampir benar terjadi pada masa saat ini. Hal ini, utamanya pada kalimat: yang berkelompok dibubarkan. Hal itu memang
terjadi pada masa pandemi Covid-19 ini. Sebab jika berkerumun/berkelompok,
malah bikin penyebaran/penularan virus wabah Korona itu bisa kian banyak
jumlahnya. Maka Pemerintah melarang untuk berkerumun, atau dibubarkan. Termasuk
sekolah dan kampus harus sekolah/kuliah di rumah. Jamaah di masjid dan gereja,
juga harus sembahyang dan berdoa di rumah saja. Bus-bus antarkota juga dilarang
jalan untuk beroperasi. Sehingga jalanan agak sepi, orang-orang tetap di rumah
untuk menepi dari keramaian manusia. Takut ketularan Korona.
Ramalan
dalam bentuk tulisan Ranggawarsita itu ditulis tahun 1920, dan kini, seabad
kemudian, tahun 2020, keadaan hampir sama terjadi? Benarkah? Wallahu alam bishowab!
Ramalan dan Pesan Ranggawarsita
Secara
kapujanggan atau dalam percaturan dunia para pujangga yang ada di Jawa, bahwa Pujangga
Ranggawarsita memanglah beliau disebut sebagai pujangga mumpuni. Ngerti sakdu-runge winarah, alias tahu
sebelum kejadian itu terjadi. Orang yang linuwih,
atau orang ampuh, dan bukan orang sembarangan. Hal ini karena punya banyak
keahlian di berbagai kebahasaan dan kesastraan. Benar-benar pujangga.
Tidak
hanya menulis sastra berupa tembang/guritan saja, tapi juga punya kemahiran
dalam mengarang, atau bercerita dalam karya fiksinya. Salah satu cerita beliau
'Jayengbaya' sangat baik dalam
menggambarkan pengalaman, serta pengetahuan yang luas dari pengarangnya (R.I.
Mulyanto dkk.,1990: hal.65). Contohnya adalah: betapa tekun Jayengbaya, tokoh utama cerita,
mempunyai kesulitan dalam memilih pekerjaan, karena semua pekerjaan itu susah
dan sangat kompleks. Kadang ada susah, kadang ada juga senangnya. Menyikapi hal
ini, ia menemu-kan kepastian, bahwa yang penting orang harus bekerja untuk
kelangsungan hidupnya. Contoh tulisan sang Pujangga:
Krembyah-krembyah nggur uripa
Korup kereping ngaurip; artinya
Bekerjalah untuk
hidup, sesuai dengan kehendak hidup.
Dari buku yang saya baca itu, pada
bagian lain juga mengulas Pujangga Ranggawarsita memiliki kemampuan, dan
menguasai banyak pengetahuan. Baik yang kasar maupun yang halus. Tertulis dalam
“Sabdajati” bait 1, berbunyi: Hawya pegat ngudiya ronging budyayu/Margane
suka basuki/Dimen luwar kang kinayun/Kalis ing panggawe sisip/Ingkang taberi
prihatos. Artinya: Jangan berhenti berbuat kebajikan, agar mendapatkan
kebahagiaan, terhindar dari perbuatan jahat, dan gemarlah berprihatin.
Dari
buku “Jayengbaya” kita dapat pesan bahwa hidup tak perlu berlebihan, apa
lagi sampai korupsi uang milyaran. Itu sangat tidak pantas, hiduplah sesuai
kehendak hidup. Tidak berlebih-an.
Sakmadya, secukupnya sajalah. Gak perlu berlebihan. Sedangkan dalam “Sabdajati” bisa diartikan bahwa manusia
jangan lupa berbuat kebaikan sesama. Agar dapat bahagia, dan dijauh-kan dari
malapetaka, serta jadilah orang yang suka prihatin. Suka berdoa. Tidak menuruti
hawa nafsu yang rakus itu. Apa lagi korupsi uang rakyat. Sungguh tak
bermatabat!
Dari
uraian ini, barangkali kita perlu berkaca dari tulisan apik sang Pujangga
Ranggawar-sita ini. Lalu perbaikilah diri sendiri, tanpa harus menyalahkan
orang lain.
Jika pada uraian buku “Joko Lodhang” bicara soal prediksi/ramalan yang hampir kebetulan benar, maka pada buku “Jayengbaya” bicara soal bagaimana manusia harus hidup yang sederhana saja. Sementara “Sabdajati” lebih bicara soal berbuat baik untuk mencapai kebahagiaan bagi seorang anak manusia.
Ini semua bukti Pujangga
Ranggawarsita memang orang mumpuni, dalam ramalan, wejangan, dan anjuran yang
baik tentang tata kehidupan bagi umat
manusia. Barangkali bisa jadi rujukan hidup kita manusia.**
Mojokerto, 13/6/2020.@@
Tidak ada komentar:
Posting Komentar