TUKANG FOTO ITU, HANDRY TM
Oleh: Aming Aminoedhin
Oleh: Aming Aminoedhin
Ketika tahun 1982, ada acara Forum Penyair Indonesia, saya
(ketika itu masih kuliah di Solo) diajak ikut mengantarkan Kriapur (almarhum)
tampil di Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Pada saat waktunya, Kriapur akan
tampil baca puisi, saya ikut membacakan salah satu puisinya di depan
publik.
Pada waktu itulah, saya bertemu dan kenal dengan Handry TM yang
wartawan Suara Merdeka Semarang yang sedang meliput acara itu. Dari
perbincangan selama acara berlangsung Forum Puisi Indonesia 1982 itu, saya
sempat rasan-rasan dengannya atas undangan DKJ (Dewan Kesenian Jakarta) yang
kurang selektif. Jika tak salah termasuk, mengapa kita (saya dan Handry TM) tak
ikut terundang? Padahal sudah banyak puisi-puisi kita termuat di koran dan
majalah?
Lantas, Handry TM bahkan rasan-rasan akan buat sendiri acara
semacam di Semarang, dengan tajuk Temu Penyair Jateng. Ternyata yang digagas
Handry TM, di Jakarta itu, benar-benar diselenggarakan oleh Keluarga Penulis
Semarang pada tahun 1983. Tempatnya (nek gak salah) di Taman Raden Saleh,
Tegalwareng, Semarang. Beberapa nama, sekedar menyebut nama yang ingat: Soekoso
DM, Munawar Syamsudin, Djawahir Muhammad, Gunoto Saparie, Anggoro Suprapto,
Timur Sinar Suprabana, Anies SB, Eko Tunas, Handry TM dll. Saya waktu itu,
masih domisili Solo, karena kuliah di Sastra UNS maka ikut terundang oleh
Handry TM. Ikutlah saya sebagai barisan Temu Penyair Jateng ’83 itu.
Barangkali ada yang menarik, pada tahun 1987, saya dan Handry
TM, ternyata jadilah terundang oleh DKJ sebagai peserta Pertemuan Puisi
Indonesia 1987. Betapa senangnya, saya dan Handry TM waktu itu, ternyata kita
diakui oleh DKJ, dan diundang untuk kirim karya dan baca puisi di teater Arena
- TIM (Taman Ismail Marzuki) Jakarta. Saya dari Surabaya, dan dia dari kota
Semarang yang membesarkannya. Hal ini tersebab, lantaran apabila seseorang
telah ikut tampil di TIM serasa telah dibaptis jadi penyair. Padahal, banyak
penyair hebat dan ampuh tanpa harus datang dan tampil di TIM. Entahlah….kok
seperti itu, rasanya!
Kembali bicara Pertemuan Puisi Indonesia 1987 yang digelar di
TIM Jakarta. Saya bisa ketemuan rekan-rekan penyair dari berbagai daerah yang
saya kenal lewat tulisan karyanya yang termuat di koran dan majalah. Sekedar menyebut
nama: Isbedy Setiawan ZS, Wahyu Prasetya, Sony Farid Maulana, Micky Hidayat,
Fakhrunas MA Jabbar, Odhys, Acep Zamzam Noor, S. Iwan Soekri Munaf, Dorothea RosaHerliany, Pudwianto
Arisanto, Yus AN, Eko Tunas, Bambang Widiatmoko, Remmy Novaris DM, Gus Tf. Dedet Setiadi, Naim Emel Prahara, Arief Joko
Wicaksono, dan banyak lagi.
Pembicara atau tukang bedah puisi-puisi Penyair Puisi 1987,
seingat saya adalah Sapardi Djoko Damono dan Sutardji Calzoum Bachri. Acara ini
digelar pagi hingga sore. Malam harinya acara baca puisi. Mereka para penyair
se-Indonesia itu akan bergaya bacakan puisi dengan caranya sendiri. Saya
sebagai orang Surabaya, mengawali baca puisi dengan meneriakkan kata “Surabaya!
Surabaya! Surabaya!” turun dari balkon, sambil menyebar kertas-kertas puisi
saya itu; menuju panggung utama di tengah arena. Penonton tersentak, dan saya
lantas bacakan puisi-puisi saya yang kebetulan bicara soal kota Surabaya.
Hal ini saya lakukan, karena hanya ingin menggoda penonton agar
melihat saya baca puisi, meski mungkin masih ada saja yang tetap tak tergoda
karena sedang pacaran. Melihat saya yang penyair dari kota buaya, tapi tidak
berperilaku buaya.
Sedangkan orang yang sangat berjasa dalam tampilan baca sajak saya ini, adalah Handry TM, yang mengabadikan momen itu dengan apik dan menarik, dari tustel jelek ‘canon’ yang saya bawa dari Surabaya. Sungguh luar biasa, hasil fotonya bagus, dan momen Pertemuan Puisi Indonesia 1987 tergambar jelas ada di lata belakang belakang foto itu.
Sedangkan orang yang sangat berjasa dalam tampilan baca sajak saya ini, adalah Handry TM, yang mengabadikan momen itu dengan apik dan menarik, dari tustel jelek ‘canon’ yang saya bawa dari Surabaya. Sungguh luar biasa, hasil fotonya bagus, dan momen Pertemuan Puisi Indonesia 1987 tergambar jelas ada di lata belakang belakang foto itu.
Sebenarnya, tukang foto itu adalah Handry TM dari Semarang. Wartawan
Harian Suara Merdeka kala itu. Matur nuwun, Cak! (aa).
Desaku
Canggu, 25 Maret 2018
Tidak ada komentar:
Posting Komentar