DJAJUS
PETE PENGARANG KONDHANG
Oleh:
Aming
Aminoedhin
Pengarang
sastra Jawa yang kreatif namun cukup nyentrik ini kelahiran kota Ngawi
(1/8/1948), dan sejak umur 11 tahun ia pindah ke Bojonegoro. Ia seorang guru SD
sejak 1971, dan pensiun pada 2008. Selain itu, Djajus pernah jadi wartawan
Surabaya Post, Penyiar Radio Swasta di kotanya, Anggota PSJB (meski kemudian
mengundurkan diri), dan pernah pula jadi Ketua Dewan Kesenian Bojonegoro.
Djajus Pete, dan rokok klobotnya; saat acara sastra di Ngawi. (Foto: AmAm).*
Karya
sastra prosanya, berupa cerkak (crita
cekak) sungguh berbeda dengan tulisan cerkak pengarang lainnya. Keterkenalan
nama Djajus Pete, memang lantaran nyentrik dan tulisan cerkaknya yang apik dan
menarik. Selain juga dia seorang yang intens merokok klobot cak Oeloeng-Duku
yang pabriknya dari Bojonegoro itu. Menurut Djajus, menulis sastra itu harus
serius, simbolis-surealis yang dalam, dan penuh makna mengenai soal hidup dan
kehidupan manusia. Sementara banyak pengarang-pengarang lain, tandas Djajus
Pete, biasanya mereka ha-nya mengarang yang realis, gampang
ditembak oleh pembacanya.
Pada awalnya, Djajus Pete, memang juga
menulis sastra dengan jalur realis tersebut, kata Djajus, bahkan hingga 15
tahun berjalan. Demikian pengakuannya pada tulisan pendeknya, namun kemudian
beralih ke aliran sastra simbolis-surealis yang lebih serius. Karya yang bisa
ditangkap oleh pembaca yang cerdas dan tinggi cita rasa seni sastranya, tandas
beliau almarhum. Hal itu bisa dibaca
pada karya-karya cerkak Djajus Pete pada kumpulan cerkak Kreteg Emas Jurag Gupit (2001), setahun kemudian (2002) mendapatkan Hadiah Sastra Rancage yang
diketuai Ajip Rosidi itu. Sepuluh tahun berikutnya, 2011, Djajus Pete kembali
menerbitkan buku kumpulan cerkan berjudul Gara-Gara
Kagiri-Giri, tetap dengan aliran yang sama: simbolis-surealis.
Buku terakhir yang terbit karya Djajus
Pete adalah berjudul Manuk-Manuk Mabur
(2020) memuat 15 cerkaknya, yang
kebanyakan yang termuat sudah termuat di buku kumpulan sebelumnya. Sementara
itu atas kepergian sang maestro cerkak (
meninggal dunia, 19/7/2022) ini, komunitas Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro
(PSJB) menerbitan buku “Lelakon” Djajus
Pete ing Antarane Para Kanca; yang berisi cerkak dan guritannya, juga tulisan
para sastrawan Jawa lainnya yang ikut kirim esai pendek atau guritan untuk
mengenang beliaunya. Mereka itu antara lain: Widodo Basuki, Aming Aminoedhin,
Agus Sighro Budiono, Yusuf Susilo Hartono, JFX Hoery, Sunarko Sodrun Budiman,
Trinilya Kasih, Tito Setyo Budi, Mas Gampang Prawoto, Uciek Fuadhiyah, George
Quinn, Arieyoko dan banyak lagi.
Sedangkan cerkaknya berjudul 'Kakus' dapat hadiah sastra dari majalah Panjebar Semangat (1993) sebagai cerkak terbaik selama empat tahun dari cerkak-cerkak lain yang termuat di Panyebar Semangat pada 1989 hingga 1993. Begitu pula cerkak 'Bedhug" dapat hadiah yang sama dari majalah Panyebar Semangat (1997) sebagai cerkak terbaik selama empat tahun dari cerkak-cerkak lain yang termuat di Panyebar Semangat pada 1993 - 1997. Cerkak kak 'Tikus lan Kucinge Penyair' dapat hadiah sastra dari Sanggar Sastra Triwida, Tulungagung, tahun 1995. Pernah juga mendapat penghargaan dari Gubernur Jawa Timur, 2004, sebagai bidang Sastrawan Jawa.
Bersama kawan-kawan PSJB dari Bojonegoro sempat hadir acara di teras Arena Teater Taman Budaya Jawa Tengah ( Surakarta ), 18 April 2022 pada perhelatan Malam Sastra Jawa "Anggara Kasih 7 " di Solo.
Dalam rangka mengenang 100 hari meninggalnya maestro cerkak Jawa, Djajus Pete, Komunitas Pamarsudi Sastra Jawi Bojonegoro (PSJB) meluncurkan sebuah buku antologi bertajuk “Lelakon Djajus Pete Ing Antarane Para Kanca” pada Minggu (30/10/2022). Bertem-pat di kediaman pegiat sastra jawa JFX Hoerry, yang menginisiasi buku itu. Persisnya berada di Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro.
Beberapa tokoh sastra Jawa ikut
hadir dan berdiskusi waktu, antara lain: Dr. Tito Setyo Budi ( Sragen), Dr. Rahmat Djoko Prakosa,
Dr. Suharmono K dari PPSJS (Paguyuban Pengarang Sastra Jawa Surabaya),
pengarang Sanggar Triwida Trenggalek, St. Sri Emyani; Dr. M Shoim Anwar dari Unipa (Universitas PGRI
Adi Buana) Surabaya, peneliti BBY Yogyakarta, Dhanu Priyo Prabowo dan banyak
lagi. Djajus Pete bukan cuma pengarang cerkak, tapi juga penggurit atau menulis
pula puisi berbahasa Jawa. Selamat jalan, Kang Djajus Pete. Semoga jembar lan
padhang kuburane. Aamiin YRA. (Aming
Aminoedhin).***
PUISI-PUISI
MINGGU INI: GURITAN DJAJUS PETE
Djajus Pete
R O K O K
Asep-asep putih
Mertamu njero dhadha
Ngukungake oleh-oleh
Ing dluwang-dluwang burem dakseleh
Asep-asep putih
Pawewehmu ngebaki ati
Balungan prosa lan puisi
Yen sliramu ora mertamu
Utegku njendhel, drijiku kaku
Potret diri, sketsanya sendiri karya
Djajus Pete. (Foto: Istimewa).*
Djajus Pete
LELAKON
Ana randha ayu moblong
Nyangking koper, menyang Hongkong
Luru sandhang lan pangan
Kanggo anake loro ing padesan
Blitar, Jawa Timur
Bale somah bubar, atine ajur
O…lelakon
Ping pindho atine ketaton
Oleh pacar mung seneng kelon
Surabaya nyimpen sacuwil crita
Pacare nggantheng, duweke wong liya
Saya kelara-lara
Mangkat lunga, golek tamba
Agustus, 2010
Djajus Pete
KUNJARAN
Tlatah iki
Kunjaran sepi
Kunjaran Gusti
Tan bisa disingkiri
Kunjaran ikisepi
Njerone bangsane maling-maling
kuthuk
Kapan koruptor ngringkuk
Kunjaran iki sepi
Awit bebener lan keadilan
Onya
Bareng gebyare mutiara
Dharma
Kandha, Juli 1971
Djajus Pete
TILINGNA
Apa sing dioyak nabrak-nabrak,
nerak-nerak
Ngoyak butuh mripat peteng ora weruh
Montang-manting
Kebanting-banting
Meksa ora eling
Endi sangumu kanggo bali yen wis
titiwanci
Apa lali, durung kakupadi
Telingna swara kanthinira
Jroning ati nyuwara rina lan wengi
Dumeling nuntun ajak eling
Iku dalane rahayu
Ora bakal kleru
Tobo-Bojonegoro, 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar