“MEMBACA” GURU MELALUI PUISI
Oleh: Ummi Mukharomah Hariyanti
Guru SMAN 2 Ngawi
Judul Buku
: Malsabaru 2011
Malam
Sastra bagi Guru, Antologi Puisi dan Geguritan
Kurator : Akhudiat, Suharmono Kasijun, dan Aming
Aminoedhin
Penerbit : Forum Sastra Bersama Surabaya,UPT
Dikbangkes
Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur
Cetakan :
Pertama, Mei 2011
Tebal : ix + 145 halaman
Guru konon
harus digugu dan ditiru, juga dalam
kehidupan kesehariannya, tidak hanya ketika di depan kelas untuk mengajar,
tetapi juga ketika di luar kelas dengan
semua aktivitasnya. Antologi puisi dan
geguritan ini berisi hasil penglihatan, perasaan,pemikiran, perenungan
guru-guru di Jawa Timur.
Buku
antologi puisi dan geguritan yang diberi
judul Malsabaru 2011 (Malam Sastra bagi Guru 2011) sebenarnya disiapkan untuk memperingati Hari
Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2011, namun sayang baru sampai pada pembaca bulan April 2012 ini.
Akan tetapi hal itu tidak mengurangi makna upaya para guru dalam memperingati Hardiknas tahun
lalu maupun tahun ini.
Dalam
Catatan Aming Aminoedhin sebagai koordinator Malsabaru menuliskan bahwa
antologi puisi dan geguritan ini diharapkan sebagai wadah kreativitas guru
dalam penulisan karya sastra. Juga sebagai media berekspresi, sekaligus
aktualisasi diri, bahwa guru tidak hanya mengajar di kelas,tapi dapat tampil
dalam forum sastra berskala Jawa Timur dengan menghasilkan puisi.
Puisi dan
geguritan yang terdapat pada antologi puisi dan geguritan yang bertajuk Malsabaru 2011, rencananya akan
dibacakan oleh penulisnya pada acara Malam Sastra bagi Guru di Surabaya tidak
lama lagi. Acara ini bekerja sama dengan UPT Pendidikan dan Pengembangan
Kesenian Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur yang memberi wadah bagi para guru
sekaligus memprakarsai acara ini. Kita tunggu penampilan para guru sebagai
penyair dan bukan sebagai pengajar.
Antologi
puisi dan geguritan yang berisi 94 puisi dan 23 geguritan ini ditulis oleh 41
guru atau mantan guru yang sekaligus penyair di Jawa Timur yang disebut sebagai
para guru penyair dan penggurit (seperti yang disampaikan UPT Dikbangkes –Dinas
Pendidikan Provinsi Jawa Timur, Drs. H. Karsono,M.Pd pada kata pengantarnya).
Para guru dan mantan guru PAUD, TK, SD, SMP, SMA, yang
menulis pada buku ini berasal dari daerah di seluruh Jawa Timur. Dari Jawa
Timur sebelah barat, beberapa guru dari Ngawi ikut menyumbangkan puisinya,
yaitu Junaedi Haes (guru SMA 2 Ngawi),
Kuspriyanto Namma (guru MAN Ngawi), kembar Tjahjono Widianto dan Tjahjono
Widarminto (guru SMA 1 dan SMA 2 Ngawi), Anas Yusuf (guru MA di Madiun), Arim
Kamandaka dan Ary Nurdiana( guru SD di Ponorogo). Dari Jawa Timur bagian
tengah terdapat Faradina Izdhihary (guru SMAN 1 Batu), Bonari
Nabonenar (guru SMAN 1 Panggul,
Trenggalek). Dari Madura terdapat M. Tauhed Supratman.
Dari 41
guru dan mantan guru yang mengisi antologi puisi dan geguritan ini ternyata terselip beberapa dosen, yaitu Akhudiat
yang menjadi dosen luar biasa Fakultas Adab di IAIN Sunan Ampel Surabaya, Tengsoe Tjahjono
yang mengajar di Universitas Negeri Surabaya, Program Studi Bahasa dan Sastra
Indonesia yang dikenal juga sebagai penyair Jawa Timur dan bergelut di dunia
sastra. Lantas ada juga Suharmono Kasijun, juga dosen Unesa.
Dengan
puisi dan geguritan para guru dapat menceritakan kesehariannya, mengabdi pada
negeri, menjadi penuntun pencari ilmu. Seperti puisi karya Junaidi Haes berikut
yang berjudul” Nyanyi Sunyi Sang Guru”,
Tiga puluh tahun sudah/Aku menjadi bagian pengasuh anak-anak/Di negeri yang
semakin lusuh ini/Entah berapa miliar kata /Telah terlempar dari mulut
ini/Apakah jadi pupuk atau racun hati/...( halaman 55).
Sedang
puisi karya Kuspriyanto Namma yang berjudul “Epik Sang Guru’ berikut
menghadirkan dilematis guru dalam menjalankan tugas yang setiap tahun harus
dilakoni, antara target kelulusan dan kejujuran yang kadang berseberangan tak
dapat berjalan beriringan, sehingga tidak sesuai dengan hati nurani guru. Yang paling menyedihkan adalah/menjadi
pengawas Ujian Nasional/tak bisa menolak tugas/tak berani melanggar
sumpah/datang pagi-pagi/telinga harus siap diceramahi tiap
hari/.............../.Pengawas-pengawas ruangan/memilih jalan aman/membiarkan
kecurangan mekar/dalam pot-pot kebohongan/dalam mata terpejam/hati
dirajam-rajam ( halaman 56)
Salah satu
geguritan dalam kumpulan puisi dan geguritan Malsabaru 2011 yang digurit Sumomo Sandy Asmoro dengan gaya
kontemporer dan satire melukiskan kondisi guru zaman kini yang dituntut
bersertifikasi dengan segala bentuk konsekuensi, kadang harus
berani menjadi musuh teman sendiri yang seharusnya dirangkul dan dihormati.
Betapa nelangsa nasib guru yang dikejar sertifikasi menjadi lupa diri.
Geguritan yang berjudul “Jam Guru” itu lengkapnya sebagai berikut : jam pitu jam pamit/jam budhal jam medhal/jam
mulang jam meling/jam ngaso jam loyo/jam kosong jam kopong/jam rapat jam
kilat/Jam piket jam molet/jam mulih jam ngelih/jam les jam bares/jam ngomah jam
lungkrah/jam mangan jam,ngombe jam, adus jam, nguras jam/turu jam, ngimpi jam,
nglirik jam/ngarang jam/jam ngelih, jam nyilih, jam ringkih, jam jaman
sertifikasi/ jambak-jambakan rebutan
/Jam (halaman 137}
Selain
berisi aktivitas guru dalam mendidik, antologi puisi dan geguritan Malsabaru 2011 juga menyampaikan bahwa guru adalah manusia biasa, yang
menyayangi orang-orang di sekitarnya, tentang petani, tentang Tuhan ,
tentang perjuangan dan sebagainya.
Berikut puisi karya Uyun S. Wahyuni, guru yang mendekatkan diri dengan Tuhannya
,” Tahajud” Tengah malam nan dingin, sunyi
mencekam dan menggigil/ Aku sendiri menghadapMu Ya Rob:/ Aku rindu menangis di
hadapanMU/ Mengharap belas kasihMu dan/Melelehkan batu di dadaku ( halaman
105). Ya, guru walaupun harus digugu
dan ditiru adalah manusia biasa yang sangat bergantung pada Tuhan yang Maha
Kuasa, yang semua aktivitasnya bersumber kepadaNya. Kita patut bersyukur masih
kita temukan guru-guru yang religius, insyaallah akan mendidik murid-muridnya
berlandaskan religiusitas. Dan inyaallah akan menghasilkan siswa-siswa yang
religius hingga akan kita temukan generasi yang religius yang membawa negeri
ini menjadi lebih baik. Dapat dikatakan,
dari puisi-puisi dan geguritan di atas menyampaikan pada kita bahwa sebagian
guru masih mengedepankan hati nurani dibalik carut-marut pendidikan di negeri
ini. Karena dengan membaca antologi puisi dan geguritan ini membantu pembaca
dalam menyikapi dunia pendidikan, memahami guru-guru, juga dapat memberi
gambaran guru sebagai teladan yang masih patut digugu dan ditiru.
Buku
antologi puisi dan geguritan yang diterbitkan Forum Sastra Bersama Surabaya,
UPT Dikbangkes Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur ini dikemas dengan
sederhana, walaupun sampulnya memakai kertas mengilat, namun letak penulisan
puisi kurang tepat, hingga sedikit mengganggu pembaca. Antologi puisi dan
geguritan Malsabaru 2011 ini
dilengkapi dengan data penulis, tapi sayang kurang lengkap hingga pembaca
kesulitan bila ingin mengetahui riwayat
penulis.
Buku
antologi puisi dan geguritan yang ditulis oleh para guru ini (guru sebagai
profesi) diharapkan dapat menginspirasi profesi lain juga mau menulis puisi.
Akan kita temukan mungkin puisi yang ditulis para dokter (apa kabar Bang Taufiq
Ismail?), jurnalis, advokat atau mungkin para petani, mungkin juga menteri mau menulis puisi,
karena dengan puisi kita dapat menyuarakan apa yang terdapat dalam hati tanpa
menyakiti hati. Sejalan dengan Tengsoe
Tjahjono yang menuliskan dalam blognya Kota Puisi, ketika zaman terluka,
puisi jadi harapan/bukan untuk menyembuhkan, namun/ cermin jujur yang setia
menampilkan wajah kita. Ha, tulislah selalu tanpa sak wasangka!
Dengan
membaca antologi puisi dan geguritan Malsabaru
2011 ini, kita akan mencoba memahami guru, karena buku ini membantu pembaca
mengetahui hati nurani guru dalam mendidik bangsa negeri ini. Untuk paraguru
lainnya, buku ini dapat dipakai sebagai referensi atau malahan melecut diri
dalam berkreasi. Untuk parasiswa, buku ini dapat dipakai sebagai upaya
mengapresiasi karya sastra sekaligus mengapresiasi guru yang telah memandaikan
Anda. Pasti salah satu pembaca tulisan ini ada yang pernah menjadi siswa
mereka. Anda mungkin?
Jayalah paraguru Indonesia,
selamat memperingati Hari Guru Nasional 2012. ****
Ummi Mukharomah Hariyanti
Lahir di Ngawi, 29 Mei 1963
Alumni IKIP Yogyakarta (sekarang
menjadi Universitas Negeri Yogyakarta), jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Semasa kuliah aktif di pers kampus mahasiswa dan menjadi penulis berita lepas
di surat kabar Berita Nasional dan Kedaulatan Rakyat Yogyakarta.
Sekarang menjadi guru di SMA
Negeri 2 Ngawi
Alamat rumah, Jalan Letjen
Sutoyo, Gang Bratang II H, RT 10 RW 02 Ngawi – 63217
Tidak ada komentar:
Posting Komentar