MALAM
“CHAIRIL ANWAR” 2013
DEWAN
KESENIAN SURABAYA
Di
penghujung bulan April 2013, tepatnya hari Minggu 28 April 2013 telah digelar
acara “Malam Mengenang Chairil Anwar” di Galeri Surabaya, Dewan Kesenian
Surabaya. Acara yang diprakarsai Dewan Kesenian Surabaya (DKS), Sanggar Merah
Putih Surabaya (SMPS), dan Forum Sastra Bersama Surabaya (FSBS) ini;
mendapatkan respons positif dari beberapa penulis sastra di Jawa Timur.
Beberapa
penulis yang ikut gabung hadir dan tampil pada malam itu: M. Anis, Toto Sonata,
Aming Aminoedhin, Andi Pocek, Wina Bojonegoro, Okta Vey, Lenon Machali, Uyun S. Wahyuni
(Gresik), R. Djoko Prakosa, Ardi Susanti (Tulungagung), Suyitno Ethexs
(Mojokerto), Dukut Imam Widodo, Imam Haryadi, Widodo Basuki (Sidoarjo), Saiful
Hadjar, Heri Nuhun, serta hadir pula dua doktor sastra: Tengsoe Tjahjono dan
Suharmono Kasijun (Sidoarjo).
Dalam
sambutannya, ketua DKS, Sabrot D.
Malioboro, antara lain mengatakan bahwa kegiatan semacam ini memang harus
selalu diadakan, guna menumbuhkembangkan apresiasi sastra di Surabaya dan Jawa
Timur. Chairil Anwar, adalah sosok maestro sastra Indonesia. Beliaulah angkatan
sastra 1945, yang kita semua haruslah mengenang dan mengingat atas jasanya
dalam perkembangan sastra Indonesia. Ke depan, Sabrot, juga akan menampilkan para sastrawan perempuan, komunitas
sastra Jawa, dan penulis sastra lainnya guna mengisi acara di Dewan Kesenian
Surabaya ini; dalam tajuk “Halte sastra.”
Malam
itu yang hadir dan tampil, hampir semuanya membaca puisi-puisi Chairil Anwar,
dari puisi berjudul: Aku, Senja di
Pelabuhan Kecil, Prajurit Jaga Malam, hingga puisi legendaris berjudul Krawang Bekasi. Rata-rata mereka membaca
dengan apik dan menarik.
Seorang
penulis kenamaan Surabaya, Dukut Imam
Widodo, malam itu berorasi tentang riwayat hidup sang maestro Chairil
Anwar. Dukut, bercerita tentang pacar
Chairil yang bernama Sumirat, perempuan asal Paron, Ngawi; yang teramat
digandrunginya. Dalam sajak berjudul “Sajak Putih”-nya ia mencantumkan namanya
dengan tulisan: buat tunanganku Mirat.
Menurut
Dukut, percintaannya dengan Mirat ini berakhir tragis, karena ia tidak jadi
menikahi Sumirat. Selengkapnya, puisi itu berbunyi:
SAJAK PUTIH
Chairil Anwar
* buat tunanganku Mirat
bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda
sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku
hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah…
Buat miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…
* buat tunanganku Mirat
bersandar pada tari warna pelangi
kau depanku bertudung sutra senja
di hitam matamu kembang mawar dan melati
harum rambutmu mengalun bergelut senda
sepi menyanyi, malam dalam mendoa tiba
meriak muka air kolam jiwa
dan dalam dadaku memerdu lagu
menarik menari seluruh aku
hidup dari hidupku, pintu terbuka
selama matamu bagiku menengadah
selama kau darah mengalir dari luka
antara kita Mati datang tidak membelah…
Buat miratku, Ratuku! kubentuk dunia sendiri,
dan kuberi jiwa segala yang dikira orang mati di alam ini!
Kucuplah aku terus, kucuplah
Dan semburkanlah tenaga dan hidup dalam tubuhku…
18
Januari 1944
Selepas
acara pembacaan puisi-puisi Chairil Anwar, dilanjutkan dengan diskusi tentang
ketokohan sang maestro sastra Indonesia. Beberapa orang ikut bicara, antara
lain: Toto Sonata, Dr. Suharmono Kasijun, Sabrot D. Malioboro, Aming
aminoedhin, Wododo Basuki, M. Anis, dan banyak lagi.
Malam
itu, sungguh malam sastra yang cukup hidup dalam pembacaan dan diskusinya.
Selamat Hari Sastra, semoga kita tidak melupakan sang sastrawan kelahiran
Medan, 26 Juli 1922 ini. Salam budaya! (mat)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar