NASKAH PUISI-PUISI PEKAN SENI
PELAJAR
PROVINSI JAWA
TIMUR
KOTA BANYUWANGI
2015
___________________________________________________________
A. PUISI-PUISI TINGKAT
SEKOLAH DASAR (SD/MI)
(1-SD/MI)
Herry Lamongan
VAS BUNGA MEJA KAMARKU
Empat lima kuntum kembang
Pada vas bunga meja kamarku
Kuganti setiap kali layu
Kuganti dengan yang segar wangi
Semacam pencerahan aroma
Pencerahan pandang mata
Pencerahan pada jiwa
Maka tak pernah aku kesepian
Segar puspa
Pada vas bungaku
Selalu cerah
Tak habis-habis ia tersenyum
Menyapaku tanpa kata-kata
Mengawaniku belajar
Tanpa lelah
Lewat rongga jendela depan meja
Empat lima kuntum kembang
mandi cahaya.
2009
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas
Surabaya, Cetakan I – Juni 2013: halaman
75)
(2 -SD/MI)
Aming Aminoedhin
KUPU-KUPU WARNA BIRU
kupu-kupu warna biru itu
masuk rumahku. rasa ingin menangkap
tak diperbolehkan ibu. sebab
jika kupu-kupu itu ditangkap
sayapnya bisa patah, padahal
kupu-kupu mau istirah
kupu-kupu warna biru itu
semakin menggodaku, terbang
hinggap di plafon, lalu terbang lagi
di lampion lampu ruang tamu
warna birunya, indah di mata
biru muda berpadu warna ungu
lalu bergaris tipis merah menyala
warna-warna kesukaanku
kupu-kupu warna biru itu
kini kubiarkan hinggap
di jendela kamarku, kutatap
lama-lama tanpa rasa jemu
selepas makan malam
kupu-kupu itu masih di situ
aku tak mau menangkap kupu-kupu biru
biarkan ia istirah, dan tidur
di jendela kamarku
menghias indah, jadi teman
belajarku malam ini
Mojokerto, 3/4/2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas
Surabaya, Cetakan I – Juni 2013: halaman
5)
(3-SD/MI)
Tengsoe Tjahjono
SAJAK UNTUK PAMAN
Ketika paman datang
Betapa hatiku senang
Dengan gitar dia pun berdendang
Ini nyanyian tentang bunga
Sambil duduk berdua di taman penuh warna
Ini nyanyian tentang ikan
Sambil duduk berdua di pinggir kolam penuh
kecipak
Ini nyanyian tentang burung
Sambil duduk berdua menatap ranting pohonan
Ini nyanyian tentang pelangi
Sambil memandang jendela sehabis reda hujan
Kini paman sudah pulang
Saatnya sekolah tiba
Sambil tetap kurindukan
Petikan gitarnya
Rungkut Surabaya, 11 Mei 2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 51)
(4-SD/MI)
R. Giryadi
SEKERANJANG BUAH
sekeranjang buah ini kau kirim padaku
warnanya merah jambu, kau petik dari pohon
yang rimbun sepanjang tahun
sekeranjang buah ini, adalah rindumu padaku
meski tak terucap olehmu, ranum buahnya
sesegar hatimu yang tak berhenti berdoa
bila kukenang wajahmu, ibu
kukecup penuh degup
kukunyah hati gundah
sekeranjang buah ini, ibu
doa-doamu yang kau petik
dari pohon
tubuhmu
sendiri
Surabaya,
2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas
Surabaya, Cetakan I – Juni 2013: halaman
139)
(5-SD/MI)
Tjahjono Widarmanto
DINI HARI YANG CERAH
siul burung bangunkan lelapku
di balik jendela kamarku
matahari tersenyum
daun diayun angin
sejuk membelai
begitu menyerap dalam kalbu
membelai putik-putik di taman
yang segera mekar jadi bunga menawan
rumput-rumput mengulum senyum
menyapa senandung pagi yang cerah
bergegas kubuka jendela
lantas menikmati segarnya
air pagi hari
segera melangkahkan kaki
menuntut ilmu merenda masa depan
2012
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas
Surabaya, Cetakan I – Juni 2013: halaman
102)
(6-SD/MI)
Aming Aminoedhin
SUKA LATIHAN PRAMUKA
setiap Sabtu selepas pelajaran berakhir
aku selalu bersama kawanku latihan Pramuka
di halaman sekolah, berbaris dan menulis
atau belajar tali-temali dirikan tenda
secara bersama
terkadang diajak berjalan-jalan
menjelajah kampung sama Pembina, sambil
bernyanyi dendangkan lagu semangat
tanpa kenal rasa putus asa
bawa juga buku dan tongkat
untuk mencatat segala yang terlihat
sedang tongkat untuk meloncat
jika melewati parit-parit
yang menghambat
setiap Sabtu, aku suka latihan Pramuka
hingga aku suka bermimpi
Sabtu telah tiba, padahal
hari ini masih Senin pagi, dan aku
harus ikut upacara bendera
ikut kelompok paduan suara
menyanyikan Indonesia Raya
Desaku
Canggu, 2/4/2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas
Surabaya, Cetakan I – Juni 2013: halaman
19)
B. PUISI-PUISI TINGKAT
SEKOLAH MENENGAH PERTAMA (SMP/MTs.)
(1-SMP/MTs)
R Giryadi
SAJADAH
·
Kepada Ibuku
Ibu,
Petualangan ini sudah begitu jauh. Asam garam tak
lenak kucecap,
meski lidah melepuh lepuh. Dalam laut ini, aku
seperti ikan :
bertahan dalam keruh
Gelombang tak surut hantam para pelabuh yang
melempar sauh
pada subuh ini. dan dermaga ini tetaplah angkuh dan
kukuh.
Hanya doamu obat paling ampuh
Ibu,
Sungguh ini perjalanan yang teramat jauh.
Sementara aku teringat
si malin yang membatu bersujud pada sabdamu
sabda yang pernah kau ucapkan padaku, tentang
anak durhaka
Tetapi ini aku anakmu, Ibu. Bukan si Malin. Aku
bukan batu yang
bersujud karena sabdamu. Aku bersujud pada
sajadah ini sebelum
subuh, sebelum air matamu menetes dan cakrawala
merona
merah
Ibu,
Pada sajadah ini, doamu jadi prasasti dan aku
pasti kembali.
Sidoarjo,
2012
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 133)
(2-SMP/MTs)
Herry Lamongan
BENDERA DI ATAS MAKAM
Makam siapa menyapaku lewat bendera?
Topi baja di arah kepala
Merimbun di sisi utara
Ia seorang tentara
Gugur dalam perang gerilya
Melawan penjajah
Tak seperti biasa
Bukan tinggal di makam pahlawan
Tapi di pemakaman umum ia dikebumikan
Siapa namamu?
Papan kecil itu hanya sedikit menerangkan
Tentang saat gugurmu
Aneh sekali
Mengapa tidak tertulis namamu?
Lamongan,
2012
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 79)
(3-SMP/MTs)
Aming
Aminoedhin
DI ANTARA BEBINTANG
Bintang-bintang
malam hari ini
gemerlapan bagai
gemericik air sungai
terkena lampu kota
berkilauan
Di antara bebintang
bersinaran
kulihat ada lampu
pesawat
berjalan lambat,
berkerjap-kejap
melenggang indah
menawan
Barangkali pilot
pesawat itu lelah
hingga pesawat
berjalan seperti lebah
atau mungkin mataku
telah lelah
hingga tak melihat
pesawat itu melesat
begitu cepat, tapi
terlihat lambat
oleh mataku yang
ngantuk
hingga kepalaku
terantuk-antuk
Mungkin juga
lantaran langit maha luas
seperti tanpa
batas, hingga pesawat itu
jadi kecil dan
lambat berjalan
Di antara
bebintang, pesawat, dan langit
maha luas itu, aku
merasakan betapa
Maha Besarnya Tuhan
kita. Bebintang
yang berkejapan itu
seperti tanda
setuju, atas
pikiranku
Siwalanpanji,
3/4/2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 24)
(4-SMP/MTs)
Tengsoe Tjahjono
MEMANDANG IKAN DI AKUARIUM
Memandang akuarium
Memandang ikan-ikan
Kapan mereka tidur
Matanya tak pernah terpejam
Andaikan aku tidak bisa tidur
Betapa capeknya
Tenagaku habis untuk berjaga
Badan pun lesu, pikiran jadi tak bermutu
Andaikan mata tak terpejam
Betapa sengsaranya aku
Tak bisa bermimpi
Terbang di antara awan-awan
Aku tak ingin jadi ikan
Sebab aku ingin bisa tidur
Setelah suntuk bekerja dan belajar
Demi masa depan
Rungkut
Surabaya, 11 Mei 2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 53)
(5-SMP/MTs)
Tjahjono Widarmanto
DI PINGGIR TELAGA SARANGAN
dingin menusuk urat dan tulang
angin melambai-lambai
berdiri di telaga ini
seperti menatap lorong dunia
air yang memantulkan pesona bulan
terbitkan rasa damai yang nyaman
pesona telaga
seperti gadis yang manja
mengabarkan rindu
berdiri di pinggir telaga sarangan
menatap sepotong keindahan
yang tersebar di pelosok negeriku
ini baru pesona kecil
sedang Indonesia penuh
ribuan ragam pesona
2012
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 107)
(6-SMP/MTs)
R Giryadi
SEPASANG SEPATU
sepasang sepatu hadiah dari bapakku
teronggok di sudut kamar. aku teringat,
mengapa sepatu itu ada di sana
ada kisah yang tak pernah aku lupa meski
bapak tiada
sepasang sepatu meski terlihat tua
aku tetap menjaganya. ia hadiah bapak
ketika aku sudah mulai mengerti arti
dewasa
sepasang sepatu-kata bapak- seperti
kekasih yang tak lepas bergandengan
tangan, meski hatinya gundah gulana, ia
tetaplah bersama
bila ia pergi, pergilah bersama. bila ia
terluka terlukalah berdua: sepasang
sepatu adalah wajah kesetiaan
kini sepatuku suda tua. teronggok di sudut
kamar. aku menjaganya. menjaga pesan
bapak tentang arti kesetiaan
Buat sepatuku yang sudah tua, 2013
(diambil dari buku
“Selendang Untuk Bunda” kumpulan sajak anak, terbitan Sanggar Kalimas Surabaya,
Cetakan I – Juni 2013: halaman 138)
C. PUISI-PUISI TINGKAT
SEKOLAH MENENGAH ATAS (SMA/SMK/MA)
UNTUK DIGARAP-PENTASKAN MUSIKALISASI-PUISI
(1-SMA/SMK/MA)
R. Giryadi
DI BERANDA
di beranda
pada senja ini aku beristirah
menikmati rona jingga dan
lembayung
melihat burung burung melintas
: entah di mana ia beristirah
pada rumah atau pada senja yang
tak lagi ramah
di beranda
seperti roti yang keras
dikunyah
atau seperti secangkir teh
sepah
tanpa gula dan doa-doa
: hidup seperti lintasan pagi
dan siang
berperang mengejar malam
di beranda
kita bisa melukis senja kapan
saja
menciptakan malam, dan menduga
pagi kan kembali
dengan sebatang rokok, kita
sulut langit menggelap
sembari menunggu anak-anak
menyanyikan
padang rembulan
di pelataran yang tinggal
sepetak
tempat tubuh kita tergeletak
mendoai kubur sendiri
di beranda
kita hanya menunggu mati
meski waktu tak kan pasti
Sidoarjo,
Oktober 2012
(diambil dari buku “Gresla
Mamoso” kumpulan puisi, terbitan Forum
Sastra Bersama Surabaya, Cetakan I –
April 2013: halaman 71)
(2-SMA/SMK/MA)
L. Machali
MARI BERBAGI LAGI
Jangan kau kunyah kue dari
dapur ibu ini
Karena yang lezat ada dibalik
kepulan putih
Yang menawarkan lapar
orang-orang di sekitarmu
Dalam gemetar tubuh yang sesaat
telah membiru
Kau yang terlampau bernafsu
melumat selera
Hingga sungai-sungai
mengalirkan pasir kelabu
Dari magma yang mendidih
bersama ambisi itu
Telah lunas kubayar sampai
batas perjanjianmu
Mari kita berbagi lagi,
bayang-bayang berterbangan
Batu-batu hitam semakin ringan.
Batu-batu di kepala
Di dada, di kandang, di villa,
di masjid, dan gereja
Kita sudah sama semakin dekat
rambu-rambu ungu, jingga
Rambu lagi-lagi bergerak dalam
jumlah tak terbilang
Serupa air dan api dalam bejana
waktu tak terhitung
Segalanya yang ada segera saja
segalanya sirna
Demikian pula kenangan siang
dan malam sebagai tanda
Inilah makna, setiap puisi
datang selalu mengguncang
Darat dan laut, hutan dan kota,
rumus dan sabda
Udara yang melesat jauh
meninggalkan suara atau
Sabda tentang keheningan yang
kau bilang kekosongan
Gresik,
2010
(diambil dari buku “Gresla
Mamoso” kumpulan puisi, terbitan Forum
Sastra Bersama Surabaya, Cetakan I –
April 2013: halaman 86-87)
(3-SMA/SMK/MA)
Aming
Aminoedhin
PUISI MANUSIA PURBA
masih teringat manusia purba
itu
sosoknya besar, perangai kasar
berjalan tegak, suara
menggelegar
di tangannya menggenggam kapak
batu
masih teringat manusia purba
itu
sosoknya besar, perangai kasar
berjalan tegak, suara
menggelegar
susuri lembah dan kali
dari Sangiran hingga Trinil
kulipat waktu
kulipat masa lalu
kubayangkan manusia purba
taklagi bawa kapak batu
di tangan menggenggam hp nokia
terbaru
menelepon sang Adam, di belahan
dunia lain, yang berjuta-juta
mil jauhnya
dari pinggir kali dekat
Sangiran dan Trinil
suaranya lembut, tapi bernada
terkejut
“ Hai Adam, aku
telah bisa buat puisi!”
Mojokerto, 4 Oktober 2012
(diambil dari buku “Puisi
Indonesia ‘87” kumpulan puisi, terbitan Teras
Budaya Jakarta, Cetakan I – November 2014:
halaman 17)
(4-SMA/SMK/MA)
Tengsoe Tjahjono
SUARA JAUH
tak dalam hening, angin
rambatkan kata-kata
dari tempat jauh, mungkin
lembah, mungkin puncak bukit
irama nocturno mawar
tak dalam hening, pipit putih
mengerjapkan mata
memilin awan jadi jendela,
menemukan telaga
ketika dahaga
tak dalam hening, gerimis
mengusung lirik untuk sonnet
bagi hari kemarin
yang debu
menyanyilah, katamu, tapi cuma
siul
yang melenggang dari bibir
dalam nada perdu
tak dalam hening, notasi-notasi
itu terus mengalir
jadilah sungai
untuk muara jauh
tak dalam hening, kusiapkan
telinga
juga cakrawala
untuk pesanmu
21/06/09-10:07
(diambil dari buku “Gresla
Mamoso” kumpulan puisi, terbitan Forum
Sastra Bersama Surabaya, Cetakan I –
April 2013: halaman 13)
(5-SMA/SMK/MA)
Ahmadun Yosi Herfanda
PERAHU NUH
ini bukan perahu kertas, karena bukan
perahu Sapardi. tapi ini perahu Nuh
yang dirangkai dari kayu-kayu takdir
dengan layar anyaman nasib
yang dinukilkan hujan dan badai
naiklah, bersama Yafith, Syam dan Ham*
untuk menggapai puncak tertinggi Agri*
sebab hujan akan membadai
dan banjir akan menjadi bah
yang tak mudah ditaklukkan
oleh keperkasaan tangan Kan'an*
dan kesombongan hati Bani Rasib*
ini bukan perahu kertas, tapi perahu Nuh
dibangun dari batang-batang pohon tua
dari hutan-hutan takdirnya. naik saja
sudah ada sepasang domba dan sapi
sudah ada sepasang gajah dan keledai
segala binatang diselamatkan berpasangan
untuk dapat melanjutkan kehidupan
jika kau belum menemukan pasangan
naik saja. jangan ragu. pasanganmu
telah menunggu di dalam perahu
Jakarta, September 2013
Catatan:
· Agri adalah nama gunung di
wilayah Turki, tempat ditemukannya sisa-sisa perahu
Nabi Nuh, yang juga dikenal sebagai bukit
Arafat.
·Yafith, Syam, dan Ham, adalah anak-anak Nabi
Nuh yang ikut naik ke perahu Nuh
dan selamat.
·Kan'an adalah anak Nabi Nuh yang membangkang,
tidak mau naik perahu Nuh, dan
tewas dalam banjir besar itu.
(diambil dari buku “Puisi
Indonesia ‘87” kumpulan puisi, terbitan Teras
Budaya Jakarta, Cetakan I – November
2014: halaman 6)
(6-SMA/SMK/MA)
Remmy Novaris DM
BERBICARA
untuk apa kau berbicara tentang daun
jika kau tak mendengar bisikan angin di situ
untuk apa kau berbicara tentang air
jika kau tak dapat membuatnya mengalir
untuk apa kau berbicara tentang api
jika hanya dapat membakar dirimu sendiri
untuk apa kau berbicara tentang puisi
jika kau tak pernah tahu maknanya
untuk apa kau berbicara yang tak kau tahu
jika kau ternyata hanya sekedar ingin tahu
untuk apa kau berbicara tentang kejujuran
jika kau ternyata selalu saja berdusta
untuk apa aku selalu berdiam
karena kau tak pernah tahu
apa sebenarnya sedang aku pikirkan
jika aku tak pernah berpikir tentang apa pun
dan kau bilang, kau tahu itu
maka aku pun beranjak meninggalkanmu
L A 2013
(diambil dari buku “Puisi
Indonesia ‘87” kumpulan puisi, terbitan Teras Budaya
Jakarta, Cetakan I – November 2014:
halaman 204)
# Saat gerimis tak
habis-habis
di Desaku Canggu, 27 Januari 2015
2 komentar:
Terimakasih bapak puisi-puisinya sangat inspirative.(Belinda Salsabila Az-zahra, SDIT AL-UMAH JOMBANG)
sama-sama bu!
Posting Komentar