Minggu, 01 Desember 2024

Dialog Sastra di Jombang

 


 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                      Dari kanan Aming Aminoedhin, Imam Ghozali (narasumber sastra anak) dan moderator. 

 

ANTOLOGI PUISI SAMPAH
DITULIS ANAK-ANAK HEBAT[1]

Oleh: Aming Aminoedhin

 

            Apabila membaca sastra itu, kita sepertinya tamasya, begitu juga baca dan menulis puisi anggap saja rekreasi hati agar kian terasah kepekaan nurani kita. Lantas acara pagi ini anggap saja, kita  rekreasi sastra, bersama antologi puisi.

            Menariknya yang kita baca antologi puisi bertemakan sampah, yang mana jarang orang lain mau meliriknya. Lebih menarik lagi, ketika para penulisnya anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah dasar. Sebuah langkah terobosan baru yang mungkin tiada tanding tiada banding. Tak salah jika langkah ini perlu diapresiasi semua kalangan, termasuk orang dewasa, dan (mungkin) juga Pemerintah.

 

Antologi Puisi Sampah








 

            Aprsesiasi pertama yang harus diacungi jempol adalah kepala sekolah dan para guru pembimbingnya, lalu anak-anak (siswa)-nya yang mau menuliskan hal-hal yang sepele, tapi tak remeh-temeh. Sebab, jika baca antologi puisi ini, hampir semua bicara pentingnya pengelolaan sampah. Sehingga tak akan  jadi penyakit atau bencana, dan bahkan menurut mereka bisa datangkan duit. Ada termuat pesan tentang rasa resah dan gundah, atau manfaat sampah  dituliskan dalam puisi.

            Coba simak potongan puisi-puisi ini: //Aroma busuk menusuk/Tidak sehat dan tak manfaat/Jika ingin berkah/Daur ulang sampah itu//  judul ‘Berserak’ karya Reyhan Alkedira Ramandha), lantas puisi Ezekiel Alas Setyono berjudul ‘Aku Sampah’ potongan baitnya berbunyi:  //Sebenarnya/Aku bisa didaur ulang/Yang datangkan keuntungan.// Pada puisi ‘Yang Terus Melimpah’ karya  Rafasya Afif Azka, mengajak pembaca: //Ayo kawan jagalah kebersihan/Jangan kau buang sampah sembarangan/Itu tanda orang bertaqwa.// Atau puisi  judul ‘Yang Mengganggu’ karya Azfar Farandiaz, yang berteriak: Wahai manusia-manusia/Sudah saatnya kita singsingkan lengan/Ayo kelola sampah kita/Dengan reduce, reuse, dan recycle/Jaga keindahan negeri kita!//.

            Teman yang lain bicara soal daur ulang sampah menuliskan dengan potongan puisinya berbunyi://Dan …./yang kulakulan padamu/Ingin mendaur ulang tubuhmu/Kujadikan pupuk yang berguna/Agar semua orang Bahagia// karya Fairuz Wibawa Prasetya, berjudul ‘Yang Berserakan.’

            Pada puisi judul ‘Sampah Berharga’ karya Viola Citra Meyriska meyakinkan pembaca, dengan potongan baitnya: //Namun sampah/Akan berharga/Di tangan mereka/Yang mampu mengolahnya//; lalu  satu puisi   Fania Qismika Putri,  merasakan terkepung plastik sehingga ia  resah dan bilang darurat plastik. Puisi berjudul ‘Limbah Plastik’ itu berbunyi:

           

            LIMBAH PLASTIK

 

            Beli cimol pakai plastik

            Beli pentol pakai plastik

            Beli es teh pakai plastik

            Beli apapun pakai plastik

 

                        Sadarlah hai manusia

                        Jagalah dan lestarikan dunia

                        Supaya aman generasi kita

                        Dari darurat plastik sampah

 

            Demikian itu adalah beberapa contoh puisi-puisi yang ditulis dengan baik oleh anak-anak tersebut. Namun yang pasti, bahwa mereka telah menuliskan apa-apa yang dilihat dan dirasakan ketika berhadapan dengan sampah. Mereka semua adalah anak-anak hebat, yang insyaallah kelak akan jadi penulis yang handal setelah kelak dewasa.

            Jika saja harus dikritisi naskah mereka, beberapa penulis masih berpanjang-panjang kata. Padahal menulis puisi yang baik, adalah sedikit kata tapi punya banyak makna. Maka dalam penulisannya usahakan  (jika mungkin) pakai kata-kata ‘dasar’ saja. Bukan yang telah berimbuhan: ber, me, ter, dlsb.; atau berakhiran: an, nya, dsb. Akan lebih  baik dan hemat tanpa gunakan kata sambung: yang, dan,  dengan dsb. Usahakan juga menjaga rima atau keindahan bunyi jika dibaca oleh pembacanya.

            Misalnya potongan puisi ini: //Ditaman belakang lalat berterbangan//Menandakan ada bakteri seram// bisa dituliskan dengan: Di taman belakang lalat-lalat terbang/ Tanda ada bakteri seram. Atau yang ini: //Mulutku bergumam/Hatiku geram/Apa otak tidak dipakai/     Seenaknya membuang sampah di sungai// bisa dipadatkan dengan //Mulutku bergumam/Hati geram/Apa otak tak dipakai/Enak saja buang sampah di sungai/.

            Pada puisi lain berjudul ‘Bersedih’ tertulis //sampah dimana-mana berserakkan/sampah kering dan basah menjadi satu/sehingga membuat semua orang/sulit bernafas karena baunya// bisa ditulis agar enak dibaca: //sampah di mana-mana berserakan/sampah kering dan basah jadi satu/hingga buat semua orang/sulit bernafas karena bau//.

                     Sementara anak yang lain bicara ajakan mengelola sampah agar bumi jadi indah, potongan puisinya: //Bila hidup tanpa sampah/Lingkungan bersih nan indah/Kuman virus tidak betah/Semua penyakit kan musnah// dari tulisan Dantha Prima Nirwasita, berjudul ‘Hidup Tanpa Sampah.’ Senada dengan puisi ini ditulis oleh Akira Khumaira, yang potongan puisi berbunyi: //Ayo teman/Buanglah sampah dan pilah/Tuk lingkungan sehat dan indah//.

            Pada dasarnya semua anak-anak yang menulis puisi dalam antologi puisi ini hebat. Sejak dini telah mau menulis puisi. Esok hari pasti akan lebih hebat dan hebat lagi.

 

 

Belajar Menulis Puisi

 

            Jika saja boleh menyarankan untuk belajar menulis puisi bagi anak-anak, barangkali ada cara yang barangkali bisa diterapkan di dalam kelas masing-masing. Cara itu antara lain:

1. Niteni, nirokne, dan nambahi:

            Dalam cara ini, seseorang siswa pada mulanya diajak untuk mengingat-ingat sebuah karya puisi, lantas disuruh untuk mencoba mencontoh naskah puisi tersebut, dan kemudian diajak untuk menambahi (mengubah) kata-kata lain yang sesuai dengan kreativitas pikirannnya.

2. Epigonal, aforisme, outbond, dan cinta

            a. epigonal: cara epigonal ini, seorang disuruh menirukan naskah-naskah puisi

                yang sudah ada dengan menambahi sesuai kreativitasnya;

            b. aforisme: pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenar-

                an umum. contoh seperti  peribahasa: alah bisa karena biasa. Para siswa diajak

                menulis puisi, berangkat dari peribahasa-peribahasa yang telah diajarkan guru

                sebelumnya. Tentunya dalam hal ini, perlu kreativitas tersendiri bagi siswa;

            c. outbond: para siswa diajak di luar sekolah guna mengamati apa saja yang ada di

    luar sekolah tersebut. Mereka bisa menulis tentang: daun, pohonan, pengemis,

                petani, gunung, panas cuaca, hujan atau apa saja yang mereka temuai di kegiat-    

                an outbond tersebut;

            d. cinta: cara yang terakhir ini adalah konsep yang barangkali paling mudah

                bagi para siswa, karena mereka disuruh menulis puisi berdasarkan cinta. Boleh

                cinta kepada orang tua, utamanya Ibu, alam, tanah air, dan banyak lagi.

Selain beberapa cara tersebut di atas, maka yang perlu diperhatikan bahwa dalam penulisan puisi adalah bagaimana para siswa  bisa menulis puisi dengan menggunakan ‘kata-kata dasar’ dalam penulisannya. Mengapa demikian? Sekali lagi, karena puisi yang baik adalah puisi yang mempunyai sedikit kata, tapi punya banyak makna. Sebagai contoh beriku puisi saya:

 

aming aminoedhin

BUKU ITU GUDANG ILMU

 

Di dalam buku

kubaca segala ilmu

dari soal bahasa, tatakrama

sastra, dan juga matematika

 

Buku adalah sahabatku

kubaca setiap waktu

saat istirahat sekolah

dan juga saat libur sekolah

 

Buku, kata Mamaku

adalah gudangnya ilmu

maka membaca buku

seperti membuka

jendela dunia, semua

ilmu kau pasti akan tahu

 

Mojokerto, 19/10/1999

 

 

Tradisi Singiran

            Ikut baca buku ‘Tradisi Singiran’ saya sangat mengapresiasi buku yang satu ini. Meski-pun saya sendiri tidak semuanya kenal, tapi ada juga beberapa yang kenal, saat masa kecil saya di desa pernah ikut melantunkannya di mushola.

            Menarik untuk dicatat adalah dalam pengantar buku yang dikatakan, “Kehadiran buku ini sejatinya merupakan sebuah produk gagasan hasil pembelajaran P5 yang berbasis literasi yang dilakukan kelas 3A dan 3B, SDN Jombatan 3 Jombang. Karena pengumpul datanya masih bersekolah di tingkat dasar maka bentuknya adalah masih dalam kegiatan inventarisasi tradisi singiran atau pujian yang dikenal di sekitar lingkungan terdekatnya. Ada sekitar 28 pujian yang berhasil diinventarisir. Ke 28 pujian tersebut terbagi menjadi dua bagian yakni pujian yang biasa dilantunkan oleh kaum muslim di surau/mushala/masjid (21 pujian), dan yang dilakukan pemeluk kristiani saat kebaktian di gereja (7 pujian).”

            Sungguh sebuah upaya yang sangat bagus, bagi anak-anak untuk menulis kembali bentuk syair/singiran/pujian yang pernah ada; dan kemudian bisa dibukukan dalam sebuah antologi. Menariknya lagi, ketika  dalam buku ini, tidak hanya pujian yang dilantunkan kaum muslimin di langgar/mushola/masjid, tapi juga umat kristiani di gereja.

            Dalam tulisan pendek ini , saya tak perlu banyak mengulas soal isi syair/singiran/pujian yang termuat dalam buku ini. Yang pasti, hampir semua syair merupakan pujian kepada Allah SWT atau Tuhan YME, versi Islam dan Kristiani.

            Jika harus dikritisi barangkali penulisan kata ada banyak yang kurang benar, seperti misalnya:   ayo manut poro kiyai seharusnya  ditulis ayo manut para Kyai, Mangga sami derek Gusti  seharusnya  ditulis: Mangga sami ndherek Gusti, dan mungkin masih ada lagi salah tulis lainnya.

            Namun yang perlu diapresiasi adalah pendokumentasian syair/singiran/pujian semacam  ini adalah penting sekali. Di samping sebagai pengenalan kepada generasi milenial, sekaligus agar datanya tak hilang ditelan zaman.

            Bahkan jika perlu , buku ini bisa digandakan lebih banyak untuk disosialisasikan kepada masyarakat yang membutuhkannya. Semisal  sekolah-sekolah, pondok pesantren, atau mungkin juga perpustakaan-perpustakaan di wilayah  Jombang.

            Upaya yang sangat positif ini, perlu terus dikembangkan  dan dilestarikan. Bahkan bisa   pula melangkah pada tema lain, seperti: parikan Jombangan,  lagu-lagu dolanan,  atau bisa juga kidungan ala Jombang.

            Kepada anak-anak yang telah menulis puisi dan syair/singiran/pujian dalam dua buku ini, saya katakana sangat hebat semua. Lebih hebat lagi para guru pembimbingnya yang tekun mau mengajak mereka menulis. Salam literasi tiada henti.

            Selamat atas terbitan dua buku yang sangat apik dan menarik ini,  dan yang  perlu pasti diyakini, bahwa, “Berbekal yakin pasti, berpayung iman suci, berusaha sepenuh hati. Lantas jangan lupa berdoa tanpa henti, segala damba segala cita,  pastilah akan tergapai nanti.” (aming aminoedhin)

 

 

Desa Canggu, Jetis,  

Mojokerto, 22 November 2024

 

 

 

 

 

 

BIODATA PENYAIR

Aming Aminoedhin

nama aslinya: mohammad amir tohar. lahir di ngawi, 22 desember 1957

alumni fakultas sastra, universitas sebelas maret surakarta, jurusan bahasa dan sastra indonesia (1987) ini, aktif kegiatan teater, dan pernah menyandang predikat “aktor terbaik” festival drama se-jatim tahun 1983 dari teater persada ngawi, pimpinan mh. iskan. pernah pula diberi predikat sebagai presiden penyair jawa timur, oleh doktor kentrung, suripan sadi hutomo, almarhum. penggagas pentas, serta koordinator malam sastra surabaya atau malsasa sejak tahun 1989 hingga 2009. Lantas malsabaru, malam sastra bagi guru se jatim (2011).

pernah menjabat biro sastra  dks (dewan kesenian surabaya); ketua hp-3-n  (himpunan pengarang, penulis, dan penyair nusantara) jawa timur; koordinator fass (forum apresiasi sastra surabaya); sekjen ppsjs (paguyuban pengarang sastra jawa surabaya); penasehat forasamo (forum apresiasi sastra mojokerto); ketua fsbs (forum sastra bersama surabaya). aming aminoedhin, seringkali jadi juri baca puisi dan ceramah sastra di hampir semua kota wilayah jawa timur (batu-malang, ngawi, madiun, lamongan, lumajang, tuban, jombang, bangkalan, sampang, tulungagung, banyuwangi, mojokerto, dan surabaya).

sekarang masih ketua fsbs (forum sastra bersama surabaya), dan pensiunan di balai bahasa jawa timur, yang dulu berlokasi  di sidoarjo. alamat: puri mojobaru az-23 canggu, kecamatan jetis – mojokerto 61352 – email: amri.mira@gmail.com atau aming.syair@gmail.com

           

 [1] Makalah dialog sastra program Bethari Berbagi, SDN Jombatan 3 Jombang, 29/11/2024