ANTOLOGI PUISI
SAMPAH
DITULIS ANAK-ANAK
HEBAT[1]
Oleh: Aming Aminoedhin
Apabila membaca sastra itu, kita
sepertinya tamasya, begitu juga baca dan menulis puisi anggap saja rekreasi
hati agar kian terasah kepekaan nurani kita. Lantas acara pagi ini anggap saja,
kita rekreasi sastra, bersama antologi
puisi.
Menariknya yang kita baca antologi puisi
bertemakan sampah, yang mana jarang orang lain mau meliriknya. Lebih menarik
lagi, ketika para penulisnya anak-anak yang masih duduk di bangku sekolah
dasar. Sebuah langkah terobosan baru yang mungkin tiada tanding tiada
banding. Tak salah jika langkah ini perlu diapresiasi semua kalangan,
termasuk orang dewasa, dan (mungkin) juga Pemerintah.
Antologi
Puisi Sampah
Aprsesiasi pertama yang harus
diacungi jempol adalah kepala sekolah dan para guru pembimbingnya, lalu
anak-anak (siswa)-nya yang mau menuliskan hal-hal yang sepele, tapi tak
remeh-temeh. Sebab, jika baca antologi puisi ini, hampir semua bicara pentingnya
pengelolaan sampah. Sehingga tak akan jadi penyakit atau bencana, dan bahkan menurut
mereka bisa datangkan duit. Ada termuat pesan tentang rasa resah dan gundah,
atau manfaat sampah dituliskan dalam
puisi.
Coba simak potongan puisi-puisi ini:
//Aroma busuk menusuk/Tidak sehat dan tak manfaat/Jika ingin berkah/Daur
ulang sampah itu// judul ‘Berserak’ karya Reyhan Alkedira Ramandha),
lantas puisi Ezekiel Alas Setyono berjudul ‘Aku Sampah’ potongan baitnya
berbunyi: //Sebenarnya/Aku bisa didaur
ulang/Yang datangkan keuntungan.// Pada puisi ‘Yang Terus Melimpah’
karya Rafasya Afif Azka, mengajak
pembaca: //Ayo kawan jagalah kebersihan/Jangan kau buang sampah
sembarangan/Itu tanda orang bertaqwa.// Atau puisi judul ‘Yang Mengganggu’ karya Azfar
Farandiaz, yang berteriak: Wahai manusia-manusia/Sudah saatnya kita
singsingkan lengan/Ayo kelola sampah kita/Dengan reduce, reuse, dan
recycle/Jaga keindahan negeri kita!//.
Teman yang lain bicara soal daur
ulang sampah menuliskan dengan potongan puisinya berbunyi://Dan …./yang kulakulan padamu/Ingin
mendaur ulang tubuhmu/Kujadikan pupuk yang berguna/Agar semua orang Bahagia// karya Fairuz Wibawa Prasetya,
berjudul ‘Yang Berserakan.’
Pada puisi judul ‘Sampah Berharga’
karya Viola Citra Meyriska meyakinkan pembaca, dengan potongan baitnya: //Namun
sampah/Akan berharga/Di tangan mereka/Yang mampu mengolahnya//; lalu satu puisi
Fania Qismika Putri, merasakan
terkepung plastik sehingga ia resah dan
bilang darurat plastik. Puisi berjudul ‘Limbah Plastik’ itu berbunyi:
LIMBAH PLASTIK
Beli cimol pakai plastik
Beli pentol pakai plastik
Beli es teh pakai plastik
Beli apapun pakai plastik
Sadarlah hai manusia
Jagalah dan lestarikan dunia
Supaya aman generasi kita
Dari darurat plastik sampah
Demikian itu adalah beberapa contoh
puisi-puisi yang ditulis dengan baik oleh anak-anak tersebut. Namun yang pasti,
bahwa mereka telah menuliskan apa-apa yang dilihat dan dirasakan ketika
berhadapan dengan sampah. Mereka semua adalah anak-anak hebat, yang insyaallah
kelak akan jadi penulis yang handal setelah kelak dewasa.
Jika saja harus dikritisi naskah
mereka, beberapa penulis masih berpanjang-panjang kata. Padahal menulis puisi
yang baik, adalah sedikit kata tapi punya banyak makna. Maka dalam penulisannya
usahakan (jika mungkin) pakai kata-kata ‘dasar’
saja. Bukan yang telah berimbuhan: ber, me, ter, dlsb.; atau berakhiran:
an, nya, dsb. Akan lebih baik dan
hemat tanpa gunakan kata sambung: yang, dan,
dengan dsb. Usahakan juga menjaga rima atau keindahan bunyi
jika dibaca oleh pembacanya.
Misalnya potongan puisi ini: //Ditaman
belakang lalat berterbangan//Menandakan ada bakteri seram// bisa dituliskan
dengan: Di taman belakang lalat-lalat terbang/ Tanda ada bakteri seram. Atau
yang ini: //Mulutku bergumam/Hatiku geram/Apa otak tidak dipakai/ Seenaknya membuang sampah di sungai//
bisa dipadatkan dengan //Mulutku bergumam/Hati geram/Apa otak tak dipakai/Enak
saja buang sampah di sungai/.
Pada puisi lain berjudul ‘Bersedih’
tertulis //sampah dimana-mana berserakkan/sampah kering dan basah menjadi
satu/sehingga membuat semua orang/sulit bernafas karena baunya// bisa ditulis
agar enak dibaca: //sampah di mana-mana berserakan/sampah kering dan basah jadi
satu/hingga buat semua orang/sulit bernafas karena bau//.
Sementara anak yang lain
bicara ajakan mengelola sampah agar bumi jadi indah, potongan puisinya: //Bila hidup tanpa sampah/Lingkungan bersih nan
indah/Kuman virus tidak betah/Semua penyakit kan musnah// dari tulisan Dantha Prima
Nirwasita, berjudul ‘Hidup Tanpa Sampah.’ Senada dengan puisi ini ditulis oleh
Akira Khumaira, yang potongan puisi berbunyi: //Ayo teman/Buanglah sampah
dan pilah/Tuk lingkungan sehat dan indah//.
Pada dasarnya semua anak-anak yang
menulis puisi dalam antologi puisi ini hebat. Sejak dini telah mau menulis
puisi. Esok hari pasti akan lebih hebat dan hebat lagi.
Belajar
Menulis Puisi
Jika saja boleh menyarankan untuk
belajar menulis puisi bagi anak-anak, barangkali ada cara yang barangkali bisa
diterapkan di dalam kelas masing-masing. Cara itu antara lain:
1. Niteni, nirokne, dan nambahi:
Dalam
cara ini, seseorang siswa pada mulanya diajak untuk mengingat-ingat sebuah
karya puisi, lantas disuruh untuk mencoba mencontoh naskah puisi tersebut, dan
kemudian diajak untuk menambahi (mengubah) kata-kata lain yang sesuai dengan
kreativitas pikirannnya.
2. Epigonal, aforisme, outbond, dan cinta
a. epigonal:
cara epigonal ini, seorang disuruh menirukan naskah-naskah puisi
yang sudah ada dengan menambahi sesuai kreativitasnya;
b. aforisme:
pernyataan yang padat dan ringkas tentang sikap hidup atau kebenar-
an
umum. contoh seperti peribahasa: alah
bisa karena biasa. Para siswa diajak
menulis puisi, berangkat dari peribahasa-peribahasa yang telah diajarkan
guru
sebelumnya. Tentunya dalam hal ini, perlu kreativitas tersendiri bagi
siswa;
c. outbond:
para siswa diajak di luar sekolah guna mengamati apa saja yang ada di
luar sekolah tersebut. Mereka bisa menulis
tentang: daun, pohonan, pengemis,
petani, gunung, panas cuaca, hujan atau apa
saja yang mereka temuai di kegiat-
an outbond tersebut;
d. cinta:
cara yang terakhir ini adalah konsep yang barangkali paling mudah
bagi para siswa, karena mereka disuruh menulis puisi berdasarkan cinta.
Boleh
cinta kepada orang tua, utamanya Ibu, alam, tanah air, dan banyak lagi.
Selain beberapa cara tersebut di atas, maka yang perlu
diperhatikan bahwa dalam penulisan puisi adalah bagaimana para siswa bisa menulis puisi dengan menggunakan
‘kata-kata dasar’ dalam penulisannya. Mengapa demikian? Sekali lagi, karena puisi yang baik adalah
puisi yang mempunyai sedikit kata, tapi punya banyak makna. Sebagai contoh beriku puisi saya:
aming aminoedhin
BUKU ITU GUDANG ILMU
Di dalam buku
kubaca segala ilmu
dari soal bahasa, tatakrama
sastra, dan juga matematika
Buku adalah sahabatku
kubaca setiap waktu
saat istirahat sekolah
dan juga saat libur sekolah
Buku, kata Mamaku
adalah gudangnya ilmu
maka membaca buku
seperti membuka
jendela dunia, semua
ilmu kau pasti akan tahu
Mojokerto, 19/10/1999
Tradisi Singiran
Ikut baca buku ‘Tradisi Singiran’ saya sangat
mengapresiasi buku yang satu ini. Meski-pun saya sendiri tidak semuanya kenal,
tapi ada juga beberapa yang kenal, saat masa kecil saya di desa pernah ikut
melantunkannya di mushola.
Menarik untuk dicatat adalah dalam
pengantar buku yang dikatakan, “Kehadiran buku ini sejatinya merupakan sebuah
produk gagasan hasil pembelajaran P5 yang berbasis literasi yang dilakukan
kelas 3A dan 3B, SDN Jombatan 3 Jombang. Karena pengumpul datanya masih
bersekolah di tingkat dasar maka bentuknya adalah masih dalam kegiatan
inventarisasi tradisi singiran atau pujian yang dikenal di sekitar lingkungan terdekatnya.
Ada sekitar 28 pujian yang berhasil diinventarisir. Ke 28 pujian tersebut
terbagi menjadi dua bagian yakni pujian yang biasa dilantunkan oleh kaum muslim
di surau/mushala/masjid (21 pujian), dan yang dilakukan pemeluk kristiani saat
kebaktian di gereja (7 pujian).”
Sungguh sebuah upaya yang sangat
bagus, bagi anak-anak untuk menulis kembali bentuk syair/singiran/pujian yang
pernah ada; dan kemudian bisa dibukukan dalam sebuah antologi. Menariknya lagi,
ketika dalam buku ini, tidak hanya
pujian yang dilantunkan kaum muslimin di langgar/mushola/masjid, tapi juga umat
kristiani di gereja.
Dalam tulisan pendek ini , saya tak
perlu banyak mengulas soal isi syair/singiran/pujian yang termuat dalam buku
ini. Yang pasti, hampir semua syair merupakan pujian kepada Allah SWT atau
Tuhan YME, versi Islam dan Kristiani.
Jika harus dikritisi barangkali
penulisan kata ada banyak yang kurang benar, seperti misalnya: ayo manut poro kiyai seharusnya ditulis ayo manut para Kyai, Mangga
sami derek Gusti seharusnya ditulis: Mangga sami ndherek Gusti,
dan mungkin masih ada lagi salah tulis lainnya.
Namun yang perlu diapresiasi adalah
pendokumentasian syair/singiran/pujian semacam
ini adalah penting sekali. Di samping sebagai pengenalan kepada generasi
milenial, sekaligus agar datanya tak hilang ditelan zaman.
Bahkan jika perlu , buku ini bisa
digandakan lebih banyak untuk disosialisasikan kepada masyarakat yang
membutuhkannya. Semisal sekolah-sekolah,
pondok pesantren, atau mungkin juga perpustakaan-perpustakaan di wilayah Jombang.
Upaya yang sangat positif ini, perlu
terus dikembangkan dan dilestarikan.
Bahkan bisa pula melangkah pada tema
lain, seperti: parikan Jombangan,
lagu-lagu dolanan, atau bisa juga
kidungan ala Jombang.
Kepada anak-anak yang telah menulis
puisi dan syair/singiran/pujian dalam dua buku ini, saya katakana sangat hebat
semua. Lebih hebat lagi para guru pembimbingnya yang tekun mau mengajak mereka
menulis. Salam literasi tiada henti.
Selamat atas terbitan dua buku yang
sangat apik dan menarik ini, dan
yang perlu pasti diyakini, bahwa,
“Berbekal yakin pasti, berpayung iman suci, berusaha sepenuh hati. Lantas
jangan lupa berdoa tanpa henti, segala damba segala cita, pastilah akan tergapai nanti.” (aming
aminoedhin)
Desa
Canggu, Jetis,
Mojokerto,
22 November 2024
BIODATA PENYAIR
Aming Aminoedhin
nama aslinya: mohammad amir tohar. lahir di ngawi, 22 desember 1957
alumni fakultas sastra,
universitas sebelas maret surakarta, jurusan bahasa dan sastra indonesia
(1987) ini, aktif kegiatan teater, dan pernah menyandang predikat
“aktor
terbaik” festival drama se-jatim tahun 1983 dari teater
persada ngawi, pimpinan mh. iskan. pernah pula diberi predikat
sebagai presiden
penyair jawa timur, oleh doktor kentrung, suripan sadi hutomo,
almarhum. penggagas pentas, serta koordinator malam sastra surabaya
atau malsasa sejak tahun 1989 hingga
2009. Lantas malsabaru, malam sastra bagi guru se jatim (2011).
pernah menjabat biro sastra dks (dewan kesenian surabaya); ketua hp-3-n
(himpunan pengarang, penulis, dan penyair nusantara) jawa timur;
koordinator fass (forum apresiasi
sastra surabaya); sekjen ppsjs (paguyuban
pengarang sastra jawa surabaya); penasehat forasamo
(forum apresiasi sastra mojokerto); ketua fsbs
(forum sastra bersama surabaya). aming aminoedhin, seringkali jadi juri baca
puisi dan ceramah sastra di hampir semua kota wilayah jawa timur (batu-malang,
ngawi, madiun, lamongan, lumajang, tuban, jombang, bangkalan, sampang,
tulungagung, banyuwangi, mojokerto, dan surabaya).
sekarang masih ketua fsbs (forum
sastra bersama surabaya), dan pensiunan di balai bahasa jawa timur, yang dulu berlokasi di sidoarjo. alamat: puri mojobaru az-23
canggu, kecamatan jetis – mojokerto 61352 – email: amri.mira@gmail.com atau aming.syair@gmail.com